Tawaf
-(Jumat, 30 Mei 2025)-
Bahwa tidak ada jamaah yang memiliki niat buruk selama melakukan tawaf—misalnya, dengan sengaja ingin memisahkan rombongan hingga tercerai-berai. Semua peristiwa itu terjadi secara alami, sebagai bagian dari dinamika tawaf itu sendiri.
Yang saya maksud tentu adalah tawaf di pelataran Ka’bah. Di sana, setiap orang memiliki dorongan kuat untuk mendekati dinding Ka’bah. Selain itu, setiap individu atau rombongan memulai tawaf pada waktu yang berbeda-beda, sehingga waktu mereka menyelesaikannya pun tidak bersamaan.
Kondisi ini menciptakan ketegangan-ketegangan tersendiri. Ketegangan muncul ketika semua orang berusaha mendekat ke Ka’bah pada saat yang sama. Ketegangan juga muncul saat satu kelompok selesai melakukan tawaf, sementara mereka masih berada di tengah kerumunan dan ingin keluar, padahal kelompok lain masih terus melanjutkan putaran mereka.
Situasi ini paling sering terjadi di area setelah Hajar Aswad—sebagai titik awal dan akhir tawaf. Di titik inilah kadang terjadi satu atau dua orang yang terlepas dari rombongannya.
Karena itu, pada titik tersebut, sangat penting untuk memperkuat pegangan antaranggota rombongan dan meningkatkan kewaspadaan, terutama saat ada orang yang menyeberang atau meminta jalan untuk keluar dari kerumunan.
Namun, kewaspadaan tidak hanya diperlukan di titik itu saja. Di bagian lain pun tetap harus waspada. Kadang ada jamaah yang berusaha merangsek mendekati Ka’bah, atau ada pula yang melangkah lebih cepat daripada yang lain, sehingga mereka mencoba menyalip dan tanpa sadar memutus formasi sebuah rombongan.
Begitulah dinamika tawaf yang harus dihadapi dengan penuh kesadaran dan kesabaran. Rasanya, tak perlu lagi merasa penting dengan siapa diri kita—karena di sana, tak ada yang peduli. Semua orang hanya ingin beribadah dengan sebaik-baiknya, berlomba mendekat kepada Allah dengan segala kemampuan yang dimiliki.