Sosok berpengaruh

-(Minggu, 18 Mei 2025)-

Pernahkah Anda merasakan kehadiran seseorang yang membuat hati tenang, seolah kehadirannya mampu meredakan segala masalah?

Mungkin itu adalah seseorang yang kita sayangi atau yang dekat dengan kita. Bahkan tanpa melakukan apa pun, kehadirannya sudah cukup memberikan rasa nyaman dan ketenteraman.

Dalam organisasi, hal serupa juga bisa terjadi. Ada kalanya seseorang yang bukan pemimpin tertinggi, justru menjadi sosok yang memperkuat keputusan-keputusan penting. Ketika ia menyampaikan pendapat, banyak orang langsung merasa yakin dan menjadikannya sebagai dasar keputusan yang diambil bersama. Sosok seperti ini bisa dikatakan sebagai seorang influencer.

Penulis buku kepemimpinan terkenal, John C. Maxwell, mengatakan bahwa kepemimpinan adalah soal pengaruh. Artinya, tak peduli apa jabatannya, ketika seseorang mampu memberikan pengaruh terhadap lingkungannya, maka pada dasarnya ia adalah seorang pemimpin.

Pertanyaannya, mengapa manusia bisa dipengaruhi? Apakah ada semacam formula dalam otak kita yang membuat kita tunduk atau mengikuti seseorang yang kita kagumi atau jadikan teladan?

Barangkali neurosains bisa menjelaskan fenomena ini.

Saya sendiri pernah merenungkan hal ini ketika sedang menunggu di depan sebuah toko bahan-bahan roti. Saat itu, saya memperhatikan berbagai produk yang dijual dan melihat ada satu brand yang menampilkan seorang terkenal sebagai brand ambassador-nya. Saya pun bertanya-tanya, mengapa produk tersebut memilih menggunakan selebritas? Apakah benar kehadiran seorang pesohor bisa mendorong masyarakat membeli produk tersebut?

Bagi saya pribadi, keputusan membeli suatu produk bukan karena pengaruh orang lain. Saya merasa cukup rasional dalam memilih. Tapi dari sudut pandang yang lebih luas, faktanya banyak orang yang memang terdorong membeli karena melihat sosok yang mereka kenal atau kagumi sebagai representasi produk. Hal ini tentu menunjukkan bahwa pengaruh seorang figur memang nyata dan kuat. Dalam konteks ini "produk" bisa diartikan tidak hanya barang, tapi bisa juga: opini atau institusi atau bahkan orang. Anda sudah tahu maksud saya.

Jika memang demikian, maka brand ambassador itu sebenarnya memenuhi definisi kepemimpinan ala Maxwell. Mereka memiliki pengaruh dan mampu mendorong tindakan orang lain — yang artinya, mereka juga adalah pemimpin dalam konteks tersebut.

Lalu bagaimana dengan seseorang dalam organisasi? Bagaimana ia bisa menjadi influencer dan sekaligus leader, meskipun tidak memiliki jabatan resmi atau jabatan puncak?

Barangkali kuncinya terletak pada aksi nyata yang dilihat dan dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Kontribusi terhadap organisasi, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan, serta kemampuannya menawarkan solusi atas masalah menjadi aspek penting. Orang-orang akan memperhatikan dedikasi dan kesungguhannya dalam mencurahkan waktu dan tenaga demi kemajuan organisasi.

Ketika individu seperti itu pergi, orang-orang bisa merasakan kekosongan yang dalam. Seolah simbol semangat dan identitas organisasi ikut hilang bersamanya.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi