Umroh
-(Selasa, 3 Juni 2025)-
Hari itu, kami telah merencanakan untuk melaksanakan umroh sunnah. Berbekal hasil survei kami ke Tan’im hari sebelumnya, kami memutuskan mengambil miqat di sana dengan memanfaatkan transportasi umum Bus Makkah. Waktu keberangkatan kami tetapkan selepas sholat Subuh di Masjidil Haram.
Agar tidak terlalu jauh berjalan kaki ke terminal bus, pagi itu kami memilih untuk sholat di pelataran luar Masjidil Haram yang berdekatan dengan terminal tempat Bus Makkah berada. Setelah sholat Subuh berjamaah, kami segera menuju terminal. Loket tiket ternyata sudah dibuka, meskipun hanya satu loket yang melayani.
Ternyata, banyak jamaah lain yang juga hendak naik bus tersebut. Saya ikut mengantre tiket. Di tengah antrean, beberapa orang di depan saya mengingatkan jamaah lain agar tertib dan tidak menyerobot ke depan. Teriakan “One line, one line!” menggema, membentuk antrean yang lebih rapi dan tertib.
Saat giliran saya tiba, saya berkata kepada petugas, “Tan’im, two person.”
“Eight riyal,” jawabnya singkat.
Saya menyerahkan uang 10 riyal dan menerima kembalian serta dua tiket bus. Empat riyal per orang, sungguh harga yang murah untuk perjalanan singkat namun sarat makna ini.
Kami masuk ke terminal dan menunggu kedatangan bus. Awalnya saya mengira hanya kami, orang Indonesia, yang menggunakan moda transportasi ini. Namun ternyata, kami bertemu dengan beberapa jamaah Indonesia lainnya yang juga hendak mengambil miqat di Tan’im.
Setibanya di Masjid Tan’im, suasana sudah cukup ramai oleh jamaah dari berbagai negara. Kami pun menepi sejenak. Mengingat umroh adalah ibadah fisik, kami menyadari pentingnya mengisi tenaga lebih dahulu. Karena kami sudah meninggalkan hotel sebelum Subuh, kami melewatkan sarapan yang disediakan PPIH. Sebagai gantinya, kami sudah menyiapkan bekal sederhana. Maka sebelum berganti pakaian ihram, kami duduk sejenak dan menikmati bekal seadanya itu.
Setelah makan, kami berganti pakaian ihram, melaksanakan sholat sunnah, dan mengucapkan niat umroh. Kini kami harus segera kembali ke Masjidil Haram untuk menunaikan rangkaian ibadah berikutnya: thawaf dan sa’i.
Meskipun tersedia Bus Makkah di halaman Masjid, kali ini, kami menerima tawaran dari seorang sopir taksi yang mengajak kami untuk bergabung dengan beberapa penumpang lain. Setelah proses tawar-menawar, disepakati tarif 5 riyal per orang. Jadilah kami naik bersama beberapa jamaah lain yang bukan dari Indonesia.
Kami diantar ke salah satu pintu masuk Masjidil Haram, dan dari sana kami berjalan masuk melalui sebuah lorong besar yang tampaknya masih baru. Lorong tersebut menyambung hingga ke pelataran gedung baru Masjidil Haram. Kami terus berjalan kaki menuju pelataran Ka’bah.
Pagi mulai bergeser menuju siang. Pelataran Ka’bah telah dipenuhi jamaah yang sedang melakukan thawaf. Kami pun bergabung dalam putaran yang mengelilingi Baitullah itu. Seusai thawaf, kami lanjutkan dengan sa’i antara Shafa dan Marwah, dan ibadah ini kami akhiri dengan tahalul.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar dan sesuai rencana. Hari itu menjadi pengalaman berharga bagi kami karena berhasil melaksanakan umroh secara mandiri, dari Tan’im hingga kembali ke pelataran Ka’bah.