Memenuhi panggilan
-(Senin, 19 Mei 2025)-
Apakah setiap perjalanan menuju selalu harus disertai perpisahan?
Akhirnya, saya tiba di momen ini—momen yang membawa perasaan campur aduk: antara rasa syukur dan kesedihan. Perasaan yang saya sadari perlu dikelola dengan baik agar tetap berada dalam titik keseimbangan.
Ini adalah kali kedua saya datang ke tempat ini. Pengalaman pertama terjadi saat saya melakukan survei lokasi untuk sebuah acara besar tingkat provinsi. Saat itu, kami sudah melakukan berbagai persiapan: dari menyusun konsep bersama event organizer hingga menentukan dress code. Tempat ini adalah salah satu lokasi yang kami survei secara langsung.
Namun, semua rencana itu akhirnya harus dibatalkan. Pandemi COVID-19 datang seperti serangan mendadak dari "negara api". Segala yang telah disiapkan tinggal menjadi catatan rencana.
Saya masih ingat, ketika survei pertama itu, saya menyempatkan diri berfoto di depan sebuah replika ikonik. Dan kini, saya kembali ke tempat yang sama—bukan sekadar untuk mampir, tapi untuk tinggal sementara. Kali ini, bukan hanya melihat replika, melainkan bersiap menuju ke tempat aslinya.
Saat merenungkan semua ini, saya merasa seperti sedang menjalani pola yang berulang. Ada beberapa peristiwa dalam hidup saya yang terjadi dua kali, seolah-olah ketika yang pertama belum selesai, maka yang kedua datang untuk menyempurnakan. Mungkin ini hanya cocokologi, tapi faktanya memang begitu adanya.
Namun, seperti halnya setiap perjalanan, pengalaman ini pun disertai dengan momen meninggalkan: meninggalkan orang-orang tercinta, dan juga melepaskan berbagai peran atau status sosial yang biasa melekat.
Apa pun itu, perjalanan ini adalah bagian dari episode hidup yang mesti dijalani—karena ia datang sebagai sebuah panggilan.