Pagi bersemangat

-(Rabu, 14 Mei 2025)-

Pagi kemarin, ia sangat bersemangat mengajak saya ke gedung baru milik Pemda itu. Dengan berjalan kaki. Rupanya, sudah beberapa kali ia berjalan kaki mengelilingi gedung baru tersebut. Bagaimanapun, kami memang mesti intens berjalan kaki untuk jarak yang agak jauh dan waktu yang agak lama. Selain memang bagus untuk kesehatan, ini juga menjadi latihan kami—barangkali kelak diperlukan dalam situasi tertentu.

Akhirnya kami tiba di lokasi. Matahari sudah mulai bersinar menyengat tubuh. Kami kemudian berjalan mengelilingi gedung baru yang megah itu. Rupanya, seluruh dinas ditempatkan di gedung ini. Maka tak heran, gedung tersebut memiliki halaman parkir yang sangat luas. Dari pintu masuk utama ke gedung, mungkin berjarak sekitar setengah kilometer. Di kanan dan kiri jalan masuk utama itu, tersedia tempat parkir yang memadai.

Di depan gedung, ada lapangan yang bisa digunakan untuk upacara, bermain bola, atau olahraga senam bersama. Di bagian belakang gedung, saya lihat juga tersedia area parkir dan deretan kantin. Maka disediakan pula pintu masuk gedung dari bagian belakang, memudahkan akses dari berbagai arah.

Kenyataannya, gedung dan areal sekelilingnya telah menjadi magnet bagi warga untuk datang berolahraga. Saya lihat ada yang berlari, jogging, atau sekadar berjalan kaki. Katanya, sore hari juga ramai—bahkan sampai malam.

Memang, pemandangan di sekitar masih terlihat lebih alami. Terdapat persawahan dan juga hutan kota di bagian depan gedung, di sebelah kanan atau kiri tergantung dari mana posisi kita memandang.

Artinya, warga di sini akhirnya punya pilihan tempat baru untuk berolahraga. Sebuah gaya hidup yang memang mesti digalakkan, di tengah gempuran makanan dan minuman yang sejatinya sangat berisiko. Tapi apa daya, kita seringkali tak mampu menahan keinginan untuk ikut menikmatinya. Olahraga menjadi jalan tengah, semacam win-win solution. Bagaimanapun, makanan dan minuman itu juga menjadi jalan keluar bagi para pelaku UMKM untuk terus berkembang dan memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Saya penasaran dengan lapangan berumput itu. Sepatu saya lepas dan saya biarkan kaki menapaki rumput dengan sisa-sisa embun yang mulai mengering. Saya berusaha menikmati momen itu. Hanya saja, sudah muncul pikiran bahwa ini bagus juga untuk terapi kesehatan. Apa saja. Barangkali ini terdengar sok tahu sekali. Begitulah diri ini, yang kadang terlalu sok tahu—bahkan sebelum orang lain selesai bicara, saya kerap sudah mengambil kesimpulan. Yang ternyata keliru. Tak apalah, itu bisa menjadi pelajaran berharga. Betapa pentingnya mendengarkan lebih dulu hingga tuntas. Dan tentu saja, itu butuh kesabaran. Yang untuk bisa begitu, diperlukan hati yang lapang dan siap menghadapi segalanya.

Tak terlalu lama kami di tempat itu. Kami berjalan menuju pintu keluar bersama dengan seseorang yang, insyaallah, akan bersama kami untuk beberapa lama nanti. Ternyata tadi tanpa sengaja kami bertemu dengan beliau yang juga sedang berolahraga jalan kaki.

Di pintu keluar itu kami berpisah. Beliau belok ke jalan masuk gedung dan melanjutkan aktivitas jalan kakinya, sementara kami menuju jalan raya. 

Rupanya ia ingin membeli air minum. Kebetulan ada penjaja minuman di pinggir jalan dan juga ada barang dagangan lainnya. Sementara ia tengah bertransaksi, saya lanjutkan aktivitas peregangan.

Kami kemudian memutuskan untuk pulang dengan tetap berjalan kaki. Ada tempat sarapan yang ingin kami tuju pagi itu. Kami tak melewati jalan sebelumnya. Kami masuk perkampungan dan terus berjalan ke arah rumah.

Tibalah kami di tempat sarapan. Soto. Ini adalah salah satu pilihan sarapan di kota kami, selain juga ada menu-menu lainnya. Ada banyak pilihan warung soto di kota ini, dari yang soto kwali sampai soto seger. Di kota inilah untuk pertama kalinya saya tahu dan mulai bisa menikmati makan soto dengan lauk tempe dan tahu goreng.

Selesai sarapan—semangkuk kecil soto dan juga beberapa gorengan—kami melanjutkan perjalanan pulang. Ketika kira-kira masih setengah kilometer dari rumah, ada telepon yang terdengar sangat butuh bantuan untuk diantarkan segera kembali ke kota provinsi itu. Yang acaranya akan mulai kurang lebih dua jam lagi dari saat saya menerima telepon itu. Kami pun bergegas dengan langkah yang panjang-panjang agar segera tiba di rumah. Tak sempat mandi, saya hanya cuci muka dan ganti kaos.

Dengan segala persiapan itu, waktu tersisa 1,5 jam lagi. Saya pacu kendaraan di kecepatan 120-130 km/jam. Hasilnya, kami telat 10 menit.

Alhamdulillahnya, misi tetap berhasil.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi