Postingan

Pilihan Hari Ini

Jamaah mandiri

-(Jumat, 4 Juli 2025)- Pada awalnya, kami memang berniat untuk bergabung dengan satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Kebetulan pada KBIH itu masih tersisa slot dua orang. Setelah mendaftarkan diri, kami diundang masuk ke dalam grup WhatsApp besar KBIH. Selain itu, kami juga dimasukkan ke grup WhatsApp khusus rombongan. Perlu diketahui, dalam satu kloter, jamaah haji biasanya dibagi menjadi beberapa rombongan, lalu dipecah lagi menjadi beberapa regu. Dari pihak KBIH, kami bahkan sudah mendapat kiriman kaos seragam. Artinya, pada titik itu kami benar-benar sudah mantap bergabung dengan KBIH tersebut. Sebagai jamaah haji cadangan, kami memang sadar waktu persiapan kami tidak sepanjang jamaah haji reguler yang jadwalnya sudah pasti sejak lama. Meski begitu, kami berusaha sebaik mungkin. Urusan administrasi seperti paspor, pelunasan biaya haji, dan tes kesehatan segera kami selesaikan secepat mungkin agar siap berangkat. Awalnya kami yakin penggabungan kami dalam KBIH tersebut sudah...

Perintis besar

-(Selasa, 19 Agustus 2025)- Menjadi perintis dan mewujudkan mimpi besar adalah sebuah perjuangan. Bagaimana mungkin Jeff Bezos, bersama istrinya yang sudah hidup nyaman dan berkecukupan dengan karier mapan di sebuah perusahaan, tiba-tiba memilih mengundurkan diri demi mewujudkan impiannya membangun toko buku online? Keputusan inilah yang kemudian melahirkan Amazon,com. Semua bermula dari informasi yang ia temukan mengenai perkembangan internet. Pada awal 1990-an, pertumbuhan pengguna internet mencapai angka persentase yang luar biasa. Bezos membaca data itu dengan cermat dan segera menyadari bahwa gelombang besar sedang datang. Menurutnya, peluang bisnis digital tidak bisa diabaikan, dan ia harus mengambil bagian di dalamnya. Awalnya ia menyampaikan gagasan toko buku online itu kepada pimpinannya di perusahaan. Namun, ide tersebut ditolak. Rasa kecewa yang dialaminya justru berubah menjadi bahan bakar tekad: jika orang lain tidak percaya, maka ia akan membuktikan sendiri. Dengan dukung...

Paradoks hidup

-(Senin, 18 Agustus 2025)- Pada akhirnya, hidup adalah paradoks. Barangkali hal itu muncul karena adanya berbagai perspektif yang berbeda, atau memang sudah menjadi sifat alamiah kehidupan itu sendiri. Sebagai contoh, ketika kita mencintai seseorang dengan sangat. Cinta adalah sesuatu yang indah: kita berusaha menjaga, membahagiakan, dan melindungi orang yang kita kasihi. Namun, pada satu kesempatan lain, justru timbul rasa protektif yang berlebihan. Alih-alih membahagiakan, sikap itu malah membuat orang yang kita cintai merasa tersiksa dan terkurung dari pergaulan luar. Maka, cinta yang seharusnya membebaskan bisa berubah menjadi belenggu. Contoh lain adalah dalam membentuk karakter disiplin. Kita membiasakan diri dengan rutinitas, pada jam yang sama setiap harinya. Kebiasaan ini berhasil membentuk konsistensi dan kedisiplinan. Namun, pada saat yang sama, kita juga menjadi seperti Sisifus—tokoh mitologi Yunani yang dikutuk untuk mendorong batu ke puncak bukit hanya untuk melihatnya ja...

