Jumat keramat
-(Sabtu, 14 Juni 2025)-
Akhirnya, kami mengalami situasi yang membuat naluri purba saya menangkap sinyal bahaya. Kami berada di tengah kerumunan padat, tepat di titik pertemuan antara arus jamaah yang berjalan berlawanan arah. Lokasinya dekat dengan dua tangga—naik dan turun—yang saat itu masih ditutup. Situasinya mulai mencekam, desakan semakin kuat, dan kami yang berada di tengah, sulit untuk bergerak, baik mundur maupun maju.
Untungnya, beberapa jamaah berinisiatif memaksa petugas untuk membuka akses tangga. Ketika itu, ada dua pilihan: naik atau turun. Sekilas, saya menangkap isyarat dari seorang petugas kebersihan yang menyarankan untuk naik. Kami pun mengikuti saran itu dan naik ke lantai atas. Ternyata, di sana masih cukup lega. Saya bahkan masih bisa memilih tempat sholat di dekat rak sepatu. Begitu juga dengan dia, di area jamaah wanita masih cukup lapang, sehingga kami tak perlu berjauhan. Kami bisa saling mengawasi dan mudah bertemu kembali setelah sholat.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat pagi kemarin. Sejak pukul enam, layanan bus berhenti beroperasi. Rasanya tidak mungkin jika kami harus berangkat dari hotel pukul enam. Maka kami putuskan untuk berjalan kaki. Kami sudah mulai terbiasa berjalan kaki di sini. Pukul sembilan lewat kami berangkat, dengan harapan tiba sekitar pukul sepuluh.
Payung, kacamata hitam, masker, dan topi kami kenakan untuk melindungi diri dari panas yang begitu menyengat.
Sesampainya di dekat pelataran Masjidil Haram, kami dihadapkan pada dua pilihan jalur. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, saya berasumsi bahwa jalur menuju gedung baru akan lebih dekat dan mudah diakses. Namun, ternyata jalur itu ditutup. Para jamaah diarahkan untuk memutar melewati rute yang lebih jauh. Ya, begitulah. Kejutan-kejutan kecil seperti ini memang sering terjadi dan harus disikapi dengan sabar dan lapang dada.
Mungkin pihak keamanan sudah mempertimbangkan matang-matang soal penutupan dan pembukaan jalur. Barangkali ini bagian dari manajemen kerumunan yang sangat kompleks—rekayasa arus yang harus tepat agar tak terjadi tabrakan massa yang bisa berujung fatal.
Sebelum masuk ke area masjid, kami menyempatkan diri ke toilet dan mengambil wudhu. Toilet pria dan wanita berjarak sekitar 100 meter, dan kami pun berpisah. Saat saya keluar dari toilet, saya melihat jalur antara toilet pria dan wanita mulai ditutup oleh petugas. Saya sempat panik karena dia belum keluar. Tapi saya teringat bahwa kadang-kadang petugas keamanan masih bisa dibujuk. Benar saja, ketika dia muncul, saya langsung menunjuk dan berkata, “My wife, my wife.” Alhamdulillah, petugas membuka pembatas itu.
Kami pun masuk ke gedung baru dan diarahkan naik lewat eskalator menuju lantai atas. Setibanya di lantai paling atas, kami melihat seluruh ruangan sudah penuh. Kami terus berjalan, menyusuri setiap sisi, berharap ada tempat kosong. Namun, hasilnya nihil. Akhirnya kami memutuskan kembali ke tempat awal kami tiba di lantai itu. Dan di situlah, situasi padat dan berdesakan seperti di paragraf awal tadi terjadi.
Begitulah sekelumit kisah kami dalam mencari tempat sholat Jumat di Masjidil Haram. Sebuah ikhtiar yang kadang memunculkan ketegangan, karena ribuan bahkan mungkin jutaan jamaah juga datang dengan semangat yang sama—ingin merayakan Jumat penuh berkah di tempat paling suci.
Di Masjidil Haram, mempercayai pengaturan petugas keamanan adalah kunci keselamatan. Saat kerumunan memuncak, rekayasa jalur akan diterapkan. Jalur yang kita lewati minggu lalu bisa saja sudah tak berlaku hari ini. Semuanya bisa berubah. Semua demi keselamatan dan ketertiban para jamaah.
Itulah Jumat di sini—hari yang membuat ribuan manusia rela berjalan kaki dalam panas terik demi secercah berkah. Karena bagaimanapun, Jumat itu berkah. Kadang juga keramat. Sebagaimana berkah dan keramatnya hari Jumat bagi para pejabat eselon II yang dilantik kemarin. Selamat dan sukses. Semoga keberkahan ini menyertai kita semua.
Dan tentu saja, siap-siap untuk eselon di bawahnya. Lokomotif sudah bergerak, maka gerbong pun akan ikut bergerak. Apakah juga akan terjadi pada hari Jumat? Mungkin tidak. Karena pada dasarnya semua hari adalah berkah.