Egois

-(Minggu, 6 Juli 2025)-

Pada suatu ketika saya akan naik kereta api. Dari Jakarta. Langkah saya bergegas, berjalan cepat, setelah saya sambar karcis titipan motor di loket parkir. Jadwal keberangkatan sudah dekat, dan saya tidak ingin ketinggalan. Suasana sekitar stasiun malam itu ramai, orang-orang berlalu-lalang dengan ransel di punggung, koper diseret, sebagian tampak terburu-buru seperti saya.

Ternyata saya kemudian melewati satu keributan. Seorang ibu marah dan memaki kurang ajar pada beberapa pria muda yang baru masuk ke dalam mobil. Rupanya ibu itu kesal karena sudah menunggu satu jam. Mobil ibu itu terhalang mobil anak-anak muda itu yang ternyata di-rem tangan. Parkir paralel mestinya jangan di-rem tangan, kata si ibu.

Saya memaklumi ibu itu yang sebel dan marah, karena saya pun pernah mengalaminya tempo hari. Rasanya pria hijau dalam tubuh saya mau keluar dan ingin mengangkat mobil itu untuk dilempar ke laut. Situasi semacam itu membuat orang yang sabar sekalipun bisa kehilangan kendali.

Begitulah, sebagian manusia hanya memikirkan dirinya sendiri. Kepentingannya sendiri. Hal kecil seperti parkir pun bisa jadi cerminan bagaimana orang bersikap: mau praktis untuk diri sendiri, tapi merepotkan orang lain. Saya sering melihatnya — di jalan, di antrean, di parkiran. Sopan santun sering kalah oleh rasa penting sendiri.

Lucunya, di sela kesal, saya jadi berpikir. Jangan-jangan saya pun sama. Bukankah egois itu tumbuh diam-diam? Kita sering mengutuk orang lain tanpa sadar berbuat hal serupa dalam wujud yang berbeda. Kadang kita merasa perbuatan kecil tidak berarti, padahal bisa memengaruhi orang lain lebih besar daripada yang kita kira.

Keributan singkat itu mengingatkan saya: sesederhana parkir bisa menunjukkan siapa kita sebenarnya. Urusan sepele bisa jadi ukuran watak — mau sedikit repot demi memudahkan orang lain, atau membiarkan orang lain susah demi kenyamanan sendiri.

Mungkin kalau semua orang mau menekan sedikit egonya, jalanan lebih lancar, parkiran lebih tertib, hidup orang lain pun lebih ringan. Ego kecil yang ditahan barangkali bisa membuat hidup bersama lebih mudah dijalani.

Begitulah, di tengah gaduh parkiran, saya belajar lagi satu hal: di antara orang-orang yang selalu ingin didahulukan, kadang kita lupa — dunia tidak berputar hanya untuk diri sendiri.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

Pengembangan Organisasi

"Penajaman" Treasury Pada KPPN