Hakikat merdeka

-(Minggu, 17 Agustus 2025)- Hari ini, 80 tahun lalu, para proklamator memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini dari penjajahan. Sejak itu hingga kini, kita masih kerap dengan lantang meneriakkan kata “merdeka”. Sebuah kata yang barangkali menjadi titik tolak bagi sebuah bangsa dan negara untuk berdaulat, membangun, serta menyejahterakan rakyatnya di atas harga diri bangsa sendiri. Sebuah kata yang menandakan bahwa satu bangsa tak lagi menderita karena ditindas oleh bangsa lain. Namun, barangkali secara lebih mendasar, kita bisa bertanya: apa sebenarnya hakikat merdeka itu? Apakah hanya semata-mata berarti secara fisik kita tak lagi berada di bawah kekuasaan pihak lain? Tak lagi ditindas oleh keinginan bangsa lain? Dalam arti ini, merdeka dipahami lebih sebagai relasi eksternal: kita tidak diperalat atau berada di bawah kontrol pihak lain. Hanya saja, jika dilihat lebih dalam, acapkali kita justru masih dijajah oleh keinginan kita sendiri. Ditindas oleh hawa nafsu kita sendiri untuk mela...

Hari berbeda

-(Sabtu, 16 Agustus 2025)- “Hari itu bukanlah hari ini”—sebuah kalimat yang diucapkan Ketua DPR pada sidang gabungan MPR, DPR, dan DPD kemarin. Kalimat ini terdengar sederhana, namun menyimpan lapisan makna yang cukup filosofis. Saya cukup terkesima mendengarnya, dan barangkali ini menjadi salah satu kalimat yang paling saya ingat dari pidato tersebut. Secara literal, mungkin kita sedang diajak untuk mengingat bahwa “hari itu” adalah momen lain—bisa di masa lalu, bisa pula di masa depan—dan jelas berbeda dari “hari ini.” Dua titik waktu ini tidak sama, baik secara kronologis maupun keadaannya. Secara reflektif, kalimat ini mengingatkan bahwa momen di masa lalu telah berbeda dari keadaan sekarang, baik dari segi perasaan, kondisi, maupun situasi. Tidak semua yang berlaku “hari itu” masih berlaku hari ini; perubahan adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Secara eksistensial, makna ini dapat dibaca sebagai ajakan untuk tidak mencampuradukkan kenangan dengan realitas saat ini. Kita tidak bi...

Rendah hati

 -(Jumat, 15 Agustus 2025)- Dalam sebuah acara sharing session tentang layanan yang kami gelar, narasumber menceritakan bahwa terkadang melayani orang dengan tingkat pendidikan rendah justru lebih mudah dibandingkan melayani mereka yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah biasanya lebih mudah menerima penjelasan. Sebaliknya, yang lebih berpendidikan sering kali memprotes atau membandingkan penjelasan dengan informasi yang mereka peroleh di internet. Akibatnya, perbedaan informasi ini kerap memicu perdebatan. Kenyataannya, hal ini cukup masuk akal. Orang berpendidikan biasanya merasa memiliki pengetahuan yang memadai atau setidaknya kemampuan untuk mencari informasi sendiri. Ketika informasi yang mereka terima berbeda dari yang mereka ketahui sebelumnya, muncul reaksi “kenapa berbeda?”. Sikap kritis seperti ini sebenarnya patut dihargai, karena menunjukkan keinginan untuk memastikan kebenaran. Namun, kadang sikap ini bergeser menjadi “sok tahu”, apalagi bila...

Pilihan berbeda

-(Kamis, 14 Agustus 2025)- Ketika subuh saya berangkat menuju langgar, beberapa kali saya berpapasan dengan seseorang yang—dari pakaiannya—terlihat akan berangkat ke masjid. Padahal, rumahnya tampaknya lebih dekat ke langgar yang saya tuju, sebagaimana rumah saya justru lebih dekat ke masjid tersebut. Gambaran ini menunjukkan bahwa saya dan orang itu memiliki preferensi yang berbeda, bahkan dalam urusan ibadah. Saya memiliki alasan untuk memilih berjamaah di langgar, sementara ia tentu punya alasan mengapa lebih memilih ke masjid. Berbeda meski tetap ada kesamaannya: sama-sama memilih tempat yang lebih jauh. Setiap orang memiliki pilihan masing-masing, sesuai dengan keyakinan dan kenyamanan yang ia rasakan. Pilihan itu bisa dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan maupun pengetahuan yang dimilikinya. Selain karena kami tidak saling mengenal, kami juga tidak berusaha membujuk atau memengaruhi agar orang lain mengikuti pilihan kami. Tidak ada saya yang mencegatnya lalu berkata, “Shalat ...

