Melatih diri
-(Jum'at, 7 Maret 2025)-
Kalau anda mengawali puasa hari Sabtu lalu, berarti sekarang hari ketujuh. Gimana? Masih kuat?
Saya kira kuat dan tidak itu dimulai dari niat. Ditunjang dengan latihan. Bagi mereka yang sudah setiap tahun berpuasa, saya kira tidak akan jadi masalah. Apalagi sebelum bulan ramadhan sudah membiasakan puasa sunnah. Artinya puasa memang sudah menjadi kebiasaan.
Senyatanya, segala kemampuan manusia itu adalah keterampilan. Berhitung, berpidato, menyanyi, berpuisi, mendaki gunung, berenang, menulis, bermain musik, melukis, dll, bahkan memimpin adalah keterampilan. Dan untuk menjadi terampil atau ahli di satu bidang, tidak lain dan tidak bukan, kuncinya adalah latihan. Semakin banyak latihan, akan membuat seseorang mahir di bidang yang ia tekun melatih dirinya. Seseorang yang sudah dilatih sejak kecil, tentu akan memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang yang baru berlatih setelah dewasa. Dengan latihan yang terus-menerus pula akan mewujud menjadi kebiasaan dan membentuk budaya.
Maka, ketika kita mendapati di suatu masyarakat yang sembarangan membuang sampah, yang abai dengan kebersihan lingkungan, kita bisa telisik ke belakangan. Apakah warga disitu dilatih sejak kecil, sejak lama, untuk membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan. Sebagaimana ia sejak kecil diajarkan dan dilatih untuk sholat lima waktu, yang kemudian menjadi kebiasaan rutin yang melekat pada dirinya, maka hal yang sama, yaitu membuang sampah pada tempatnya, akan juga menjadi habit, dimana ketika ia tidak melakukan itu, akan timbul rasa bersalah atau rasa tidak nyaman, karena bertentangan dengan mindsetnya selama ini. Demikianlah cara kerja otak manusia.
Konon, begitulah asal muasal masyarakat Jepang yang tertib. Sebab mereka sudah diajarkan dan dilatih sejak anak-anak. Dilatih membuang sampah pada tempatnya, dilatih antri, dilatih menaati rambu lalu lintas, dilatih ketika lampu merah berhenti, dilatih makan di meja makan, dilatih untuk selalu berterima kasih dan minta maaf, dilatih untuk disiplin waktu dan dilatih keterampilan hidup lainnya, yang itu semua adalah skill-skill agar manusia bisa bekerja sama dalam komunitas yang besar.
Mudah-mudahan di TK dan SD, keterampilan-keterampilan itu diajarkan pada anak-anak. Termasuk juga dilatih untuk tidak mengambil bahkan sekedar menyentuh barang pribadi milik orang lain. Sehingga ketika ada HP atau dompet yang tergeletak di kursi ruang tunggu, yang karena masyarakat sudah dilatih untuk tidak menyentuh barang yang bukan miliknya, maka orang-orang hanya akan melihatnya sekilas tanpa ada keinginan untuk mengambil barang itu. Memindahkan ke tempat lain pun tidak, karena orang-orang itu sudah tahu, pemiliknya akan kembali ke situ untuk mengambilnya.
Bayangkan, ketika kita berada di lingkungan dengan masyarakat seperti itu, alangkah bahagianya karena tak lagi diliputi rasa was-was akan kehilangan barang di tempat umum. Bahkan, ketika HP ketinggalan di rumah pun merasa aman, karena tak khawatir isi HP dibuka oleh anggota keluarga atau pasangan. Sebab, semua orang sudah diajarkan dan dilatih untuk tidak menyentuh barang pribadi milik orang lain, termasuk milik pasangan.
Maka betapa latihan itu menjadi hal penting dan menentukan dalam membentuk sikap, karakter, kebiasaan dan keterampilan individu. Yang ketika individu itu berkumpul akan menjadi komunitas lalu berkembang menjadi masyarakat.
Ada banyak film yang mengajarkan tentang pentingnya latihan. Film karate kid misalnya. Bocah yang awalnya tak memiliki kemampuan berkelahi, akhirnya bisa mengalahkan lawannya, setelah ia berlatih keras. Gurunya melatih bocah itu untuk bisa disiplin menaruh jaket pada tempatnya. Si guru melakukan itu setelah melihat si bocah punya kebiasaan buruk melepas jaket sembarangan dan membiarkan tergeletak di lantai begitu saja. Kita tonton di film, si bocah disuruh untuk melepas jaket, lalu menaruhnya di cantolan yang ada di tiang, dengan gaya dan sikap yang sesempurna mungkin. Yang itu terus diulang-ulang seharian hingga bosan. Yang ternyata itu sekaligus latihan gerakan dasar untuk suatu jurus dalam bertarung.
Kenyataannya, melakukan ibadah di bulan ramadhan itu juga butuh latihan. Tidak hanya puasa, tetapi juga ibadah lain seperti tarawih, tahajud, tadarus dan bersedekah. Yang ketika itu dilaksanakan dengan tertib dan disiplin akan semakin melatih diri kita. Dengan kata lain, diperlukan latihan sebelum ramadhan, dan ketika tiba, ramadhan menjadi bulan latihan bagi kita. Yang harapannya, sehabis ramadhan, kebiasaan yang baik selama ramadhan dapat terus menjadi tradisi sampai dengan bertemu ramadhan kembali.
Begitulah. Seperti kata pepatah, “Ala bisa karena biasa”. Segala sesuatu menjadi mudah jika kita sudah terbiasa melakukannya. Pun kita diingatkan oleh Imam Al-Ghazali: “Jika kamu tidak menyibukkan diri dengan hal-hal baik, maka dirimu akan disibukkan oleh hal-hal yang buruk.”