Cavendish di Arab

-(Jumat, 27 Juni 2025)-

Ketika masih di Makkah, kami sering mendapat jatah makan siang yang disertai komplemen buah, dan diantaranya adalah pisang Cavendish. Pisang berkulit kuning cerah ini seperti menjadi salah satu buah standar dalam paket katering jamaah.

Saat kami mengunjungi sebuah toko makanan Indonesia, saya kembali melihat pisang Cavendish dipajang sebagai salah satu dagangannya. Bahkan saya sempat membelinya dengan harga 10 riyal per kilogram. Tak hanya itu, saat kami berjalan kaki dari Masjidil Haram kembali ke hotel, saya kerap melihat pedagang kaki lima menjajakan aneka buah, dan salah satunya—lagi-lagi—pisang Cavendish.

Waktu di Makkah itu, batin saya sempat bertanya-tanya: dari mana sebenarnya pisang-pisang Cavendish ini berasal? Apakah dari Indonesia, karena toko tempat saya membelinya ada embel-embel kata “Indonesia”? Atau dari negara lain? Sebab jika melihat kondisi geografis dan iklim Arab Saudi yang kering dan panas, rasanya kecil kemungkinan buah ini dibudidayakan secara lokal. Pasti impor. Saya mencoba berpikiran positif—barangkali memang dari Indonesia.

Namun, pertanyaan itu mulai menemukan jawabannya ketika kami tiba di Madinah.

Sore itu, selepas salat Ashar di Masjid Nabawi, kami berjalan-jalan santai untuk bertemu teman yang menginap di hotel berbeda. Ketika singgah di sebuah toko, dia tertarik membeli sesuatu. Di saat itulah saya melihat seorang karyawan toko sedang membongkar kardus-kardus berisi pisang dan menatanya di rak pajangan. Pandangan saya tertuju pada tulisan di kardus tersebut—dan di sanalah saya menemukan jawabannya: Ecuador.

Rupanya, pisang-pisang Cavendish yang selama ini kami makan di Makkah dan Madinah berasal dari Ecuador—sebuah negara di Amerika Selatan yang terkenal sebagai salah satu eksportir pisang terbesar di dunia.

Saya sempat tercenung. Bagaimana mungkin negara kita kalah dalam hal ekspor pisang dengan Ecuador? Padahal pisang adalah buah tropis, dan Indonesia termasuk negara penghasil pisang terbesar di dunia. Lebih ironis lagi, yang mengonsumsi pisang-pisang ini juga termasuk jamaah Indonesia sendiri.

Begitulah. Negeri kita, yang seharusnya mampu mengembangkan potensi produk pisang Cavendish secara optimal, tampaknya masih membutuhkan dorongan yang lebih kuat, lebih terkoordinasi, dan dilakukan dalam skala besar.

Soal bagaimana strateginya, saya yakin kita tidak kekurangan ahli. Banyak pakar pertanian dari universitas-universitas ternama yang mumpuni di bidang ini. Dan kalau pun masih bingung harus mulai dari mana, ya… kita bisa coba konsultasikan kepada ChatGPT.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

Pengembangan Organisasi

"Penajaman" Treasury Pada KPPN