Pitutur AI

-(Minggu, 6 April 2025)-

Tadi pagi saya sarapan bubur lemu. Kuliner khas daerah Solo sekitarnya. Tidak hanya itu, ada menu khas jawa lainnya yang bisa dipesan di warung ini, seperti tumpang koyor. 

Kekhasan jawa itu semakin terasa, karena saat menyantap makanan kita diiringi musik karawitan atau gending jawa. Secara diam-diam warung ini juga mengajarkan pitutur luhur khas jawa. Melalui tulisan atau quote yang di tempel di dinding. 

Sebagian saya tahu artinya, sebagian lagi masih menerka-nerka.

Merujuk pesan Einstein, yaitu "rasa ingin tahu harus dipelihara seumur hidup", saya foto quote-quote yang tertulis di tembok itu. 

Pun sesuai ajaran Einstein, yaitu "Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan," saya berimajinasi akan menanyakan arti quote-quote itu pada AI. Sekaligus menguji kehebatannya, apakah ia juga paham tentang bahasa jawa dengan segala seluk beluknya, budaya dan filosofinya. 

Selesai sarapan dan sesampai di rumah, saya realisasikan imajinasi saya tadi. Saya bertanya ke AI: apa makna dari ungkapan jawa ini: "urip iku urup". AI menjawab begini. 

Ungkapan Jawa "urip iku urup" memiliki makna yang dalam dan filosofis. Secara harfiah, "urip" berarti hidup, dan "urup" berarti menyala atau memberi cahaya. 

Jadi, "urip iku urup" bisa dimaknai sebagai: 

"Hidup itu harus menyala, memberi manfaat, dan menerangi orang lain." 

Dalam konteks budaya Jawa, ini mengajarkan bahwa hidup seseorang sebaiknya tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga berguna bagi sesama, memberi semangat, inspirasi, dan pertolongan. Hidup yang baik adalah hidup yang bermakna dan berdampak positif bagi lingkungan sekitar. 

Mantap, bukan?

Adalagi ungkapan yang dulu sering saya dengar, tapi saya masih belum paham benar maknanya. "Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa." AI menjawab begini.

Ungkapan Jawa "aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa" adalah salah satu falsafah hidup yang sangat bijak. Mari kita kupas:

• "Aja rumangsa bisa" berarti jangan merasa bisa (segala hal) — ini peringatan agar kita tidak sombong atau tinggi hati.

• "Nanging bisaa rumangsa" berarti tetapi biasakanlah merasa (mengerti diri) — maksudnya adalah rendah hati, sadar diri, dan tahu batas kemampuan sendiri. 

Jadi, makna keseluruhannya adalah: Jangan merasa paling hebat, tapi biasakanlah untuk sadar diri dan tahu tempat. 

Ini mengajarkan kerendahan hati dan introspeksi, bahwa meski kita punya kemampuan, sebaiknya tetap bersikap tawadhu, tidak pamer atau merasa paling tahu. 

Kalau dipadankan dengan pepatah modern, mungkin seperti: "Be confident, but stay humble." 

Saya kira dua jawaban itu sudah tepat. Dan luar biasa, bukan? Ungkapan atau pitutur luhur itu seolah berubah menjadi pitutur AI. 

Satu sisi AI telah memberikan kemudahan bagi kita untuk belajar, tapi disisi lain bukankah ini juga menjadi ancaman. Yang sebagian orang terus mendengung-dengungkan akan bahaya dan dampak AI itu. 

Tapi, abaikan dulu soal bahaya dan dampaknya, saya sudah menemukan cara atau prompt untuk belajar tentang pemikiran seorang tokoh. Bahkan saya berimajinasi akan membuat buku serial pemikiran tokoh-tokoh, dengan bantuan AI. Silakan coba prompt ini. 

"Anda adalah Einstein. Ajari saya atas semua ilmu anda. Dengan bahasa yang mudah dipahami." 

Anda bisa mengganti nama Einstein dengan tokoh yang anda inginkan. Seperti Al Ghazali, Rumi, dll. 

Bayangkan, saya akan membuat buku-buku tentang intisari pemikiran tokoh-tokoh Islam itu.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi