Menggagas Jabatan AR di KPPN
Saya mulai dengan browsing di internet.
Saya mendapat definisi Account
Representative (AR) seperti ini: “account
representative: someone in
charge of a client's account for an advertising agency or brokerage or other
service business”. Lalu, saya coba intip Keputusan Menteri Keuangan nomor
98/KMK.01/2006 tentang Account
Representative Pada Kantor Pelayanan Pajak Yang Telah Mengimplementasikan
Organisasi Modern. Saya sitir uraian yang ada di KMK itu, berikut ini.
Account Representative adalah
pegawai yang diangkat pada setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor
Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan Organisasi Modern. AR mempunyai tugas : melakukan pengawasan
kepatuhan perpajakan wajib pajak; bimbingan/himbauan dan konsultasi teknik
perpajakan kepada wajib pajak; penyusunan profil wajib pajak; analisis kinerja
Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi; dan
melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Saya coba benchmark dari
uraian diatas. Jika jabatan AR ada di KPPN, kira-kira akan mempunyai tugas antara
lain: melakukan pengawasan kepada satker terhadap kepatuhan pelaporan dan
ketaatan peraturan; melakukan bimbingan/konsultasi perbendaharaan, aplikasi dan
penyusunan laporan keuangan kepada satker; penyusunan profil satker; analisis
kinerja pengelolaan anggaran satker; mendorong satker untuk melakukan
penyerapan anggaran sesuai target.
Barangkali akan muncul pertanyaan, apa pertimbangan urgensi
jabatan AR di KPPN? Saya berusaha membuat argumen seperti ini.
Pertama, untuk menjadi
AR diperlukan kecerdasan intelektual, spiritual, emosional dan fisik.
Kecerdasan intelektual diperlukan untuk mempelajari peraturan-peraturan
perbendaharaan dan proses bisnis. Kecerdasan spiritual diperlukan untuk menjaga
integritas AR sebagai aparat negara. Kecerdasan emosional diperlukan untuk
memahami karakteristik pejabat perbendaharaan satker. Kemampuan fisik
diperlukan karena beban kerja AR yang tinggi dan berat. Hal ini akan mendorong
tumbuhnya pegawai-pegawai DJPBN yang handal dan berkompetensi tinggi.
Kedua, dengan
tugas seperti diatas, seorang AR akan dituntut untuk memiliki pengetahuan
perbendaharaan yang lebih komprehensif. Karena seorang AR harus bisa memberikan
advice kepada satker terkait
permasalahan yang mereka hadapi. Saya agak prihatin dengan kondisi saat ini,
dimana pengetahuan perbendaharaan para pegawai makin lama makin berkurang. Sekarang,
pengetahuan itu hanya sebatas tugas dan pekerjaan di satu seksi. Dengan jabatan
AR, akan mendorong setiap pegawai untuk belajar lebih banyak tentang
perbendaharaan secara lebih komprehensif, termasuk teknik-teknik pengujian
dalam kaitannya dengan tugas ordonatur yang menjadi kewenangan PPSPM pada
setiap satker. Meski KPPN bukan lagi sebagai ordonatur, tetapi pengetahuan pengujian dokumen yang meliputi wetmatigheid,
rechtmatigheid, dan doelmatigheid,
hendaknya
tetap dipelajari.
Ketiga, dengan
jabatan AR, proses pembelajaran kepada satker akan lebih intensif dan
sistematis, karena satu orang AR akan menangani beberapa satker. Dengan ruang
lingkup yang dimiliki AR, track record
satker akan lebih terdokumentasi dengan baik sehingga memudahkan dalam
memberikan solusi sesuai kondisi yang dialami satker.
Keempat, barangkali
muncul kekhawatiran akan kembali seperti jaman dulu, dimana satu pelaksana di
seksi perbendaharaan menangani proses pencairan dana untuk beberapa satker.
Sehingga akan rentan terjadi transaksi gratifikasi. Saya kira konsep AR tidak
seperti itu. AR lebih kepada pembinaan. Kekhawatiran terjadinya gratifikasi
justru merupakan tantangan bagi para pegawai untuk membuktikan integritas
masing-masing. Toh, sekarang sudah ada unit kepatuhan internal.
Kelima, selama ini
tugas melayani dan membina satker menjadi tanggung jawab CSO, dimana pada
setiap KPPN hanya terdiri dari 1 atau 2 orang CSO. Dengan melihat jumlah satker
yang ditangani serta dengan permasalahan yang kompleks yang dihadapi satker,
baik dari sisi peraturan dan aplikasi, saya kira hasilnya tidak bisa maksimal. Ditambah
dengan praktek yang terjadi, dimana para petugas FO di masing-masing Seksi akan
mengarahkan satker yang menghadapi permasalahan untuk berkonsultasi ke CSO.
Maka, bisa dibayangkan bahwa seorang CSO adalah pegawai dengan kemampuan yang
menyeluruh dan paham tentang pekerjaan di setiap Seksi. Lalu, pertanyaannya
mengapa hanya dibatasi 1 atau 2 CSO? Alangkah hebatnya jika semua pegawai bisa
menjadi CSO tanpa harus menunggu waktu dan giliran. Untuk itu, agar lebih
banyak pegawai dengan karakteristik
seperti CSO, salah satu caranya adalah dengan jabatan AR diatas.
Keenam, sejak
beberapa tahun lalu, DJPBN telah menggagas adanya jabatan penyuluh
perbendaharaan, dengan diklat dan sertifikasinya. Saya kira, jabatan penyuluh
perbendaharaan akan bisa optimal bila di dukung dengan medan tugas yang memang
terkait dengan pemberian penyuluhan, bimbingan dan konsultasi. Dan medan tugas
itu akan banyak tercipta bila bisa diwujudkan dalam bentuk jabatan AR.
Ketujuh, saya
memiliki mimpi dan punya keinginan adanya treasury
certification bagi seluruh pegawai. Tentu sebelum itu perlu urgensi
diselenggarakannya treasury certification.
Dan dengan kondisi yang ada saat ini, saya kira belum mendukung ke arah itu.
Dengan adanya jabatan AR, saya berani mengatakan urgensi itu ada.
Kedelapan, saya kira
jabatan AR ini bisa menjadi alternatif jawaban atas pertanyaan “what next KPPN pasca SPAN/SAKTI dan MPN
G2?”
Kesembilan, kita bisa
mempelajari apa output dan outcome dari jabatan AR di DJP. Dan saya
kira, kita semua tertarik dengan “outcome”
yang diterima oleh teman-teman AR di
DJP. Saya yakin Anda paham maksud saya… :)
***