Gemes belanja

-(Rabu, 13 Agustus 2025)- Barangkali sampai kapan pun, kondisinya akan selalu sama: landai di semester I, melonjak di semester II. Apalagi di triwulan IV, khususnya bulan Desember, akan ada percepatan besar-besaran realisasi belanja daerah dari APBD. Pernyataan ini tentu bukan tanpa data. Meski tidak saya tulis di sini, silakan cek sendiri di portal APBD pada website DJPK. Ada daerah yang di semester I realisasinya bahkan di bawah 25%. Artinya, 75% sisanya akan terealisasi di semester II, yang menurut prediksi saya sebagian besar baru terjadi di triwulan IV. Para kepala daerah sebenarnya sudah sangat gemes dengan kinerja anggaran daerahnya. Namun, mereka tidak mungkin mengeksekusi sendiri. Eksekusi belanja daerah sangat bergantung pada perangkat birokrasi di bawahnya. Sebesar apa pun komitmen kepala daerah, sering kali mentok pada tantangan internal di daerah. Penyebab dan solusi terkait hal ini sudah banyak dibahas dalam jurnal, artikel, maupun kajian kebijakan, termasuk strategi akse...

Ego & uang

-(Selasa, 12 Agustus 2025)- Sebuah film Bollywood berjudul Ugly memotret sisi gelap manusia dengan tajam dan tanpa belas kasihan. Ceritanya sederhana, namun menohok: seorang anak kecil hilang di pasar. Alih-alih semua orang bersatu mencari dan menyelamatkannya, justru kesempatan itu dimanfaatkan untuk mengejar kepentingan pribadi. Ada yang dilandasi dendam masa lalu, ada pula yang semata-mata dibutakan oleh keinginan akan uang. Sepanjang cerita, penonton diseret masuk ke pusaran kebohongan dan tipu daya. Mereka saling mengelabui, memanipulasi, bahkan tega mengorbankan saudara atau sahabat demi tujuan sendiri. Hingga akhirnya, tibalah adegan yang mematahkan hati: sang anak ditemukan dalam keadaan terikat, tak lagi bernyawa. Meski itu hanyalah sebuah film, konflik dan perilaku yang digambarkan mencerminkan potret nyata kehidupan sehari-hari. Kita sering mendengar berita tentang orang yang menipu, memeras, dan mengkhianati sesamanya—semuanya demi uang. Inilah dua wajah gelap yang patut ki...

Misteri mimpi?

-(Senin, 11 Agustus 2025)- Apa itu mimpi? Sebuah dunia lain yang kita masuki setiap malam, atau sekadar sisa-sisa ingatan dan imajinasi yang berputar di panggung gelap otak kita? Apakah mimpi hanyalah bunga tidur—kosong dari makna—atau justru kunci menuju rahasia yang bahkan saat terjaga kita tak mampu pahami? Apakah setiap tokoh dan peristiwa di dalam mimpi adalah ciptaan kita sendiri, ataukah ada “sesuatu” yang mengirimkan mereka kepada kita? Apakah mimpi adalah ruang pertemuan jiwa—tempat kita bisa bertemu orang yang telah tiada, atau mereka yang belum lahir? Apakah kita dapat memilih mimpi kita seperti memilih pakaian—menentukan tempat, peristiwa, bahkan siapa yang hadir? Apakah mimpi indah dapat kita sambung di malam berikutnya, ataukah ia hanyalah tamu yang datang sekali lalu menghilang? Dan bila mimpi buruk datang, apakah itu peringatan, hukuman, atau hanya kebetulan semata? Apakah mimpi bisa saling terhubung antara dua orang, sehingga mereka “bertemu” di alam tidur? Bisakah dua...

Kekuatan kaya

-(Minggu, 10 Agustus 2025)- Dalam satu film Justice League (2017), ada dialog antara Barry Allen (The Flash) dan Bruce Wayne (Batman). Barry bertanya, “Apa yang menjadi kekuatanmu?” Lalu Bruce menjawab, “Aku kaya.” Kenyataannya, kekayaan itu memang memberikan kekuatan dan kedudukan sosial di tengah masyarakat. Bahkan dalam politik pun, kekayaan dapat menjadi modal penting. Dengan kekayaan, seseorang hampir bisa menginginkan apa pun di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang ingin menjadi kaya. Itu dilakukan dengan bekerja dan berinvestasi. Bahkan ada yang menempuh jalan kotor atau melawan hukum. Hanya saja, tak semua orang menjadi kaya. Salah satu penyebabnya adalah faktor struktural—ketimpangan ekonomi, akses terbatas terhadap sumber daya, atau kebijakan yang belum efektif. Faktor ini terus-menerus menjadi tantangan dalam setiap pemerintahan. Apakah selama ini tak ada solusi dan aksi? Tentu saja sudah. Namun, mengatasi persoalan ini tidak seperti membalikkan telapak tangan, apalagi s...

Strategi muslihat

-(Sabtu, 9 Agustus 2025)- Karena setiap orang tidak mampu membaca pikiran orang lain, yang bisa dilakukan hanyalah menebak, menduga, atau berprasangka. Namun, semua itu tidak pernah bisa dijamin kebenarannya. Kesadaran bahwa pikiran dan rencana kita tersembunyi dari orang lain membuat manusia terdorong menyusun strategi. Terkadang strategi ini digunakan untuk tujuan positif, tetapi tidak jarang pula menjadi alat untuk mengalahkan atau menjatuhkan pihak lain. Di sinilah sering muncul permainan tipu muslihat — sebuah pertarungan tak terlihat, di mana masing-masing pihak berusaha mengambil keuntungan. Kadang, permainan ini begitu rumit sehingga hanya bisa terungkap setelah semua peristiwa selesai, dan motif para pelaku terkuak. Kita bisa melihat gambaran ini dengan jelas melalui film-film. Dalam The Thomas Crown Affair, misalnya, seorang wanita bernama Catherine Banning, seorang penyelidik asuransi, berusaha mendekati Thomas Crown untuk memanipulasinya demi mengungkap lokasi lukisan yang ...

Jumat istimewa

-(Jumat, 8 Agustus 2025)- Di sini, setiap Jumat Subuh terdapat amalan yang berbeda jika dibandingkan dengan daerah di kampung saya. Ketika sholat Subuh berjamaah, pada rakaat pertama, setelah membaca Al-Fatihah, imam akan melanjutkan dengan surat yang cukup panjang, yaitu Surat As-Sajdah. Di bagian tengah surat ini terdapat ayat sajdah, yakni ayat yang memerintahkan untuk bersujud. Maka ketika imam membaca ayat tersebut, seluruh jamaah pun ikut melakukan sujud tilawah, lalu bangkit kembali dan melanjutkan bacaan surat hingga selesai. Pada rakaat kedua, imam membaca Surat Al-Insan, yang sedikit lebih pendek dari surat pertama. Kedua surat ini tergolong panjang dan membutuhkan hafalan yang baik dari sang imam. Namun, untuk memudahkan, hampir di setiap masjid atau langgar telah dipasang dua poster berisi teks Surat As-Sajdah dan Surat Al-Insan tepat di depan tempat imam berdiri. Dengan demikian, imam bisa membacanya langsung dari poster tersebut selama sholat berlangsung. Kebiasaan ini su...

Membaca pikiran

-(Kamis, 7 Agustus 2025)- Dalam film Fantastic Beasts and Where to Find Them, ada seorang penyihir perempuan cantik berambut pirang bernama Queenie Goldstein. Ia memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain. Dengan mudah, ia bisa memahami apa yang ada di benak seseorang—dan karenanya, dapat memanipulasi mereka dengan halus. Di dunia nyata, kita kadang juga menjumpai seseorang yang tampak begitu fasih menjelaskan isi pikiran orang lain hanya berdasarkan apa yang ia lihat. Saya tidak tahu apakah ia benar-benar memiliki “kemampuan sihir” seperti tokoh dalam film di atas, atau itu sekadar asumsi dan praduga belaka. Namun yang mengkhawatirkan adalah ketika sebagian orang mempercayainya sebagai fakta. Yang menjadi lebih menarik adalah ketika “analisis” tersebut digunakan untuk memenangkan satu pihak dan menjatuhkan pihak lainnya. Tampaknya, inilah yang sedang kita saksikan bersama akhir-akhir ini. Seharusnya, analisis dibangun berdasarkan data. Namun, yang terjadi justru: ada lompatan logik...

Dendam manusia

-(Rabu, 6 Agustus 2025)- Ada banyak film yang menceritakan tentang aksi balas dendam seseorang terhadap pihak lain yang dulu pernah melukainya—baik luka fisik maupun luka batin—di masa lalu. Motifnya bisa bermacam-macam: karena dirinya sendiri yang menjadi korban, atau karena anggota keluarga yang disakiti, dihina, bahkan dihilangkan. Betapa banyaknya film-film bertema balas dendam ini membuat saya bertanya-tanya: apakah memang kita, manusia, menyenangi aksi-aksi semacam itu? Apakah ada bagian dari diri kita yang merasa puas ketika melihat sebuah pembalasan terjadi atas kejahatan atau ketidakadilan di masa lalu? Namun, mungkin bukan aksi balas dendam itu sendiri yang memuaskan, melainkan ide di baliknya: penegakan keadilan. Barangkali, yang sesungguhnya menggugah hati kita adalah ketika keadilan akhirnya ditegakkan, ketika yang tertindas mendapatkan kembali martabatnya, ketika pelaku kejahatan mendapatkan ganjarannya. Manusia, sejak lahir, membawa fitrah: sebuah naluri untuk membedakan...

Fokus napas

-(Selasa, 5 Agustus 2025)- Pernahkah Anda melatih hal ini: duduk diam selama 1–3 menit, hanya fokus pada napas masuk dan napas keluar? Ketika pikiran mulai melayang, Anda cukup mengembalikannya dengan lembut pada napas—tanpa menghakimi, tanpa merasa gagal. Latihan sederhana ini adalah pintu gerbang menuju kesadaran diri, atau yang dalam praktik kontemplatif dan psikologi modern dikenal sebagai mindfulness. Bagi para pemula, ini adalah dasar yang selalu diajarkan: hadir sepenuhnya di saat ini melalui pernapasan. Mengapa napas? Karena napas adalah satu-satunya proses fisiologis yang bisa berlangsung otomatis, namun juga bisa kita kendalikan secara sadar. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, menyadari napas menjadi cara paling mudah dan alami untuk kembali “mendarat” pada saat ini—pada hidup yang sedang berlangsung. Dari kesadaran ini, muncul rasa syukur. Syukur bahwa hari ini kita masih bisa bernapas. Dan itu saja sebenarnya cukup untuk menyadari betapa ajaibnya hidup ini. N...

