Fokus sholat
-(Selasa, 22 Juli 2025)-
Hari-hari kita akan terasa berbeda manakala kita mengubah fokus hidup kita. Di Makkah dan Madinah, para jamaah haji memiliki satu fokus utama: menjaga sholat lima waktu berjamaah di masjid—baik Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi.
Karena fokus pada sholat berjamaah, para jamaah berupaya hadir di masjid jauh sebelum adzan berkumandang. Tujuannya jelas: agar bisa mendapatkan tempat yang utama—di pelataran Ka’bah atau di dekat Raudah—dan supaya tidak ketinggalan takbir pertama bersama imam. Lalu, apa yang terjadi?
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi selalu dipenuhi jamaah, bahkan sejak lama sebelum waktu sholat tiba. Ribuan orang duduk sabar menanti adzan, mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an, berzikir, atau bermunajat. Waktu menunggu tidak terasa sia-sia, justru itulah saat-saat paling tenang dan bermakna.
Pertanyaannya, bisakah kita seperti itu, meski di luar Makkah dan Madinah?
Jawabannya kembali pada diri kita sendiri. Bagi siapa pun yang meyakini bahwa tujuan hidup adalah beribadah kepada Allah, maka ia akan berupaya dengan berbagai cara agar tidak tertinggal sholat berjamaah di masjid. Ia mempersiapkan segalanya: waktu, pakaian, kendaraan, hingga memasang alarm untuk memastikan tidak terlambat bangun. Semua ikhtiar kecil itu lahir dari satu keyakinan—bahwa tidak ada yang lebih penting daripada memenuhi panggilan Allah.
Menariknya, ketika kita benar-benar menomorsatukan sholat, yang terjadi seringkali di luar dugaan: segala hal seolah dipermudah. Rasa malas berganti dengan semangat, rasa berat berubah menjadi ringan. Bahkan, rutinitas sholat berjamaah di masjid mendatangkan kenikmatan batin yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang menjalaninya. Ini bukan sekadar ritual harian, tetapi sumber ketenangan dan kekuatan.
Banyak orang merasakan bahwa ketika sholat menjadi fokus hidupnya, perlahan keseharian mereka ikut berubah. Waktu terasa lebih berkah, hati lebih damai, urusan-urusan lain pun terasa lebih tertata. Energi positif ini menyebar ke keluarga, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Maka, jika kita ingin merasakan nikmatnya sholat seperti para jamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bisa memulai dari langkah kecil: menjadikan sholat fardhu berjamaah sebagai pusat jadwal hidup kita. Artinya: tidak menempatkan sholat berjamaah di sela-sela kesibukan, tetapi meletakkan kesibukan di sela-sela waktu sholat. Mempersiapkan diri sebelum adzan, dan berangkat ke masjid lebih awal.
Hanya dengan cara inilah kita bisa merasakan apa yang dulu terasa jauh—ketenangan dan keindahan yang hanya bisa dipahami mereka yang menjalaninya dengan sungguh-sungguh.
Silakan mencoba. Pelan-pelan, rasakan perubahan besar dari langkah kecil ini. Semoga Allah memudahkan setiap niat baik kita untuk lebih dekat dengan-Nya.