Kemubaziran

-(Senin, 24 Maret 2025)-

Akhirnya, saya mesti buka rekening di bank itu. Saya telpon marketing. Dia siap membantu. Beberapa saat kemudian dia mengirim WA. Sebuah video dan pesan. Agar saya masuk ke aplikasi dan melakukan langkah-langkah seperti yang ada di video pendek itu. 

Saya tonton video itu. Tutorial untuk buka rekening sendiri. Melalui aplikasi. Luar biasa. Sudah secanggih ini jaman sekarang. Batin saya. Sebuah terobosan yang tentu sudah berdampak bagi bank itu. Orang tak perlu datang ke bank. Cukup dari apa yang kita gengam. Smartphone. 

Saya membayangkan, dengan hadirnya aplikasi itu, rasanya tugas CSO menjadi lebih ringan. Yang karena perusahaan itu biasanya konsen dengan efisiensi, maka pemangkasan jumlah CSO sangat mungkin terjadi. Inilah yang disebut disrupsi. 

Pada banyak contoh lainnya, disrupsi telah mencerabut sesuatu dari akarnya. Alias hilang selamanya. Mesin ketik. Telepon kabel rumah. Kertas berkarbon. Kalkulator. Tip ex. Mesin stensil. Berkirim surat ke pacar atau keluarga. Semuanya sudah tiada. Setidaknya di tempat saya. Sesuatu yang dulu eksis, akhirnya tenggelam oleh arus jaman. Mengapa? Karena semua yang disebutkan itu tak bisa berenang. Maka, jika anda tidak ingin tenggelam, belajarlah berenang. Mengarungi jaman. Yang bisa kita maknai sebagai beradaptasi melalui gerak, gaya dan posisi yang sedemikian rupa, sehingga kita tidak tenggelam.

Demikianlah. Disrupsi telah mengubur itu semua.

Anehnya, tidak dengan yang satu ini. 

Ini sesuatu yang akhirnya saya mesti bertanya dengan pertanyaan yang diajukan oleh Squidward. Ketika ia sewot melihat permainan yang dimainkan oleh Spongebob. Orang macam apa yang dulu menciptakan permainan konyol itu?

Ketika tadi berangkat ke langgar, saya melewati sekumpulan anak-anak. Mereka tampak riang dengan permainan yang sedang mereka lakukan. Sesuatu yang sebenarnya membahayakan. Bagi dirinya. Dan juga orang lain. 

Batin saya langsung istighfar. Hari gini masih saja ada permainan itu. Yang sama sekali tak ada nilai manfaatnya. Di banyak kejadian, justru membawa korban. Bagaimana mungkin di jaman modern dan secanggih ini, permainan itu masih bisa bertahan?

Artinya, dia tak kena disrupsi. Padahal, sudah banyak permainan yang tak lagi dimainkan oleh anak-anak dan juga orang dewasa. Sudah kalah dengan main HP.

Memang saya tak bisa menyajikan data perbandingannya. Antara sekarang dan dulu. Berapa jumlah yang masih memainkannya. Tapi dengan satu contoh yang tadi saya lihat sendiri, mungkin sudah cukup menjadi dasar sebuah argumen. Toh, kita pernah lihat orang yang berargumen hanya dengan satu, dua data. Yang kemudian dia tarik kesimpulan seolah itu sudah mewakili semuanya.

Sebenarnya permainan itu tak berlangsung sepanjang tahun. Ia hanya muncul saat bulan puasa. Yang kemudian menjadi stigma, bahwa bulan puasa identik dengan hal itu. Yang tentu itu sebuah paradoks. 

Maka, sudah saatnya melihat kedepan. Dengan sebuah pertanyaan. Bagaimana caranya membuat bulan ramadhan bisa mendisrupsi hal-hal yang bersifat mubazir alias nir manfaat bagi umat. Ini yang mestinya menjadi PR. Atau jangan-jangan saya yang berlebihan. Entahlah.

Begitulah. Semoga anda sudah bisa menduga. Apa yang dimainkan anak-anak itu.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi