Tiga dilupakan
-(Senin, 12 Mei 2025)-
Bahwa kesederhanaan bukanlah kekurangan, tapi ia esensi. Bahwa fokus adalah kekuatan. Bahwa hadir sepenuhnya dalam satu momen lebih penting daripada mencoba melakukan segalanya sekaligus.
Tidak banyak orang yang memahami dan mengamalkan tiga poin itu. Pada saat seorang Steve Jobs menganggap tiga hal itu penting, sebagian besar orang masih mengagungkan hal sebaliknya. Kemewahan dianggap luar biasa dan menjadi cita-cita. Hidup yang sederhana malah terlihat kurang ambisius.
Fokus, kini menjadi perilaku yang semakin langka. Saking banyaknya informasi yang membanjiri pikiran, kita gampang terdistraksi. Emosi terpancing oleh apa saja yang dilihat, dibaca dan didengar—baik karena FOMO, iri, marah, sedih, hingga kecewa. Notifikasi datang tanpa henti dari beberapa medsos di HP. Yang membuat isi kepala jadi padat oleh hal-hal yang sebenarnya tidak penting.
Begitu juga dengan hadir sepenuhnya, atau yang dikenal sebagai mindfulness. Ini pun tak lagi mudah bagi orang-orang modern yang pikirannya terus dipenuhi oleh keinginan dan rencana. Kita terbiasa berpikir tentang hal berikutnya, sampai-sampai lupa merasakan momen saat ini. Termasuk dalam aktivitas kerja yang semakin multitasking dan saling tumpang tindih.
Dalam satu waktu, dengan kecanggihan teknologi online meeting, bisa saja terdapat dua agenda rapat daring yang berjalan bersamaan. Yang kemudian membuat peserta tidak benar-benar fokus di salah satu, bahkan keduanya. Video kita hadir di dua layar, tapi pikiran terbagi. Ujungnya, komunikasi jadi kurang efektif, pemahaman materi jadi kabur, dan energi pun cepat habis.
Pun dalam pertemuan luring, kita kadang masih sibuk menanggapi pertanyaan di WAG.
Tiga hal ini—kesederhanaan, fokus, dan kehadiran penuh—memang bukan nilai yang sedang populer. Tapi justru karena itu mereka menjadi langka dan berharga. Mengapa langka? Karena ketiganya kerap dilupakan.
Begitulah. Di tengah dunia yang serba cepat, sibuk, dan bising, mereka bisa menjadi jangkar yang menjaga kita tetap waras.