Senjata & Keberanian

Ditulis: 7 April 2018

Adakalanya di masa lampau kita melakukan hal-hal yang tergolong nekat dan ketika mengingatnya, batin kita berkata: "bagaimana bisa saya melakukan itu?" Lalu kita pun tersenyum meski miris. Karena kita menyadari, bila itu dilakukan hari ini, rasanya tidak mungkin, sebab tidak ada lagi keberanian.

Keberanian lahir dari beberapa hal.
Pertama, berani karena ilmu atau kemampuan. Ada orang yang berani menangkap ular, karena dia sudah punya ilmunya. Kedua, berani karena keadaan. Acapkali keadaan genting alias kepepet memunculkan keberanian. Ketiga, berani karena kekuasaan. Merasa dekat dengan pimpinan, kadang membawa kita pada sebuah keberanian untuk menekan lawan. Keempat, berani karena sembunyi. Sejatinya ini keberanian semu, yang wujud ketika merasa orang lain tidak tahu. Selingkuh misalnya. Kelima, berani karena nekat. Ini lahir dari kesadaran atas keadaan yang dianggapnya sudah paling buruk, hingga resiko yang mungkin akan dihadapi, tak ada yang lebih jelek lagi.

Jamaknya, keberanian diperlukan dikala kita ingin meraih suatu tujuan. Seberapa besar keberanian kita untuk meraih harapan, bisa diukur dari usaha yang dilakukan. Ada upaya yang biasa-biasa saja, ada juga yang tergolong nekat dan menjadi sebuah kegilaan. Mungkin Anda pernah melakukannya. Mungkin juga dengan diri saya. Contohnya: tatkala masih staf dengan masa kerja yang baru 3 tahun, nekat bertamu ke rumah Kakanwil di hari libur untuk minta pindah.

Mestinya ikhtiar yang berani itu juga memiliki prinsip pantang menyerah. Bila lewat jalan lurus tidak lolos, kita akan sedikit berbelok memutar hingga sampai kepada tujuan. Tapi mungkin itu belum disebut berani. Lebih tepatnya luwes melihat kondisi. Sedangkan yang disebut berani adalah tetap berjalan lurus dan terobos semua penghalang. Tentu menerobos itu dengan tidak menghalalkan segala cara. Karena hal itu akan membawa karma.

Lantas, dari 5 kategori keberanian itu, mana yang paling bermutu? Sudah tentu yang nomer satu. Oleh karena, itulah yang paling logis. Karena memiliki ilmu, kemampuan, kompetensi lalu kita menjadi berani. Tidak hanya soal berkelahi, tapi juga berani untuk mengajari, membina, membimbing, merekomendasi.

Maka, organisasi yang baik adalah organisasi yang mampu membuat para anggotanya memiliki keberanian karena mereka dibekali dengan ilmu, kemampuan dan "senjata". Apalagi jika organisasi itu mempunyai tugas membina. Senjata bisa berupa pedoman, panduan, juklak dan tentunya dasar hukum yang saling mengikat antar pihak.

Menyadari itu, maka sudah barang tentu, kami kemudian terus berikhtiar untuk melengkapi senjata itu agar para anggota organisasi makin berani dan percaya diri.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi