Tugas Pembinaan

Ditulis di atas Rel Kereta, 5 Mei 2018

Begini-begini saya dulu aktivis dakwah. Sekarang, entahlah? Ketika masih kuliah di kampus kedinasan, seminggu 3-4 kali saya mendatangi satu kampung binaan. Pada satu periode, malah saya ditunjuk sebagai ketuanya. Di kampung itu ada mushola. Habis ashar kami mengajari ngaji dan hal-hal baik lainnya pada anak-anak. Selepas Maghrib, ada orang tua dan remaja yang juga belajar ngaji. Kami mendampingi mereka sampai sholat isya. Lepas sholat isya, kami tutup dengan kultum. Lalu, sebelum kami pulang ke kost biasanya kami berkeliling silaturahmi ke rumah warga. Hari ini berkunjung ke rumah keluarga A dan B, besoknya keluarga C dan D, terus bergantian. Inti dari semua yang kami lakukan adalah mengajak warga pada kebaikan.

Mengapa kami lakukan itu? Karena kami merasa ada kewajiban melaksanakan hal itu, yaitu berdakwah mengajak pada kebaikan. Tetapi, apakah warga merasa terikat untuk kami bina? Tentu tidak. Semua berangkat dari kesadaran saling membutuhkan. Kami ingin mengajak pada kebaikan sementara warga kampung itu, ingin mereka dan anak-anaknya bisa ngaji, membaca Alquran dan hal-hal baik lainnya. Ada forum yang bernama TPA dengan tool buku iqro.

Sejatinya kami sekedar mewarisi dan menjalankan amanah dari para senior untuk terus membina warga kampung itu. Saya kira pada awalnya butuh perjuangan untuk bisa hadir dan diterima warga. Kepercayaan itu yang terus kami jaga. Sehingga, bisa dikatakan hubungan kami karena kepercayaan dan saling membutuhkan.

Dua kata kunci: kepercayaan dan kebutuhan. Maka, ketika kita datang melakukan pembinaan kepada suatu institusi dimana tidak ada ikatan kewajiban bagi mereka untuk kita bina, tentu senjata yang bisa digunakan adalah dua hal itu.

Kepercayaan. Bahwa institusi itu percaya kita mampu membuat mereka menjadi lebih baik, ada feedback bagi mereka yang riil dan bukan sekedar konsep. Karena itu, perlu dilihat sisi kebutuhan mereka. Apa yang selama ini kurang dan perlu diperbaiki. Dari kebutuhan ini kemudian kita rumuskan, tool yang bisa digunakan.

Bahwa ada tugas untuk melakukan pembinaan kepada entitas itu, merupakan hal yang tidak perlu lagi ditawar. Kita malah sepakat untuk memperkuatnya. Karena itu masa depan kita. Benar, perlu payung hukum yang mengikat kedua pihak. Semua sepakat. Dan kita tengah berupaya.

Nah, sambil menunggu entah itu payung hukum berupa peraturan atau nota kesepahaman yang membutuhkan waktu yang tidak cepat, tentu kita tidak lalu berpangku tangan meninggalkan kewajiban. Pembinaan itu mesti terus dilakukan. Inovasi dan terobosan di unit lain dalam melakukan kerjasama dan kegiatan pembinaan perlu dicontoh dan dicoba.

Dari keberhasilan proses pembinaan yang sudah ada, kita bisa memetik pelajaran bahwa entitas itu butuh sesuatu yang jelas dan riil berupa aplikasi. Sehingga tool aplikasi ini kemudian menjadi PR sebagai target jangka pendek. Mungkin tidak hanya satu aplikasi, perlu dilihat aplikasi-aplikasi yang belum ada di mereka. Atau intinya kebutuhan sistem yang sanggup memperbaiki pelaporan dan membuat mereka mendapatkan opini yang baik.

Barangkali kita juga bisa bekerja sama dengan pihak yang memberikan penilaian atau opini atas kerja pelaporan mereka itu. Pihak ini tentu punya data atas hal yang masih perlu diperbaiki. Bisa jadi kita sanggup untuk memperbaiki dengan tool yang sudah kita miliki.

Dari pembicaraan dengan pihak itu, saya membayangkan begini. Pihak yang memberi opini memberikan rekomendasi. "Eh kalian, kalau ingin memperbaiki pelaporan yang kurang, ini lho ada aplikasi yang kalian bisa diajari si fulan".
Tabik.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi