Tantangan pemimpin
-(Ditulis tanggal 6 Maret 2025)-
Sungguh terlalu jika belum tahu institusi ini. Lembaga Administrasi Negara. Disingkat LAN. Akhir tahun lalu, LAN membuat kajian. Mereka melakukan survei dengan responden para pemimpin di beberapa level. Terutama top dan middle. Di sektor publik dan swasta. Ada 4 ribuan responden. Yang intinya bagaimana persepsi para pemimpin tentang isu-isu leadership terkini. Apa yang menjadi tantangan. Strategi solusi. Kompetensi apa yang mesti dimiliki. Yang hasil kajian itu kemudian menjadi outlook tahun 2025.
Saya menyimak webinarnya. Pun membaca ringkasan eksekutif kajiannya. Menarik. Apa saja tantangan kepemimpinan di tahun 2025?
Ada 7 isu utama. Dan telah diurutkan dari yang tertinggi sesuai hasil survei. 3 besar pertama adalah isu integritas & korupsi; isu teknologi & transformasi digital; dan isu ekonomi. Untuk ketiga isu itu, angka hasil surveinya diatas 20%. Yang isu integritas malah diatas 30%. Artinya, sebagian besar responden memberikan konfirmasi dan perhatian atas 3 isu itu. Keempat isu berikutnya: SDM; globalisasi; lingkungan; dan workplace. Masing-masing angkanya dibawah 10%. Isu yang terakhir dibawah 1%.
Dari setiap isu, barangkali anda sudah bisa menebak elaborasinya seperti apa. Isu integritas. Berita belakangan ini mengkonfirmasi hasil kajian itu. Pun dengan 2 isu utama lainnya. Atas 3 isu itu, saya rasa semua pihak sudah tahu bagaimana strategi mengatasinya. Bahkan sebelum ada kajian ini. Para pemimpin juga sudah paham. Karena solusi yang ditawarkan merupakan jawaban dari para responden. Tapi, mengapa masih terjadi? Ada di kajian itu.
Saya kira, untuk para pemimpin, perlu membaca hasil kajian itu. Yang nanti seiring waktu, bisa mencocokkan dengan kondisi faktual yang dialami. Apakah outlook itu benar? Ataukah anda punya persepsi lain atas tantangan kepemimpinan di tahun ini.
Kenyataannya, saya tidak menjadi bagian dari responden. Bagi yang sudah WBBM, isu pertama tak lagi menjadi soal di lingkungan internal. Untuk isu kedua, saya sepakat. Melakukan transformasi digital bukan hal yang mudah. Tapi ini bukan berarti tidak bisa. Butuh waktu dan effort ekstra. Seperti ketika mendorong digitalisasi pembayaran. Implementasi transaksi non tunai masih harus didorong. Dan terus didorong. Barangkali infrastruktur di daerah masih menjadi tantangan. Mindset juga perlu diubah. Dan tentu saja faktor budaya. Yang itu membutuhkan pembiasaan.
Sejatinya, transformasi digital ini berkaitan erat dengan upaya mengatasi isu pertama. Karena itu pemerintah bersikeras menerapkan SPBE. Yang dalam pengadaan barang dan jasa, mendorong penggunaan e-katalog. Diyakini, transformasi digital seperti transaksi non tunai, akan mampu mencegah tindakan fraud. Karena sistem yang bekerja. Semua tercatat otomotis. Serta sulit dimanipulasi.
Isu ekonomi juga menarik untuk dicermati. Hasil kajian menempatkannya pada posisi ketiga. Barangkali dengan situasi saat ini, jika disurvei lagi, bisa jadi isu ini naik ke level 2. Tanpa membaca kajian itu, anda mungkin bisa mengira-ngira. Atau silakan dicari. Isi dari tantangan ekonomi ini.
Tentu saja saat ini yang terpenting adalah langkah apa yang mesti dilakukan. Tidak berhenti pada rumusan aksinya, tapi aksi riilnya.
Begitulah. Bahwa aksi ini yang lebih penting. Rasanya sudah banyak kajian yang dilakukan. Apapun sudah dikaji. Tinggal bagaimana semua rekomendasi itu dilaksanakan. Pada akhirnya kembali kepada niat dan komitmen. Hanya saja, kadang semuanya juga dipengaruhi oleh adanya kepentingan. Untuk itu, agar aksi-aksi itu bisa berjalan baik dan mencapai tujuannya, diharapkan semua pihak yang terlibat tidak memiliki kepentingan masing-masing. Dengan kata lain, semua pihak nihil kepentingan. Alias tidak berkepentingan.
Walau memang akan ada akibatnya. Barangkali mereka akan dilarang masuk. Sebagaimana peringatan yang ditempel di pintu. Disitu tertulis: Yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Sebuah kontradiksi kata-kata. Alias paradoks.
Dan bagaimanapun hidup ini penuh dengan paradoks. Seperti kata Albert Einstein: "Dunia tidak akan dihancurkan oleh mereka yang berbuat jahat, tetapi oleh mereka yang melihatnya tanpa melakukan apa-apa.