Imajinasi ketupat
-(Jumat, 11 April 2025)-
Sudah agak lama saya tak sarapan menu ini. Ketupat Kandangan. Syukurlah, pagi tadi saya bisa kembali merasakan kuliner khas itu. Soal cara makannya, saya sudah pernah menulisnya. Termasuk komposisinya.
Tapi, mari kita lihat lebih dalam. Ada gambaran apa dibalik bahan utama makanan itu.
Inilah yang saya lihat. Setidaknya ada 3 atau 4 bahan utama: beras yang diolah menjadi ketupat. Lalu kelapa yang diperas santannya dan dimasak menjadi kuah ketupat. Ada ikan haruan asap atau telur bebek rebus, yang menjadi pilihan lauk atau bisa juga dikombinasikan.
Bagaimana leluhur disini dulu membuat masakan itu? Apa yang ada dalam benak mereka?
Untuk merekonstruksikan peristiwa itu, yang dibutuhkan adalah imajinasi. Teori. Dan asumsi.
Teori pertama: manusia selalu mencari kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan. Teori kedua: manusia belajar dari alam. Dari binatang, hewan, tanaman dan tumbuhan. Berikutnya, kita perlu berasumsi. Saya kira jaman dulu, dimana belum banyak keinginan manusia dan belum ada aktivitas modern seperti main hp atau nonton film, mereka punya banyak waktu untuk berpikir dan mengkhayal.
Selanjutnya, mari kita berimajinasi.
Sebelum itu, orang jaman dulu barangkali hanya makan nasi dengan lauk ikan. Dengan kreatifitas dan daya nalar yang ia miliki, barangkali ia terus mencoba menemukan dan membuat resep masakan yang lebih enak. Untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan hidup. Melalui makanan.
Ketika leluhur itu melihat banyak kelapa, beras dan haruan di lingkungan sekitarnya, ia terus mencoba membuat satu masakan. Dengan memadukan bahan-bahan itu menjadi makanan yang lebih enak dan nikmat. Mereka punya banyak waktu untuk terus mencoba. Trial and error. Hingga ketemu satu resep atau menu yang enak, seperti ketupat kandangan itu.
Yang lebih sulit mungkin membayangkan bagaimana manusia menciptakan ketupat. Darimana ia bisa berpikir membuat itu. Ingat, manusia belajar dari alam. Ketika ia melihat pisang, ia mungkin berpikir: oh, ada sesuatu yang empuk yang dibungkus kulit (pisang) dan enak rasanya. Lalu, ia berpikir. Kalau begitu nasi bisa dibentuk seperti itu. Ia kemudian mencoba membungkus beras dengan daun pisang dan memasaknya. Jadilah lontong. Mungkin ujicobanya tidak hanya sekali, tapi bisa berkali-kali.
Bagaimana ia membuat ketupat?
Kita asumsikan mereka sudah mahir membuat anyaman dari daun kelapa untuk atap tempat tinggal. Setelah beberapa waktu sebelumnya ia berhasil membuat lontong, suatu ketika ia tak menemukan daun pisang. Tapi ia melihat banyak daun kelapa. Ia mungkin berpikir bagaimana menjadikan daun kelapa itu untuk bisa menjadi bungkus beras dan dimasak menjadi seperti lontong. Dengan keahlian dan kreatifitas anyamannya, ia berhasil membuat model ketupat itu. Ia mengisinya dengan beras, lalu dimasak. Dan jadilah ketupat seperti yang kita lihat sekarang.
Begitulah. Tentu itu hanya imajinasi ngawur saya. Yang banyak kelirunya. Atau malah omong kosong belaka. Tapi saya ingat apa yang dikatakan Einstein: "Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan." Karena pengetahuan itu terbatas, tapi imajinasi bisa membawa kita ke mana saja.