Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

Ditulis: 9 Pebruari 2019

Mata saya tetiba tertarik pada tulisan di tembok. Yang bunyinya seperti judul tulisan ini. "Apapun yang bisa kamu bayangkan adalah kenyataan."

Saya berusaha mencernanya. Mencoba mencari buktinya. Setidaknya, saya bilang pada seseorang di dekat saya akan menulisnya. Benarkah quote itu?

Saya menduga, kalimat itu diucapkan atau ditulis Pablo dalam suatu konteks atau kejadian. Itu yang saya belum tahu. Dan belum berusaha mencari tahu. Sebagaimana banyak terjadi belakangan ini.

Ucapan, video, rekaman seseorang hanya disajikan sepotong. Yang kemudian memunculkan persepsi negatif. Yang juga menjadi tren untuk menghantam lawan. Yang akhirnya menimbulkan fitnah. Kadang memang itu tujuannya. Lagi lagi semua bersumber dari persaingan politik. Tidak lebih.

Pada sekitar tahun 1998, saya menulis cerita. Entah sekarang tercecer dimana cerpen itu. Belum pernah saya posting. Dalam cerita itu saya mengkhayalkan kehidupan saya di masa depan bersama keluarga di tanah yang dijanjikan. Oleh sebuah doa. The land is mine. Begitu keyakinan itu. Apa yang terjadi? Mimpi dalam cerita itu menjadi nyata. Meski tak semuanya persis. Seperti pilihan mobil. Yang waktu itu hanya mampu membayangkan panther. Ternyata beda.

Saya kira banyak orang mengalaminya. Yang mimpinya menjadi wujud. Memang, saya tak punya datanya. Berapa jumlah orang seperti itu. Mestinya saya survey. Tapi ini bukan tulisan ilmiah. Yang tidak butuh evidence. Yang tidak harus punya referensi.

Mimpi juga dibutuhkan oleh sebuah organisasi. Yang disebut visi. Ada pula blueprint. Berisi kondisi yang diharapkan. Pada tahun sekian dan langkah untuk mencapainya. Ada milestonenya. Yang itu juga menjadi peta jalan. Yang disepakati bersama. Dan secara sinergi dijalankan. Make it happen. Bagaimana jika ada perubahan? Blueprint ataupun roadmap bukanlah dokumen yang tak boleh direvisi. It's a living document.

Ah, saya kok nggaya begini. Sudah berapa kata english yang saya pakai. Anda pasti tahu. Saya sedang image branding. Alias pencitraan. Yang kata ini sekarang kesannya jadi negatif. Padahal ia netral. Saya tengah berusaha mengembalikan posisinya. Agar orang tidak alergi. Dengan kata ini. Karena sesungguhnya setiap orang perlu usaha itu. Pencitraan itu bukan pembohongan. Tetapi bagaimana kita mengabarkan diri kita, gagasan, aktivitas, kemampuan dan pencapaian kita. Hingga orang lain bisa mendefinisikan kita. Yang definisi itu menjadi ciri khas kita. Value kita.

Saya kira image branding juga bagian dari proses imajinasi. Karena kita membayangkan kesan atau citra yang kita harapkan.

Kalau sudah begini, saya jadi ingat. Buku lama. Terbit jaman saya kuliah. Ditulis Steven R Covey. 7 kebiasaan yang efektif. Saya merekomendasikan buku ini. Untuk Anda baca. Salah satu habit itu adalah memulai dari akhir (dalam pikiran).

Kita perlu menetapkan tujuan akhir atau gambaran akhir dalam pikiran kita. Apa yang akan kita raih, apa yang ingin kita kehendaki. Semua bisa digambar dalam pikiran kita. Imajinasi kita mampu melukis itu. Dari gambaran akhir itu, lantas semua berawal. Dengan bayangan tujuan itu, kita akan tahu langkah-langkah apa menuju kesitu.

Misalnya: Anda nantinya ingin masuk sorga. Bayangan dan cita-cita itu kita tanam. Di benak kita. Dan kita tentu tahu kebajikan apa yang mesti kita lakukan. Bukan sebaliknya.

Begitulah. Bagaimanapun ungkapan Pablo itu mendapat kebenarannya. Meski disaat anda berimajinasi pindah ke Jawa, belum akan menjadi nyata saat itu juga. Sabaaar...

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi