Mengawal APBN
Ditulis di Angkasa, 28 April 2018
Saya hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Pak Sekda itu protes dengan persyaratan penyaluran DAK fisik yang menurutnya memberatkan Pemda dan malah menjebak, khususnya terkait dana talangan dari APBD. Setidaknya bagi daerahnya.
Tentu saya tidak bisa membantah dan menjelaskan lebih jauh. Meski sebenarnya pada proses pengalihan penyaluran DAK fisik saya juga terlibat. Bukan itu tujuan kami bertemu Sekda. Ada maksud lain yang menjadi tujuan utama. Saya khawatir jika saya membantah komplain itu, justru akan berpengaruh pada niat baik Pak Sekda itu kepada kami.
Pak Sekda juga menjelaskan tentang kondisi geografis daerahnya yang berbatasan dengan negara tetangga selain dengan kekayaan alam berupa hutan konservasi yang sangat luas. Beliau bercerita ada satu kawasan dimana orang bisa menambang emas cukup dari permukaan tanah, apalagi kandungan di dalamnya. Dengan bangga Pak Sekda menjelaskan tentang pohon besar di hutan itu yang membutuhkan 7 orang bergandengan tangan untuk memutarinya. Hutan itu juga merupakan kawasan hulu dari sungai-sungai besar yang ada di pulau besar itu.
Soal transportasi dia menerangkan bagaimana untuk mencapai satu kecamatan harus naik pesawat. Sehingga betapa sulitnya membawa bahan material untuk suatu pembangunan.
Kemudian, kami memulai acara sosialisasi. Pada sesi diskusi, saya mendapati informasi yang tanpa sengaja mengkonfirmasi penjelasan Pak Sekda. Peserta dari UPT lingkungan hidup itu mengeluh dengan standar biaya yang tidak cukup mereka gunakan untuk kepentingan menuju daerah-daerah kawasan hutan konservasi. Dia bertanya apakah ada standar biaya khusus untuk mereka ini. Bagaimana proses pengusulannya.
Dari semua informasi di atas, lantas saya berpikir tentang peran kita ke depan. Tidak bisa kita pungkiri, sudah banyak yang bertanya kepada kita tentang banyak hal yang secara permukaan bukan tanggung jawab dan kewenangan kita. Tetapi, rasanya juga tidak elok, jika kita menanggapinya dengan kalimat: itu bukan tugas kami, kami tidak tahu. Artinya, kita mestinya mengetahui dan paham soal kebijakan dan tidak sebatas teknis penyaluran.
Hal lain adalah bagaimana suatu kebijakan bisa tersusun dari berbagai sudut pandang. Tidak hanya sudut pandang pusat yang ternyata dalam implementasi menghadapi kendala lapangan. Suatu kebijakan tentu didasarkan pada kajian atau telaah. Bagaimana agar sudut pandang daerah ini bisa menjadi salah satu pertimbangan pusat untuk menetapkan kebijakan, maka dibutuhkan unit yang berada di daerah yang sanggup melihat kondisi lapangan sekaligus mampu menyusun kajian atas implementasi sebuah kebijakan. Ini akan menjadi penting untuk evaluasi dan penyempurnaan kebijakan tersebut. Termasuk kebijakan mengenai persyaratan penyaluran DAK fisik. Bagaimana kita turut menyumbangkan gagasan untuk sebuah kebijakan yang lebih berkeadilan dan bermanfaat bagi daerah.
Begitu pula hal yang sama dengan penyusunan standar biaya. Riil cost perjalanan atau kegiatan di daerah tidak bisa hanya dikira-kira dengan kacamata pusat. Peran ini perlu ditingkatkan tidak hanya sekedar memberikan bahan penetapan standar biaya umum, tetapi juga mampu memotret kebutuhan yang ada di daerah, seperti bagaimana standar biaya untuk perjalanan menuju daerah yang sulit dan pelaksanaan kegiatan di daerah itu.