Profesi baru
-(Kamis, 20 Maret 2025)-
Hari ini saya kedatangan tamu. Pimpinan satu bank yang menangani pensiun. Silaturahmi. Karena baru disini. Selama disini, saya hitung sudah 3 kali di bank itu ada pergantian pimpinan. Bank yang itu malah 4 kali. Tempo hari pimpinan barunya juga silaturahmi. Artinya ada yang belum setahun sudah pindah. Tentu di setiap instansi punya kebijakannya sendiri. Pasti beda. Meski ada yang sama. Sama-sama akan pindah pada waktunya.
Ada perbincangan menarik.
Pertama, kami sepakat untuk kolaborasi mengadakan kegiatan pembekalan persiapan pensiun bagi ASN yang tahun ini dan/atau tahun depan purna tugas. Tentu, saya menyambut baik. Prinsipnya, kalau itu bisa memberikan manfaat kepada banyak orang, kenapa tidak. Ada sebagian orang yang akan pensiun, ternyata belum siap. Belum siap aktivitas penggantinya. Atau belum siap mentalnya. Karenanya perlu disiapkan. Barangkali acara ini nanti akan menjadi pemantik. Untuk segera memikirkan: apa aktivitas setelah purna tugas. Atau lebih jauh lagi: apa profesi barunya nanti.
Kenyataannya, tidak sedikit orang yang pensiun masih merasa muda. Paling tidak semangatnya. Dia butuh aktivitas untuk mengisi hari-harinya. Tidak peduli tabungannya sudah banyak. Tetap saja tidak sehat jika hanya berdiam diri. Satu minggu dua minggu barangkali merasa bebas dari aturan kerja. Tak perlu absen. Tak ada apel. Merdeka. Tapi, tanpa aktivitas, lama-lama juga akan jenuh. Bosan. Yang bisa membahayakan mental. Dan menurunkan kesehatan badan.
Pada dasarnya setiap orang butuh aktualisasi diri. Dengan berkegiatan, bekerja, bertemu orang, adalah bentuk aktualisasi diri. Dengan begitu, manusia akan mendapatkan makna hidupnya. Yang akan terus memberikan semangat dalam menjalani hari-harinya.
Apalagi jika aktivitas itu menghasilkan uang. Yang bisa menjadi pengganti atau menutup penghasilan. Yang turun setelah pensiun. Atau siapa tahu aktivitas baru atau profesi baru itu bisa menghasilkan uang yang lebih besar. Dari penghasilannya dulu semasa masih bekerja kantoran. Kalau bisa seperti itu, bisa jadi orang itu akan menyesal, kenapa tidak sejak dulu ambil pensiun dini.
Di kesempatan acara itu, tidak hanya akan memberikan pembekalan, tapi juga menjelaskan contoh-contoh bisnis yang bisa digeluti selepas pensiun. Termasuk penawaran modal kerjanya. Dalam bentuk pinjaman. Yang barangkali tanpa agunan.
Kedua, saya juga mendapat cerita. Meski layanan sudah modern dan tidak mengharuskan pensiunan datang ke kantor bank, tidak sedikit para pensiunan itu lebih memilih untuk datang langsung ke bank itu. Untuk mengambil uang pensiun. Pun tempo hari saat THR pensiunan itu dibayar, banyak yang datang ke kantor bank itu. Untuk sekalian reunian bersama teman-teman. Ini tentu menjadi sebuah kebahagiaan. Bisa saling cerita dan juga tertawa bersama mengenang masa silam.
Saat tanggal muda, katanya, tidak sedikit yang datang ke kantor bank itu untuk bisa bertemu, saling sapa dan bisa bercerita. Yang tentu para pegawai bank itu akan dengan sabar mendengarkannya.
Sambil bercanda saya bilang. Ini peluang untuk tambah pegawai baru. Di bank itu. Yang tugasnya khusus untuk mendengarkan. Sebagai salah satu bentuk layanan. Kelihatannya gampang, padahal mendengarkan itu lebih sulit daripada bicara. Karena kebanyakan orang ingin berbicara dan didengarkan. Dengan kata lain, mendengarkan dengan baik itu butuh kemampuan khusus. Yang dengan kemampuan itu akan membuat senang orang yang berbicara. Bisa dipastikan orang itu pulang dengan riang gembira. Dalam hati ia berjanji akan kembali. Di lain hari.
Begitulah. Barangkali itu gambaran. Yang sebagian orang juga akan alami. Kelak.