Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Ziarah ke Rasulullah

-(Senin, 30 Juni 2025)- Tempo hari saya menulis ini setelah selesai berziarah ke makam Rasulullah SAW. Sejak saya mulai antre masuk hingga keluar dari area makam, kira-kira saya memerlukan waktu lebih dari satu jam. Artinya, para jamaah harus benar-benar bersabar berdiri menunggu giliran. Begitu banyak jamaah yang antusias ingin mengucapkan salam kepada Rasulullah dan dua sahabatnya yang mulia, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. dan Sayyidina Umar bin Khattab r.a. Biasanya, antrean panjang seperti ini terjadi usai shalat fardhu, karena mayoritas jamaah langsung melanjutkan ke ziarah. Jika datang di jam-jam lain, situasi relatif lebih lengang dan jalur ziarah bisa dilewati dengan lebih cepat. Namun, justru di situlah letak keistimewaannya: semakin panjang antrean, semakin panjang pula waktu kita berada di dekat makam. Saat itu, ketika sedang dalam antrean, saya melihat seorang jamaah yang kelelahan. Ia keluar dari barisan dan berbaring di lantai. Melihat kondisi itu, saya merasa petug...

Masjid Quba

-(Minggu, 29 Juni 2025)- Kami empat kali ke Masjid Quba. Tak hanya semata-mata karena sholat dua rakaat di sana pahalanya sama dengan umroh, tapi ada tempat yang ingin kami kunjungi: Al Sirah dan kebun kurma yang ada sumur, di mana dulu Nabi SAW pernah minum dan ambil wudhu di situ saat pertama kali hijrah ke Madinah. Saat momen ketiga di sana, yang berbeda dengan dua sebelumnya, kami datang pada malam hari, selepas sholat Isya di Masjid Nabawi. Kami naik mobil golf berbayar PP 20 riyal. Ketika perjalanan naik mobil golf di malam hari itu, kami mendapati pemandangan yang menggambarkan kehidupan masyarakat Arab. Mereka bermain di waktu malam. Mereka duduk santai di lapangan berumput. Anak-anak bermain dengan sesama mereka. Bahkan pada sekitar jam 11 malam, masih ramai anak-anak bermain. Barangkali karena udara di siang hari yang sangat terik, mengubah kebiasaan mereka untuk lebih banyak beraktivitas dan menikmati harinya di luar rumah di malam hari. Di sepanjang jalan ke Masjid Quba, ka...

Campur aduk

-(Sabtu, 28 Juni 2025)- Di setiap eska yang terbit, selalu ada tiga perasaan yang muncul: bahagia, sedih, dan campur aduk; atau senang, kecewa, dan di antara keduanya — ada rasa senang tapi ada pula rasa kecewa.  Barangkali memang sudah menjadi sifat dasarnya, keputusan semacam ini tak pernah bisa menyenangkan semua orang. Bahkan bagi mereka yang penempatannya sesuai harapan, terkadang rasa puas itu berubah menjadi kecewa ketika mendapati rekan lain justru mendapat tempat yang dianggap “lebih baik”.  Maka kemudian muncul beragam pertanyaan di benak: Mengapa belum juga pindah ke kampung halaman? Mengapa orang itu sudah kembali ke pusat? Kenapa tidak di sana saja? Mengapa balik lagi kesitu? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini seringkali justru membuat hati semakin gundah gulana.  Hanya saja, eska sudah kadung terbit. Yang berarti, mau tidak mau, kita harus berangkat ke tempat baru. Itulah konsekuensi dari sebuah pilihan hidup. Tugas pun menanti, tanggung jawab pun berpindah....

Cavendish di Arab

-(Jumat, 27 Juni 2025)- Ketika masih di Makkah, kami sering mendapat jatah makan siang yang disertai komplemen buah, dan diantaranya adalah pisang Cavendish. Pisang berkulit kuning cerah ini seperti menjadi salah satu buah standar dalam paket katering jamaah. Saat kami mengunjungi sebuah toko makanan Indonesia, saya kembali melihat pisang Cavendish dipajang sebagai salah satu dagangannya. Bahkan saya sempat membelinya dengan harga 10 riyal per kilogram. Tak hanya itu, saat kami berjalan kaki dari Masjidil Haram kembali ke hotel, saya kerap melihat pedagang kaki lima menjajakan aneka buah, dan salah satunya—lagi-lagi—pisang Cavendish. Waktu di Makkah itu, batin saya sempat bertanya-tanya: dari mana sebenarnya pisang-pisang Cavendish ini berasal? Apakah dari Indonesia, karena toko tempat saya membelinya ada embel-embel kata “Indonesia”? Atau dari negara lain? Sebab jika melihat kondisi geografis dan iklim Arab Saudi yang kering dan panas, rasanya kecil kemungkinan buah ini dibudidayakan ...

Jamaah kompak

-(Kamis, 26 Juni 2025)- Kenyataannya, jamaah Indonesia itu paling kompak. Setidaknya, saya melihat ini dari beberapa fenomena menarik yang berulang saya temui selama ibadah haji. Pertama, dari seragam yang dipakai. Ada yang disebut sebagai batik haji nasional—sebut saja begitu. Kali ini berwarna ungu. Batik ini umum dikenakan saat momen penting seperti keberangkatan dan kepulangan jamaah. Bahkan, ada pula rombongan yang tetap mengenakannya saat melakukan tawaf ifadah, tawaf wada, atau ketika berombongan masuk ke Raudhah di Masjid Nabawi. Kadang juga dipakai beberapa kali saat jamaah ke masjid. Seragam ini tidak hanya menjadi penanda kebangsaan, tetapi juga memberikan rasa kebersamaan dan identitas. Di tengah jutaan jamaah dari berbagai negara, batik ungu itu seperti ‘bendera’ yang menyatukan dan memudahkan saling mengenali. Kedua, ada pula seragam KBIH. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) ini bahkan memiliki berbagai varian seragam. Ada batik KBIH, kaos KBIH, dan tambahan atribut sep...

Ibadah di Nabawi

-(Rabu, 25 Juni 2025)- Ada beberapa hal yang biasa dilakukan oleh jamaah di Masjid Nabawi. Salah satunya adalah melaksanakan sholat berjamaah lima waktu secara konsisten hingga mencapai 40 kali berturut-turut, yang dikenal dengan istilah arba’in. Selain itu, jamaah juga berdoa di Raudhah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW. Tentunya, berbagai bentuk ibadah lainnya pun dapat dilakukan di masjid ini, seperti berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan melaksanakan sholat-sholat sunnah. Untuk masuk ke Raudhah, selain melalui jatah yang telah diatur oleh rombongan atau kloter, jamaah juga dapat mengaksesnya secara mandiri dengan terlebih dahulu melakukan pemesanan (booking) melalui aplikasi Nusuk. Sementara itu, ziarah ke makam Rasulullah SAW dapat dilakukan setiap hari tanpa perlu registrasi terlebih dahulu. Memang, waktu yang disediakan untuk ziarah ini sangat singkat—jamaah hanya bisa melewati makam dan mengucapkan salam dengan tertib, tanpa berlama-lama. Demikian pula saat berada di Raudhah: w...

Magnet ekonomi

-(Selasa, 24 Juni 2025)- Kenyataannya, pelaksanaan haji dan umrah telah membawa berkah ekonomi yang luar biasa bagi Arab Saudi. Lihat saja di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi—dua pusat ibadah utama umat Islam—berdiri ratusan, bahkan mungkin ribuan hotel yang siap menampung para jamaah dari seluruh dunia. Belum lagi mall-mall dan pusat perbelanjaan yang menyediakan berbagai macam barang, baik yang menjadi kebutuhan maupun keinginan para jamaah haji dan umrah. Dua masjid suci tersebut telah benar-benar menjadi magnet spiritual sekaligus magnet ekonomi. Lingkungan sekitarnya berkembang menjadi pusat bisnis yang sangat hidup. Ketika jamaah ingin mencari dan membeli barang apa saja, sepertinya semua telah tersedia. Mulai dari perhiasan, pakaian, makanan khas, obat-obatan, hingga oleh-oleh khas Timur Tengah. Aktivitas ekonomi ini menjadi denyut tambahan yang menyertai ibadah para jamaah. Saya kira, kondisi ini telah disadari sejak lama oleh pemerintah Arab Saudi. Maka tidak mengheran...

Karunia air

-(Senin, 23 Juni 2025)- Kenyataannya kami sudah berada di Madinah. Dari Makkah kami dibawa dengan menaiki bus yang disediakan oleh PPIH. Semua barang juga dibawa. Artinya, setelah dari Madinah, kami tak kembali ke Makkah. Sesudah 8–10 hari di Madinah, kami akan langsung kembali ke Tanah Air melalui bandara di Madinah. Perjalanan darat dari Makkah sampai ke Madinah ditempuh sekitar 6–7 jam. Kami melewati jalan raya dengan kanan-kiri daerah seperti gurun pasir, kadang bertemu dengan bukit-bukit berbatu. Benar-benar tanah yang kering. Tapi kami bisa melihat unta-unta, dan juga—yang membuat saya terkejut—saya melihat beberapa monyet. Bagaimana mereka hidup di tengah daerah yang nampak kering begitu? Barangkali itulah di antara keajaiban yang saya dapati di sini. Di daerah yang nampak hanya bebatuan dan pasir, dengan panas yang terik dan tak sekalipun ada hujan selama di sini, tapi sepertinya air bukan menjadi masalah. Di hotel-hotel, di Masjidil Haram, air sepertinya sangat melimpah. Denga...

Logo visi

-(Minggu, 22 Juni 2025) Dalam perjalanan ke beberapa tempat, termasuk ketika memperhatikan banyak gedung toko dan lainnya, ada satu hal yang menarik perhatian saya. Saya mendapati sebuah logo yang banyak ditempel di berbagai tempat. Barangkali ini sebagai bentuk sosialisasi dan internalisasi kepada masyarakat, termasuk kepada jamaah dari luar negeri. Logo itu adalah tentang Visi 2030 Kerajaan Saudi Arabia. Memang di logo itu tidak disebutkan apa saja visinya, tapi setidaknya dengan maraknya logo tentang visi tersebut, akan memancing orang untuk tahu apa yang akan dicapai pada tahun 2030. Saya kira ini juga menjadi upaya untuk membentuk mimpi bersama, dan untuk mendapatkan dukungan serta sokongan dari masyarakat. Bisa jadi, ini juga menjadi cara untuk menyiapkan warga Arab Saudi dalam menyongsong visi besar tersebut. Apa yang dilakukan Arab Saudi ini mengingatkan saya pada pentingnya menyampaikan visi secara konsisten dan visual. Logo bukan sekadar gambar—ia merupakan simbol yang dapat ...

Bukan alumni

-(Sabtu, 21 Juni 2025)- Tibalah giliran saya untuk memperkenalkan diri. Setelah menyebutkan nama dan asal daerah—yang kebetulan relatif dekat dengan pondok pesantren tempat para alumni ini berasal—saya berkata, “Sayangnya, saya bukan alumni. Saya hanya menemani istri, yang saya pun tidak tahu apakah ia juga alumni.” Ucapan itu mengundang tawa dan senyum dari para peserta yang hadir malam itu. Acara ini sebenarnya merupakan pertemuan alumni sebuah pondok pesantren yang terletak di daerah tetangga kabupaten kami. Istri saya diundang oleh temannya untuk ikut hadir. Rupanya, salah satu senior dari temannya—yang kini memimpin sebuah travel haji dan umroh dan tengah memimpin rombongan haji ONH Plus—mengundang mereka untuk makan malam dan bersilaturahmi. Mereka menginap di sebuah hotel yang lokasinya sangat dekat dengan pelataran Masjidil Haram. Setelah sholat Maghrib, kami pun bertemu. Ada beberapa alumni yang tahun ini mendapat kesempatan berhaji, dan momen ini menjadi ajang yang hangat un...

Badal umroh

-(Jumat, 20 Juni 2025)- Ada beberapa tempat untuk ambil miqot ketika jamaah ingin melaksanakan umroh sunnah. Beberapa kali kami ambil miqot di masjid di Tan’im. Hari itu, ketika kami naik Bus Makkah dari Terminal Syeb Amir, dalam perjalanan saat bus berhenti di satu tempat, masuklah seorang petugas dan berteriak nyaring dalam bahasa Arab. Meski kami tak paham bahasanya, kami mengerti maksudnya. Petugas itu bertanya kira-kira, apakah ada yang mau ke Ji’ronah? Ketika mendengar kata itu, kami jadi kepikiran, mengapa tidak sekali-kali ambil miqot di Ji’ronah? Karena itu, kami merencanakan nanti setelah balik ke Harom, kami akan bertanya ke loket tiket bus Makkah: naik apa ke Ji’ronah? Selain karena kami adalah jamaah mandiri, alasan ekonomis juga menjadi pertimbangan memilih naik Bus Makkah setiap kali ambil miqot. Untuk sampai ke Tan’im, kami naik Bus Makkah nomor 2 dari Terminal Syeb Amir dengan tarif 4 riyal. Untuk kembali ke Harom, tidak lagi naik bus yang sama, tapi ada bus nomor 12 d...

Kasur Arafah

-(Kamis, 19 Juni 2025)- Saat itu saya berada dalam tenda di Padang Arafah, menanti waktu wukuf yang akan berlangsung esok harinya—sebuah momen puncak haji. Di sinilah jutaan jiwa berkumpul dalam kesamaan niat, merendahkan diri di hadapan Allah, memohon ampun, dan menaruh segala harapan kepada-Nya. Namun, realita yang dihadapi di dalam tenda itu mengajarkan sesuatu yang lebih dari sekadar kesabaran. Setiap jamaah mendapat jatah satu kasur tipis—lebarnya kira-kira selebar badan atau sekitar dua setengah jengkal tangan saya. Kasur-kasur itu ditata rapat berjejer tanpa sekat, tanpa celah. Tak bisa dihindari, tubuh bisa saling bersentuhan saat malam tiba, ketika jamaah terlelap. Ketika ada yang ingin keluar dari tenda, jalannya pun tidak mudah. Beberapa kasur harus diinjak dengan sangat hati-hati, tentu dengan perasaan tak enak hati kepada sesama. Ini adalah ruang di mana privasi benar-benar dilepas, dan kenyamanan pribadi dikorbankan demi kebersamaan. Namun, barangkali kondisi dalam tenda ...

Rawon Arab

-(Rabu, 18 Juni 2025)- Setelah hampir sebulan di sini, bisa kembali bertemu dengan rawon, lemper dan onde-onde itu rasanya seperti sesuatu yang sangat berarti. Rupanya, ada teman dia yang bekerja di Jeddah. Setelah beberapa hari sebelumnya menyusun rencana untuk kopi darat, hari itu adalah saat realisasinya.  Rencana mereka termasuk pertemuan di sekitar Masjidil Haram, setelah salat Jumat. Barangkali dalam bayangan mereka, pertemuan akan berlangsung mudah. Tapi kenyataannya, taksi yang membawa temannya tidak bisa mendekati pelataran Masjidil Haram. Mereka diturunkan cukup jauh dari area masjid. Karena itu, selepas salat Jumat, di tengah terik matahari yang menyengat, kami berjalan mengikuti petunjuk dari peta yang dikirim lewat WA. Jalan yang kami lalui adalah rute baru bagi kami, sehingga kami tetap berjalan dengan rasa ragu—benarkah ini arah yang benar? Barangkali, seperti inilah sensasi berjalan di tengah panas seperti yang dialami sebagian jamaah tempo hari saat berjalan kaki d...

Masjid Taif

-(Selasa, 17 Juni 2025)- Setiap tempat memiliki sesuatu yang bisa dipelajari. Bila itu merupakan hal baik dan bermanfaat, tidak ada salahnya untuk kita tiru dan terapkan di tempat kita sendiri. Itulah yang saya rasakan saat berkunjung dan melaksanakan salat di Masjid Abdullah bin Abbas di kota Taif, Arab Saudi. Setelah menunaikan salat di bagian belakang masjid, saya berjalan menuju bagian tengah dan kemudian ke bagian depan, dekat tempat imam. Di sana, saya menemukan dua hal menarik yang sangat berkesan dan memberi inspirasi. Pertama, saya melihat adanya fasilitas sandaran permanen di beberapa titik dalam masjid. Bentuknya seperti bangku panjang, yang panjangnya kira-kira lima meter. Fasilitas ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat duduk, tetapi juga sebagai sandaran bagi jamaah yang mungkin kesulitan duduk tegak dalam waktu lama, atau bagi mereka yang tidak bisa berdiri saat salat. Saya mencoba duduk di salah satu sandaran itu. Rasanya nyaman sekali. Posisi duduk menjadi lebih rile...

Botol plastik

-(Senin, 16 Juni 2025)- Salah satu kebutuhan utama manusia adalah air minum. Dengan suhu ekstrem yang kadang di atas 40 derajat Celsius, air menjadi hal penting untuk dikonsumsi jamaah haji agar tidak dehidrasi, yang bisa berakibat fatal. Untuk memenuhi kebutuhan logistik air minum, salah satu cara yang praktis dan efisien adalah penggunaan botol plastik. Ini juga bisa mencegah kontaminasi. Setiap hari, dalam frekuensi tiga kali, setiap jamaah mendapatkan jatah satu botol air minum. Jika kurang, telah tersedia galon isi ulang di setiap lantai hotel. Ketika di Arafah, di setiap tenda telah disiapkan tumpukan botol air minum, begitu juga di tenda Mina, juga telah disiapkan berbotol-botol air minum. Semuanya, jika saya perhatikan, sangat melimpah dan tidak habis ketika jamaah selesai di Arafah atau di Mina. Di dekat setiap terminal bus atau di pinggir jalan, sering saya lihat para dermawan membagikan air minum dalam kemasan botol. Itu tentu disambut baik dan gembira oleh para jamaah haji....

Pelataran Ka'bah

-(Minggu, 15 Juni 2025)- Sore itu, kami berangkat menuju Masjidil Haram dengan menaiki bus layanan gratis. Setelah puncak haji, pelataran Ka’bah kembali dibuka untuk jamaah, baik yang mengenakan pakaian ihram maupun tidak. Kami pun berniat menunaikan salat Maghrib dan Isya di pelataran Ka’bah. Sesampainya di sana, sesuai rencana, dia masuk ke area khusus wanita untuk mencari tempat salat. Sementara itu, saya akan melakukan tawaf sunnah terlebih dahulu. Seperti biasa, tujuh gelang karet saya kenakan di tangan kiri sebagai penanda putaran. Dari sudut Hajar Aswad, saya memulai tawaf di tengah padatnya jamaah. Jarum jam besar di tower gedung itu telah mendekati pukul tujuh malam—waktu Maghrib hampir tiba. Saat saya telah menyelesaikan dua putaran, saya menghentikan langkah di antara Hijr Ismail dan Rukun Yamani, lalu mulai membentuk shaf salat bersama para jamaah lain yang juga berhenti sejenak dari tawaf. Sebagian jamaah tetap melanjutkan tawaf, namun lebih ke bagian pinggir pelataran kar...

Jumat keramat

-(Sabtu, 14 Juni 2025)- Akhirnya, kami mengalami situasi yang membuat naluri purba saya menangkap sinyal bahaya. Kami berada di tengah kerumunan padat, tepat di titik pertemuan antara arus jamaah yang berjalan berlawanan arah. Lokasinya dekat dengan dua tangga—naik dan turun—yang saat itu masih ditutup. Situasinya mulai mencekam, desakan semakin kuat, dan kami yang berada di tengah, sulit untuk bergerak, baik mundur maupun maju. Untungnya, beberapa jamaah berinisiatif memaksa petugas untuk membuka akses tangga. Ketika itu, ada dua pilihan: naik atau turun. Sekilas, saya menangkap isyarat dari seorang petugas kebersihan yang menyarankan untuk naik. Kami pun mengikuti saran itu dan naik ke lantai atas. Ternyata, di sana masih cukup lega. Saya bahkan masih bisa memilih tempat sholat di dekat rak sepatu. Begitu juga dengan dia, di area jamaah wanita masih cukup lapang, sehingga kami tak perlu berjauhan. Kami bisa saling mengawasi dan mudah bertemu kembali setelah sholat. Peristiwa itu terj...

Air Zamzam

-(Jumat, 13 Juni 2025)- Dalam kisah perjuangan Bunda Siti Hajar mencari air untuk anaknya, Ismail, tercatat sebuah momen yang kemudian menjadi bagian penting dalam sejarah Islam. Saat berlari-lari antara Bukit Shafa dan Marwa, dalam kondisi gundah dan harap, ia berusaha keras demi menemukan seteguk air bagi anaknya yang kehausan. Dalam ikhtiar yang tulus itu, atas izin Allah, memancarlah air dari tanah tandus — yang kini kita kenal sebagai Air Zamzam. Air zamzam, yang memancur dari sumber suci di dekat Ka’bah, hingga kini terus mengalir dan menjadi salah satu elemen penting dalam ibadah haji dan umrah. Bahkan, meminum air zamzam selepas sholat dua rakaat setelah thawaf merupakan sunnah yang sangat dianjurkan. Untuk memfasilitasi para jamaah yang ingin mengambil berkah dari air zamzam, pihak otoritas Masjidil Haram telah menyediakan kran-kran khusus serta tabung-tabung air zamzam yang ditempatkan di berbagai sudut area masjid. Para jamaah pun kerap mengantre, baik untuk meminumnya langs...

Titik temu

-(Kamis, 12 Juni 2025)- Beginilah kalau kurang update… Awalnya saya kira istilah WC itu hanya dikenal di Indonesia, digunakan untuk menyebut tempat buang air kecil dan besar. Ternyata, saya keliru. Ketika berada di lingkungan Masjidil Haram, saya melihat tulisan WC terpampang besar-besar. Bahkan, letaknya sangat strategis dan mudah terlihat dari kejauhan. Yang menarik, sebelum atau sesudah kata WC itu terdapat angka, seperti 1WC, WC3, dan seterusnya. Setelah saya perhatikan, sepertinya ada sembilan titik WC yang tersebar di kawasan Masjidil Haram. Ini membuat saya penasaran: apa sih sebenarnya kepanjangan dari WC? Setelah gugling, ternyata WC adalah singkatan dari Water Closet. Tanpa disadari, tulisan WC yang besar dan jelas itu ternyata sangat membantu. Selain menjadi petunjuk fasilitas penting, WC juga berfungsi sebagai titik temu atau titik kumpul bagi para jamaah. Di tengah lautan manusia yang memenuhi Masjidil Haram, mencari seseorang bukanlah perkara mudah. Karena itu, WC—misalny...

Terlelap di Harom

-(Rabu, 11 Juni 2025)- Pukul 21.30 kami masih berada di Masjidil Haram. Saya duduk-duduk di pelataran halaman masjid, sembari menunggu dia yang sedang pulas tertidur. Ada satu keinginannya selama di tanah suci ini: setiap hari ia ingin melaksanakan salat fardhu di Masjidil Haram dan melihat Ka’bah. “Mumpung di sini,” katanya, “kapan lagi bisa salat dan beribadah di masjid suci ini?” Hari itu, belum ada layanan bus bagi jamaah. Bus-bus masih terfokus untuk melayani jamaah yang pulang dari Mina. Setelah semua jamaah selesai, baik yang memilih nafar awal maupun nafar tsani, barulah layanan bus reguler akan kembali beroperasi. Sementara itu, mengandalkan taksi pun bukan pilihan yang ideal. Selain karena polisi melarang kendaraan mendekati area masjid—sehingga penumpang diturunkan cukup jauh dari pintu masuk—ongkosnya pun sering kali tidak masuk akal. Barangkali ini kesempatan para sopir untuk mencari rezeki lebih, dan kami pun pernah mengalaminya, tepat sehari sebelumnya saat ingin segera ...

Madrasah kepemimpinan

-(Selasa, 10 Juni 2025)- Pelaksanaan haji reguler, menurut saya, merupakan sarana yang sangat bagus untuk membentuk dan menggembleng para pemimpin. Baik pemimpin yang duduk dalam jabatan politik, maupun mereka yang berada dalam lingkungan pemerintahan atau birokrasi. Tentu yang dimaksud di sini adalah haji reguler, bukan haji plus apalagi haji furoda. Mengapa haji reguler? Karena dalam pelaksanaannya, banyak hal yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi proses pendidikan mental, sosial, dan spiritual yang sangat relevan bagi siapa pun yang sedang atau akan memegang peran kepemimpinan. Pertama: Dibentuk Kelompok dan Regu Dalam haji reguler, para jamaah akan dibentuk menjadi kelompok atau regu. Proses ini mendorong setiap orang untuk bekerja sama, saling membantu, dan peduli pada rekan-rekannya. Nilai kebersamaan dan solidaritas muncul dari interaksi harian di antara sesama jamaah, yang tentu sangat penting bagi seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi sosialnya. Kedua: Kejutan...

Materi kebersihan

-(Senin, 9 Juni 2025)- Meski sudah ada petugas kebersihan—baik yang bertugas mengumpulkan sampah maupun membersihkan toilet—tetap saja membuang sampah sembarangan bukanlah perilaku yang baik. Keberadaan petugas kebersihan bukanlah alasan untuk mengabaikan tanggung jawab pribadi terhadap kebersihan lingkungan, terlebih ketika sedang menunaikan ibadah haji, sebuah ibadah yang menuntut kesucian lahir dan batin. Pemandangan yang cukup memprihatinkan tak jarang terjadi di tengah kerumunan massa di jalan atau di sebuah terowongan, ketika para jamaah berjalan kaki kembali dari Jamarat maupun Masjidil Haram. Di saat-saat seperti itu, muncul pula orang-orang yang merokok di tempat umum. Tindakan ini tidak mencerminkan kepedulian terhadap sesama jamaah. Sebaliknya, hal tersebut memperlihatkan sikap egois, karena tidak sedikit orang yang merasa terganggu oleh asap rokok. Fenomena ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi umat Islam, mengingat dalam ajaran agama, kebersihan merupakan sebagian...

