Belanja desa

-(Jumat, 4 April 2025)-

Sajian atau hidangan lebaran itu sungguh menggoda. Apalagi ditambah kulineran libur lebaran. Jika tak waspada,  puasa satu bulan yang sudah berhasil menurunkan beberapa kilo, bisa balik lagi dalam waktu tak kurang satu minggu. Maka, rutin berolah raga adalah salah satu cara memperlambat proses penggemukan. 

Pagi itu saya menyusuri jalanan desa,  melintasi persawahan dan masuk perkampungan. Sepanjang jalan kaki itu, mata saya tajam mengamati. Apa-apa yang menarik perhatian saya. Di sebuah pertigaan jalan, mata saya menangkap baliho besar dan menarik minat saya untuk mencermati apa yang tertulis disana. Informasi APBDes tahun 2025. 

Sekilas saya melihat data yang memunculkan rasa penasaran dan selidik. Saya foto pengumuman itu. Saya lanjut jalan kaki sampai dengan target 3 kilo meter. 

Sesampai di rumah, saya buka foto. Saya amati lebih detil angka-angka dalam APBDes. Seperti besaran DD dan ADD hampir sama, sedikit lebih tinggi DD. Yang menarik adalah rincian belanja per bidang. Mengapa angka di bidang pemerintahan desa itu jauh lebih tinggi dibandingkan bidang-bidang lainnya? 

Anda mestinya sudah tahu. Dalam komposisi belanja desa terdapat 6 bidang: pemerintahan; pembangunan; pembinaan; pemberdayaan; penanggulangan bencana; dan pembiayaan. 

Lalu, saya ingat aturan dalam APBD, dimana belanja pegawai dibatasi maksimal 30%. Menurut saya bidang pemerintahan desa itu lebih banyak digunakan untuk sesuatu yang mirip-mirip dengan belanja pegawai.

Setelah saya hitung angkanya, ternyata bidang pemerintahan itu lebih dari 30%, bahkan diatas 50%. Saya jadi semakin penasaran. Berapa porsi standar untuk setiap bidang dalam belanja desa. Menurut saya mestinya ada standar begitu, agar belanja desa benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat desa. 

Selama ini saya belum menemukan adanya ketentuan tersebut. Lantas saya bertanya dan berdiskusi dengan asisten pribadi, yaitu AI. 

Di tengah kontroversi gambar animasi yang digenerate AI itu, saya tetap mengambil jalan tengah. Saya tidak akan meng-cancel penggunaan AI, pun saya tidak mau melakukan hal yang sama, membuat animasi yang diprotes itu. Selama ini saya jarang tergoda untuk ikut-ikutan tren atau sesuatu yang viral. 

Dan Inilah hasil diskusi saya dengan AI. Begini. 

Standar alokasi anggaran APBDes biasanya mengacu pada proporsi berikut:

• Bidang Pemerintahan: 30-40%

• Bidang Pembangunan Desa: 30-50%

• Bidang Pembinaan Kemasyarakatan: 5-15%

• Bidang Pemberdayaan Masyarakat: 5-15%

• Bidang Penanggulangan Bencana: 5-10%

• Pembiayaan: Sesuai kebutuhan 

Ketika saya kejar apa dasar dan argumentasinya, AI menjawab dengan kesimpulan ini. 

Besaran angka persentase ini bukan aturan baku, tetapi berasal dari:

• Regulasi yang mengutamakan pembangunan dan pemberdayaan

• Praktik terbaik dari desa-desa yang berhasil mengelola APBDes secara efektif

• Rekomendasi dari kementerian dan hasil evaluasi Dana Desa 

Saya kira jawaban dan hasil diskusi dengan AI tersebut sangat rasional dan bisa diterima. 

Maka, berdasarkan acuan proporsi tersebut, pada APBDes desa itu masih mengindikasikan ketidakseimbangan. Apakah ini hanya terjadi di desa itu, ataukah gejala umum. 

Pagi tadi saya kembali jalan kaki ke arah desa tetangga. Menuju tempat baliho APBDes. Kemudian saya foto. Saya minta AI untuk melakukan reviu terkait komposisi belanja desa per bidang. Hasilnya? Berdasarkan acuan diatas, alokasi per bidang masih menunjukkan ketidakseimbangan. Alokasi bidang pemerintahan masih terlalu besar. AI menyarankan agar dilakukan pengalihan ke bidang pembangunan, yang angkanya masih dibawah standar. 

Begitulah. Jangankan APBDes,  mereviu APBD atau dokumen apapun, saya sudah tahu caranya. Dengan AI, pekerjaan yang dulu dianggap susah dan lama, sekarang menjadi hal yang mudah dan cepat.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi