Membaca pikiran
-(Kamis, 7 Agustus 2025)-
Dalam film Fantastic Beasts and Where to Find Them, ada seorang penyihir perempuan cantik berambut pirang bernama Queenie Goldstein. Ia memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain. Dengan mudah, ia bisa memahami apa yang ada di benak seseorang—dan karenanya, dapat memanipulasi mereka dengan halus.
Di dunia nyata, kita kadang juga menjumpai seseorang yang tampak begitu fasih menjelaskan isi pikiran orang lain hanya berdasarkan apa yang ia lihat. Saya tidak tahu apakah ia benar-benar memiliki “kemampuan sihir” seperti tokoh dalam film di atas, atau itu sekadar asumsi dan praduga belaka. Namun yang mengkhawatirkan adalah ketika sebagian orang mempercayainya sebagai fakta.
Yang menjadi lebih menarik adalah ketika “analisis” tersebut digunakan untuk memenangkan satu pihak dan menjatuhkan pihak lainnya. Tampaknya, inilah yang sedang kita saksikan bersama akhir-akhir ini.
Seharusnya, analisis dibangun berdasarkan data. Namun, yang terjadi justru: ada lompatan logika, atau data yang digunakan sangat terbatas. Bagaimana mungkin hanya berdasarkan satu contoh kasus, lalu ditarik sebuah kesimpulan besar seolah mewakili keadaan umum?
Lebih memprihatinkan lagi, analisis itu kadang hanya didasarkan pada sebuah foto atau potongan video singkat. Tanpa konteks, potongan visual itu mudah disalahartikan. Padahal kita tahu, visual tidak selalu merepresentasikan kebenaran yang utuh.
Dalam sebuah negara demokrasi, di mana membungkam satu pihak adalah hal yang sulit, maka langkah yang lebih penting adalah bagaimana mendidik masyarakat agar melek literasi informasi. Tujuannya agar masyarakat mampu membedakan antara opini dan fakta—terlebih lagi dalam mengenali berita bohong atau hoaks.
Bagaimana respon seseorang ketika melihat satu foto, misalnya: apakah ia langsung percaya, meskipun jika dipikirkan secara logis tidak masuk akal? Ataukah ia akan melakukan verifikasi atau pengecekan ulang? Ini adalah keterampilan yang penting dimiliki oleh masyarakat kita saat ini.
Tentu tantangannya besar: bagaimana caranya? Di tengah arus deras informasi yang begitu cepat dan masif, proses penyaringan informasi menjadi hal yang tidak sederhana. Membuat seseorang bisa memilah informasi mana yang perlu dan mana yang tidak, butuh waktu dan kesadaran kritis yang terus diasah.
Inilah tantangan kita ke depan.