DB & Mutasi

Ditulis: 23 Maret 2019

Fase itu memang harus dilalui. Tak bisa di-skip, lompat ke tahap berikutnya. Empat sampai lima hari demam. Lalu trombosit turun. Lantas turun lagi. Dan lagi. Baru kemudian beranjak naik. Naik lagi. Kembali ke angka normal. Itulah demam berdarah alias DB.

Tak ada obatnya. Jalan selamat yang dianjurkan: bedrest, diinfus dan minum yang banyak. Jadi, mau ga mau mesti opname di RS. Yang itu membuat RS kerap penuh pasien.

Dan sebab itu menyeruak guyonan usil di benak saya. Lalu terucap kepada Ode, yang punya cita-cita jadi dokter itu.

"Kakak..., jangan-jangan DB itu memang ga dibikin obatnya biar terus ada yang sakit, lalu RS dan dokter itu terus-terusan laku."
"Ah bapak, bisa aja," ujar Ode sambil ketawa.

Percayalah, itu hanya candaan. Yang memang kadang kadang ada kelakar yang kebablasan dan berakhir pada tuntutan. Seperti pada pemberitaan belakangan ini. Dimana ada media yang dituntut oleh Tim Sukses. Akibat meme yang katanya sekedar lucu-lucuan.

Sebagaimana fase DB, hidup ini juga demikian halnya. Nyaris tak ada orang yang terus menerus menderita. Setelah jatuh, ada saatnya nasib orang itu merangkak naik. Kembali pada hidup yang normal.

Sama halnya ketika manusia mendapatkan kesulitan. Dalam beberapa waktu dia mengalami stress. Lalu terpuruk. Saat itulah, dibutuhkan ketahanan mental. Dan juga dukungan orang lain.

Hingga pada saatnya, muncullah kebangkitan. Sedikit demi sedikit, problem bisa diatasi. Hidup kembali ke titik wajar.

Nyaris tak ada masalah yang tak akan selesai. Karena otomatis waktu yang akan menyelesaikan. Setidaknya waktu jua yang akan mengubur dan melupakan.

Toh, sejatinya manusia itu makhluk yang tangguh. Kecuali yang tidak tangguh. Bagaimana tidak? Ditempatkan jauh dari sanak keluarga, ia pun tetap mampu bertahan dan beradaptasi. Memang awalnya persis fase DB. Dalam beberapa minggu, ia kelimpungan. Kesepian. Terlentang menatap atap. Menghitung usuk, genteng dan bata. Selebihnya mentalnya kembali merangkak naik. Ia telah menemukan aktivitas bermutu dan bisa melupakan rindu. Mancing, cycling, joging, hiking dan bentuk aktivitas ing lainnya.

Begitulah manusia yang tangguh itu. Seberat apapun ujian, pada akhirnya selesai juga. Karena jika terus menerus ujian, para panitia pun bosan menunggu dan mengawasi peserta ujian.

Bahkan dengan ketangguhannya, acapkali manusia mampu mengantisipasi risiko yang akan dia hadapi. Termasuk memprediksi kapan ia harus pergi atau kena mutasi. Sebab, manusia punya mata, telinga dan instuisi. Ada masa ketika panca indera tajam menangkap sinyal. Meski kadang sejatinya ia hanya GR atau baperan.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi