Jamaah mandiri
-(Jumat, 4 Juli 2025)-
Pada awalnya, kami memang berniat untuk bergabung dengan satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Kebetulan pada KBIH itu masih tersisa slot dua orang. Setelah mendaftarkan diri, kami diundang masuk ke dalam grup WhatsApp besar KBIH. Selain itu, kami juga dimasukkan ke grup WhatsApp khusus rombongan. Perlu diketahui, dalam satu kloter, jamaah haji biasanya dibagi menjadi beberapa rombongan, lalu dipecah lagi menjadi beberapa regu.
Dari pihak KBIH, kami bahkan sudah mendapat kiriman kaos seragam. Artinya, pada titik itu kami benar-benar sudah mantap bergabung dengan KBIH tersebut.
Sebagai jamaah haji cadangan, kami memang sadar waktu persiapan kami tidak sepanjang jamaah haji reguler yang jadwalnya sudah pasti sejak lama. Meski begitu, kami berusaha sebaik mungkin. Urusan administrasi seperti paspor, pelunasan biaya haji, dan tes kesehatan segera kami selesaikan secepat mungkin agar siap berangkat.
Awalnya kami yakin penggabungan kami dalam KBIH tersebut sudah final. Namun, tiba-tiba kami mendapat kabar bahwa kami diminta mengalah dan mundur dari keanggotaan KBIH. Slot dua kursi yang seharusnya untuk kami, ternyata akan diberikan kepada dua calon jamaah haji lain yang sudah lanjut usia. Mungkin pihak KBIH menilai kami masih muda, sehingga dianggap lebih siap secara fisik dan mental dan tidak terlalu memerlukan pendampingan intensif dari KBIH.
Karena waktu persiapan yang semakin sempit, dan setelah menerima beberapa masukan, akhirnya kami memutuskan untuk menjadi jamaah haji mandiri. Artinya, kami tidak tergabung dalam KBIH manapun.
Lalu bagaimana dengan bimbingan manasik? Alhamdulillah, pihak Kementerian Agama menyelenggarakan bimbingan manasik haji yang berlangsung kurang lebih satu minggu. Selain itu, kami juga belajar secara mandiri melalui buku-buku panduan haji dan video-video manasik yang saat ini sangat mudah diakses melalui YouTube.
Meski berstatus sebagai jamaah mandiri, bukan berarti kami dilepas begitu saja. Dalam urusan akomodasi seperti transportasi, perhotelan, dan konsumsi, kami tetap tergabung dalam rombongan dan regu sesuai pembagian kloter. Jadi, meskipun tanpa KBIH, kebutuhan logistik kami tetap terjamin.
Soal pelaksanaan ibadah pun demikian. Jamaah yang tergabung dalam KBIH biasanya memiliki jadwal ibadah bersama pembimbing KBIH masing-masing. Sementara bagi jamaah mandiri, bimbingan tetap ada dan difasilitasi oleh petugas haji resmi dari Kemenag. Misalnya, ketika tiba waktunya untuk berniat ihram di pesawat, seluruh jamaah dalam satu kloter dipimpin oleh petugas haji.
Saat tiba di Makkah pun, pada umroh wajib pertama, jamaah mandiri bisa bergabung dengan petugas haji. Jadi tidak perlu khawatir soal kelangsungan ibadah, karena bimbingan tetap ada. Setelah umroh wajib, untuk ibadah-ibadah sunnah selanjutnya, jamaah mandiri bebas melaksanakan sendiri tanpa terikat jadwal KBIH manapun. Sebenarnya ketika ikut KBIH pun seseorang tetap bisa secara mandiri, misalnya melaksanakan umroh sunnah tambahan diluar jadwal KBIH, tentu dengan biaya sendiri.
Sebagai jamaah mandiri, kami pun merasa lebih fleksibel. Kami tidak terikat jadwal rombongan untuk ibadah-ibadah tambahan, seperti shalat berjamaah di Masjidil Haram, umroh sunnah, atau ziarah pribadi. Kekurangannya, tentu kami tidak memiliki jadwal ziarah bersama seperti kunjungan ke Gua Hira, Jabal Rahmah, atau Taif yang biasanya diatur oleh KBIH. Namun, kalau masih ada kursi kosong di bus rombongan KBIH, kami tetap bisa ikut dengan membayar biaya yang ditetapkan.
Untuk ziarah di Madinah, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan kloter, bukan KBIH. Jadi, meskipun jamaah mandiri, kami tetap berkesempatan berziarah ke Raudhah, dan beberapa lokasi bersejarah lainnya bersama petugas resmi.
Begitulah, menjadi jamaah mandiri adalah pilihan yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Di satu sisi, kami dituntut lebih mandiri dalam memahami tata cara ibadah. Di sisi lain, kami punya kebebasan lebih dalam mengatur jadwal ibadah tanpa terikat rombongan. Bahkan, di Makkah, kami bertemu dengan beberapa jamaah mandiri lainnya. Artinya, kami tidak sendirian memilih jalur mandiri ini.
Bagi kami, pengalaman menjadi jamaah haji mandiri ini adalah pelajaran berharga. Mandiri bukan berarti sendiri. Kami tetap dalam satu kloter, satu rombongan, saling membantu, dan tetap di bawah bimbingan petugas haji resmi.