Menundukan nafsu

-(Senin, 4 Agustus 2025)- Dalam sebuah film berjudul Southpaw (2015), kisah tragis seorang petinju bernama Billy Hope menggambarkan betapa rapuhnya hidup ketika nafsu dan ego tidak dikendalikan. Billy adalah seorang juara tinju dunia yang dikenal dengan gaya bertarungnya yang agresif dan emosional. Di balik sorotan gemerlap ring tinju, ia adalah seorang suami dan ayah yang sangat mencintai keluarganya. Namun, suatu hari, dalam sebuah acara publik, seorang petinju muda yang sombong memprovokasi Billy dengan menghina istri dan anaknya. Tak mampu menahan amarah dan harga dirinya yang terusik, Billy terprovokasi dan mencoba menghajarnya meskipun sang istri sudah memintanya untuk menahan diri. Keributan pun tak terelakkan. Dalam kekacauan itu, salah seorang pengawal lawannya membawa senjata api dan tanpa sengaja menembak sang istri, hingga tewas di tempat. Kejadian tersebut menjadi titik balik yang menghancurkan hidup Billy. Ia larut dalam kesedihan dan mulai hidup dalam mabuk-mabukan. Tak ...

Melupakan

-(Minggu, 3 Agustus 2025)- Bagaimanapun kehidupan manusia—bagaimana ia menjalani kesehariannya, bagaimana ia menatap masa depan—semuanya tak pernah lepas dari masa lalu yang telah ia jalani. Dan itu semua dimungkinkan karena manusia menyimpan ingatan, merekam memori, lalu mengubahnya menjadi kenangan, pengalaman, dan pembelajaran hidup. Namun, bagaimana jika karena suatu hal, seseorang melupakan semua kenangan dan ingatan masa lalunya? Banyak film telah mengangkat kisah seperti itu. Dalam serial X-Men, misalnya, ada tokoh Wolverine—mutan yang dari tangannya muncul kuku logam adamantium—yang hidup tanpa kenangan masa lalunya. Ia kuat, namun kehilangan arah karena tak tahu siapa dirinya. Atau dalam film The Notebook, kita melihat kisah cinta yang menyentuh, tentang sepasang kekasih di masa tua, ketika sang wanita perlahan kehilangan ingatan tentang suaminya sendiri. Memang, dalam film, amnesia sering digambarkan sebagai akibat dari kecelakaan atau kondisi medis. Tapi dalam kehidupan nyat...

Persimpangan sunyi

-(Sabtu, 2 Agustus 2025)- Selamat datang Agustus. Bulan di mana harapan itu tiba pada persimpangan jalan. Lurus menuju pulang. Ke kanan ke arah jeda. Ke kiri mendekatkan pada permainan. Kadang ada yang masih gamang, lalu menengok ke belakang, meratapi nasib sambil mengumpati masa lalu—seperti memarahi bayangan sendiri yang tak pernah benar-benar pergi. Agustus. Kita tak akan pernah tahu apa yang ada pada jalan yang lurus itu, ke kanan itu, ke kiri itu. Meski telah menetapkan tujuan, apa yang kita temui adakalanya tak persis apa yang kita kehendaki. Peta sudah di tangan, tapi jalan justru melipat dirinya sendiri. Maka rasa kecewa menjadi kondisi yang mesti dimitigasi—seperti asap yang tidak bisa diusir, hanya diajak berdamai. Agustus. Di persimpangan itu kadang kita hanya bisa diam. Kebingungan dengan empat pilihan yang semua tampak seperti ilusi optik. Lalu kita bertanya pada hati sanubari, yang kadang berbisik lirih, kadang hanya bergumam seperti radio tua. Hendak kemana langkah ini a...

Zikir panjang

-(Jumat, 1 Agustus 2025)- Soal duduk berzikir, barangkali tak ada yang bisa mengalahkan orang-orang di sini. Saya sudah melakukan survei ke beberapa masjid, dan begini faktanya. Setiap selesai sholat Maghrib dan Subuh, para jamaah, dipimpin oleh imam, mengucapkan zikir, wirid, dan doa yang panjang—bahkan bisa mencapai setengah jam. Untuk selain dua sholat itu, bacaan yang dilafalkan lebih pendek. Namun, yang lebih fantastis lagi adalah adanya bacaan zikir dan wirid sebelum sholat Subuh. Ini dilantunkan setelah azan dan sholat sunah qobliyah Subuh oleh orang yang sebelumnya menjadi muazin, atau bisa juga oleh orang lain. Jamaah pun mengikuti bacaan tersebut dengan suara lirih. Durasi zikir ini pun cukup panjang—bisa sampai setengah jam. Barangkali zikir sebelum Subuh ini juga dimaksudkan untuk mengisi waktu sambil menunggu para jamaah berdatangan. Artinya, setiap Subuh ada dua sesi zikir dan wirid: satu sebelum, dan satu sesudah sholat Subuh. Tentu saya tidak sedang membahas perbedaan p...

Penikmat profesional

-(Kamis, 31 Juli 2025)- Saya memberikan kode tangan kepada Acil itu. Dia langsung mengerti, meski dengan sedikit kaget. Seolah dia tak percaya dengan apa yang akan saya lakukan. “Kobokan?!” kata Acil. Saya mengangguk. Momen itu terjadi setelah hidangan ketupat Kandangan berada di depan saya. Saya masih menunggu semua perangkat dan pelengkap makan tersedia. Soal makan, barangkali saya adalah tipikal McCall dalam film The Equalizer—semuanya harus nampak sempurna di depan saya sebelum saya mulai makan. Sebagai penikmat ketupat Kandangan, saya tidak ingin setengah-setengah. Sebagaimana anjuran untuk kaffah dalam beragama, maka saya pun demikian dalam soal makan ketupat Kandangan. Cara kerja menikmati hidangan ini pada dasarnya adalah dengan menyantapnya langsung menggunakan tangan. Tidak memakai bantuan sendok atau alat makan lainnya. Bagi Anda yang baru tahu, mungkin memang terlihat aneh. Tapi selalu begitu respon manusia atas sesuatu yang baru ia ketahui. Hanya dengan pikiran terbuka, ki...

Halusinasi digital

-(Rabu, 30 Juli 2025)- Semoga Anda tahu film A Beautiful Mind. Film ini diangkat dari kisah nyata kehidupan John Nash, seorang ahli matematika jenius dan peraih Nobel Ekonomi. Nash mengalami skizofrenia akut. Ia mengalami halusinasi berat, hingga merasa dirinya adalah agen rahasia. Dalam film tersebut, ia digambarkan sering bertemu dan berkomunikasi dengan seorang atasan dari lembaga intelijen, serta memiliki teman sekamar yang akrab dengannya. Teman sekamar ini bahkan memiliki seorang keponakan perempuan yang kerap muncul di sekitar Nash. Detail cerita dan gambaran halusinasinya bisa Anda temukan dengan mudah di YouTube. Barangkali ada dua hal utama yang membuat Nash mampu bertahan dan pada akhirnya bisa kembali menjalani kehidupan, meski halusinasi itu terus muncul dalam pikiran dan penglihatannya. Pertama, adalah kesetiaan dan ketabahan sang istri. Ia begitu sabar dan penuh cinta dalam mendampingi Nash, bahkan di masa-masa tersulit sekalipun. Sang istri menjadi penopang utama, suppo...

Berani berubah

-(Selasa, 29 Juli 2025)- Ada banyak cerita film yang mengisahkan tentang seseorang yang ingin memperbaiki hidupnya dengan cara memisahkan diri dari lingkungan dan teman-teman lamanya. Ia mulai menyadari bahwa selama ia masih bergaul atau berada dalam satu kelompok dengan mereka, selama itu pula ia akan terus terjebak dalam perbuatan-perbuatan tercela yang sudah menjadi kebiasaan. Maka, ia pun memutuskan untuk berhenti, keluar dari kelompok tersebut, dan memulai kehidupan yang baru. Hanya saja, pilihan ini tentu tidak mudah. Bisa jadi, teman-temannya merasa tidak terima dengan keputusan itu. Mungkin mereka merasa dikhianati, atau bahkan terancam. Mereka bisa saja khawatir kalau orang yang keluar itu akan membuka rahasia, berbicara dengan orang lain, atau menyampaikan sesuatu yang selama ini ditutupi. Atau mungkin juga, ada rasa iri—karena ia berani mengambil langkah yang tidak semua orang sanggup ambil. Bahkan bisa jadi, keputusan satu orang untuk pergi membuat keuntungan kelompok berku...

