Tujuh kali
-(Senin, 28 April 2025)-
Kemarin itu rekor. Jarak tempuh jalan kaki saya. Terbukti, aplikasi perekam itu memberi saya selamat. Yang saya memang telah berniat.
Tiba di lokasi itu, saya sudah merencanakan ini. Pertama berjalan berkeliling membentuk satu loop. Saya akan mengulanginya hingga 7 kali.
Hari-hari sebelumnya saya menghitung jumlah putaran dengan jari tangan saya. Yang kalau hanya sekedar mengingat, lamunan saat jalan kaki itu benar-benar bisa menimpa ingatan jumlah hitungan. Karenanya, saya gunakan jari tangan untuk menandainya.
Hanya saja, saya merasakan waktu berjalan sangat lambat. Mungkin karena hitungan dengan jari tangan itu. Yang membuat seolah-olah pikiran saya terus menghitungnya. Sehingga terasa lama sekali untuk mencapai 7 putaran.
Maka, hari itu saya ubah cara menghitung jumlah putaran itu. Saya petik 7 daun kecil-kecil itu. Saya masukkan ke saku celana. Saya kemudian berjalan. Kadang sambil mendengarkan suara burung, suara tupai, sembari mengamati pepohonan. Kadang sejurus kemudian, saya terdorong masuk dalam sebuah lamunan. Atau justru memikirkan satu hal atau satu kejadian. Di masa lalu atau masa depan. Sehingga seolah-olah saya tak hidup di masa kini.
Ketika kesadaran itu kembali, saya berusaha hidup di saat sekarang. Dengan menyadari apa yang sedang saya lakukan. Secara penuh. Tentu bukan hal yang mudah. Karena otak kita seolah seperti monyet yang loncat kesana, loncat kesini. Yang urutan pikiran itu, sama sekali tidak nyambung. Seolah paragraf-paragraf yang masing-masing berdiri sendiri. Yang tiba-tiba muncul begitu saja.
Setelah dapat satu putaran. Saya ambil satu daun dari kantong celana. Saya membungkuk, lalu saya taruh daun itu di satu tempat di pinggir jalan. Saya kembali berjalan memutar. Sesampainya di tempat start tadi, saya ambil lagi satu daun, saya taruh disamping kanan daun yang pertama. Lalu, saya lanjutkan jalan kaki, tanpa takut lupa sudah dapat berapa kali putaran.
Dengan tanpa memikirkan lagi jumlah putaran yang saya peroleh, rasanya waktu tak lagi terasa lambat seperti sebelum-sebelumnya. Jari tangan saya juga tak perlu membuat tanda atau kode jumlah putaran. Karena barangkali justru kode tangan saya itu malah membuat otak saya terus menghitungnya. Tanpa saya sadari.
Hingga akhirnya saya berhasil membuat 7 daun kecil itu berjejer. Artinya saya berhasil jalan kaki memutari lokasi itu. Yang ketika saya intip, mencapai 6 km lebih.
Selesai tantangan itu, saya lanjutkan dengan target kedua. Yaitu berjalan kaki lurus sepanjang hampir 400 meter, lalu balik lagi, dan terus balik lagi hingga 7 kali. Untuk latihan ini saya kembali gunakan daun kecil untuk menghitungnya. Hasilnya 3 daun di tempat start dan 4 daun di finish.
Sehingga, jarak tempuh jalan kaki saya itu ditambah dengan sebelumnya mencapai 9 km. Saya merasa cukup dengan latihan itu.
Kemudian saya menuju tempat kendaraan, dengan berjalan memutar dengan jarak yang lebih jauh. Akhirnya total jalan kaki saya mencapai 10 km lebih, yang nyaris menuju 11 km. Yang ketika saya perhatikan lamanya, tertulis 2 jam lebih.
Begitulah. Semua itu menjadi ikhtiar dan latihan, sekaligus sebagai persiapan. Ini juga menjadi cara saya mengenal cara kerja pikiran. Untuk melawan kebosanan. Dan melatih kesabaran. Yang baru-baru ini saya menemukan satu wawasan: Waktu bukan apa yang kita pikirkan. Waktu adalah pengalaman.