Cahaya kebaikan

-(Minggu, 8 Juni 2025) Barangkali memang kualitas para jamaah itu berada di atas rata-rata. Saya tidak melihat raut muka yang menunjukkan emosi atau tanda-tanda ketidaksabaran. Setidaknya, itulah yang saya saksikan dari para jamaah yang saya temui secara langsung. Dengan kondisi kepadatan penghuni tenda yang luar biasa dan antrian panjang saat menuju toilet, para jamaah justru terlihat begitu sabar dan ikhlas dalam menjalaninya. Tidak terdengar keluhan, tidak terlihat gerutuan. Bahkan, dalam situasi yang bagi sebagian orang bisa memicu ketegangan, saya menyaksikan justru sebaliknya—kepedulian dan empati tumbuh di antara mereka. Saya bahkan mengalami langsung sebuah kejadian kecil namun bermakna. Saat sedang mengantre toilet, seorang jamaah yang telah lebih dulu menunggu dengan tulus menawarkan gilirannya kepada saya. Mungkin ia menangkap gelagat saya yang mulai resah. Tentu saja saya menolak tawaran itu, dan mempersilakan dia untuk masuk terlebih dahulu. Tapi sikapnya itu membekas—ada ...

Ibadah fisik

-(Sabtu, 7 Juni 2025)- Kenyataannya, ibadah haji adalah ibadah yang sangat mengandalkan kekuatan fisik. Jamaah dituntut untuk memiliki kaki yang kuat dan stamina yang terlatih. Tanpa persiapan fisik yang memadai, perjalanan spiritual ini bisa menjadi beban yang berat, baik secara jasmani maupun rohani. Setibanya di Mina, salah satu rangkaian utama adalah melontar jumrah aqabah. Dari tenda kami, total jarak perjalanan pulang-pergi mencapai sekitar 10 - 11 kilometer. Dengan jalan kaki. Dan itu bukan hanya sekali. Perjalanan itu akan diulang kembali selama dua hingga tiga hari tasyrik untuk melontar tiga jumrah lainnya: ula, wustha, dan aqabah. Sebelum itu, jamaah juga telah menjalani rangkaian umrah wajib, yang terdiri dari tawaf dan sa’i. Aktivitas ini dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dan kemudian berjalan cepat bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Jarak total yang ditempuh bisa mencapai 7 hingga 8 kilometer, tergantung rut...

Senja Harom

-(Jumat, 6 Juni 2025)- Hari itu, saya meminta giliran untuk mengambil jatah makanan pagi dan siang untuk kelompok kami. Karena kami telah merencanakan untuk berangkat ke Masjidil Haram setelah salat Dzuhur dan berada di sana hingga selesai salat Isya. Artinya, untuk jatah makan malam, gantian salah satu dari rekan kami yang akan mengambilnya. Sekitar pukul satu siang lewat, kami pun berangkat menuju Masjidil Haram. Biasanya ketika naik bus, kami menyapa dan mengkonfirmasi kepada sopir mengenai tujuan bus: “Harom?” Itu adalah sebutan pendek untuk Masjidil Haram. Sesampainya di sana, kami berniat untuk beriktikaf sambil menanti waktu salat Ashar. Dalam masa menunggu tersebut, alhamdulillah saya bisa menyelesaikan satu juz Al-Qur’an. Suasana yang sakral di dalam Masjidil Haram sangat mendukung untuk tenggelam dalam bacaan ayat-ayat suci dan dzikir. Selesai salat Ashar, kami sepakat keluar sejenak untuk ke toilet—sebuah kebutuhan yang cukup lama tertahan. Saat itulah, kami menyadari ada ba...

Armuzna

-(Kamis, 5 Juni 2025)- Tibalah kami di puncak ibadah haji—Armuzna: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Barangkali, inilah pergerakan manusia terbesar di dunia menuju satu titik untuk melakukan satu ibadah yang sama. Bayangkan jutaan manusia dari berbagai bangsa dan bahasa, bergerak secara bersamaan dalam ruang dan waktu yang terbatas. Maka, tak terelakkan betapa hal ini menuntut manajemen kerumunan massa, manajemen transportasi, logistik, serta layanan kesehatan yang benar-benar andal dan tidak main-main. Dari berbagai pemberitaan, kita telah mendengar skenario-skenario teknis dan strategis yang telah disiapkan oleh pihak penyelenggara haji. Semua ini tentu bertujuan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan puncak haji. Maka, kita patut bersyukur dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas berbagai upaya perbaikan, penyempurnaan, serta inisiatif-inisiatif baru demi kenyamanan dan keselamatan jamaah. Jika pun masih ada tantangan, itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan karena dinamika...

Ujian

-(Rabu, 4 Juni 2025)- Suara batuk sudah menjadi hal yang biasa terdengar, baik di Masjidil Haram, masjid-masjid sekitar hotel, maupun di lingkungan hotel tempat para jamaah menginap. Rupanya, cukup banyak jamaah yang mengalami gangguan kesehatan seperti batuk, pilek, bahkan demam. Kerumunan massa yang sangat padat tampaknya menjadi media yang sangat mudah bagi penularan virus. Karena itu, anjuran untuk menggunakan alat pelindung diri seperti masker sering kali disampaikan. Namun demikian, penyebaran virus tetap saja terjadi, mengingat interaksi antarmanusia sangat sulit dihindari dalam situasi ibadah haji. Alhamdulillah, petugas kesehatan selalu sigap dan siap siaga dalam memberikan pelayanan. Mereka siaga memeriksa kondisi jamaah yang sakit dan memberikan obat-obatan yang dibutuhkan. Sebenarnya, banyak jamaah juga telah membawa persiapan pribadi sejak dari tanah air, termasuk obat-obatan umum dan multivitamin. Sejak awal, sebagian besar jamaah sudah berusaha mempersiapkan diri sebaik ...

Umroh

-(Selasa, 3 Juni 2025)- Hari itu, kami telah merencanakan untuk melaksanakan umroh sunnah. Berbekal hasil survei kami ke Tan’im hari sebelumnya, kami memutuskan mengambil miqat di sana dengan memanfaatkan transportasi umum Bus Makkah. Waktu keberangkatan kami tetapkan selepas sholat Subuh di Masjidil Haram. Agar tidak terlalu jauh berjalan kaki ke terminal bus, pagi itu kami memilih untuk sholat di pelataran luar Masjidil Haram yang berdekatan dengan terminal tempat Bus Makkah berada. Setelah sholat Subuh berjamaah, kami segera menuju terminal. Loket tiket ternyata sudah dibuka, meskipun hanya satu loket yang melayani. Ternyata, banyak jamaah lain yang juga hendak naik bus tersebut. Saya ikut mengantre tiket. Di tengah antrean, beberapa orang di depan saya mengingatkan jamaah lain agar tertib dan tidak menyerobot ke depan. Teriakan “One line, one line!” menggema, membentuk antrean yang lebih rapi dan tertib. Saat giliran saya tiba, saya berkata kepada petugas, “Tan’im, two person.” “Ei...

Merayakan perbedaan

-(Senin, 2 Juni 2025)- Kenyataannya, perbedaan adalah sebuah realitas yang tidak bisa dihindari. Ia hadir dalam rupa-rupa bentuk: postur tubuh, warna kulit, cara berpakaian, bahasa, perilaku, hingga detil-detil kecil yang jika disebutkan satu per satu akan sangat panjang daftarnya. Berada di kota suci ini, saya teringat pada beberapa film fiksi ilmiah seperti Star Trek dan Star Wars yang menampilkan kehidupan berbagai makhluk dari beragam suku bangsa dan planet. Di sana, perbedaan bukanlah sesuatu yang ditolak, melainkan diterima sebagai bagian dari lanskap kehidupan yang luas. Hal yang sama saya saksikan secara nyata di Masjidil Haram—bukan dalam bentuk alien atau makhluk asing, tetapi dalam rupa manusia dari penjuru dunia. Bahkan dalam tata cara ibadah pun, yang sejatinya bersumber dari pokok ajaran yang sama, terdapat perbedaan di ranah cabang. Misalnya, sebagian jamaah shalat dengan tangan bersedekap, sementara ada yang tidak, berdiri tegak lurus seperti sikap siap saat upacara. Pe...