Siapa kita?

-(Senin, 28 Juli 2025)- Dalam film The Equalizer 3, terdapat sebuah dialog antara seorang dokter dan tokoh utama yang diperankan oleh Denzel Washington, Robert McCall. Dalam percakapan itu, sang dokter bertanya: “Apakah Anda orang baik atau orang jahat?” McCall menjawab: “Aku tidak tahu.” Beberapa waktu kemudian, mereka kembali membahas pertanyaan tersebut. Kali ini, McCall yang balik bertanya. Sang dokter pun menjawab bahwa hanya orang baik yang menjawab dengan keraguan seperti itu. Kenyataannya, masa lalu manusia hampir selalu tersusun oleh dua hal yang bertolak belakang: perbuatan baik dan buruk, sifat terpuji dan tercela. Kita kerap menilai diri sendiri dengan cara membandingkan kedua sisi itu—seolah-olah kebaikan dan keburukan bisa dihitung secara proporsional. Kita bertanya dalam hati: lebih banyak mana, kebaikan atau keburukan yang telah kita lakukan? Namun, bagi orang yang sadar akan dirinya—yang paham betul tentang dorongan nafsu, ego, serta upaya menegakkan kebaikan dalam dir...

Jejak sunyi

-(Minggu, 27 Juli 2025)- Jalan setapak. Namun kenyataannya, bukan hanya tapak kaki yang menelusuri jalur sempit itu. Ada pula roda-roda sepeda motor yang melintas tergesa—barangkali ingin menyingkat waktu, menembus jeda, menuju suatu tujuan yang entah seberapa gentingnya. Jalan setapak selepas hujan lebat semalam tak lagi terkurung dalam keheningan. Ada suara kodok bersahutan dari balik semak, seolah merayakan limpahan air sebagai berkah yang turun dari langit. Alam pun tahu bagaimana cara mensyukuri, bahkan dalam kebisingan yang sederhana. Jalan setapak yang kiri-kanannya dilingkupi tumbuhan hijau itu terasa semakin sejuk selepas hujan. Air menempel di ujung daun, aroma tanah basah naik perlahan dari sela kerikil. Di sisi kiri dan kanan, air tergenang di bawah rimbunnya semak belukar. Mungkin aliran itu tertahan oleh dedaunan gugur. Atau barangkali karena tanah yang cekung dan tak lagi menyediakan jalan bagi air untuk mengalir. Seperti hidup yang kadang tersendat karena hal-hal kecil ...

Paradoks manusia

-(Sabtu, 26 Juli 2025)- Bagaimanapun, musuh sejati manusia itu ya dirinya sendiri. Ada bagian dalam diri manusia yang selalu berkeinginan untuk melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan norma. Atau bisa jadi, dulu aturan atau norma itu dibuat setelah melihat sifat dasar manusia yang, jika dibiarkan, akan membuat manusia tak ada bedanya dengan binatang. Namun di balik itu, manusia juga punya kelebihan berupa rasa empati yang ia miliki. Besar kecilnya bergantung pada lingkungan, serta bagaimana empati itu dilatih dan berkembang. Karena apa pun, karakter manusia pada dasarnya adalah soal kebiasaan. Jauh melampaui norma dan etika, barangkali rasa empati adalah satu-satunya ukuran yang menunjukkan kesungguhan dan keikhlasan seseorang dalam merespons orang lain. Ketika seseorang berusaha memberikan informasi kepada kita, padahal kita sebenarnya sudah tahu dan paham tentang informasi itu, respon apa yang akan kita lakukan atau ucapkan? Apakah kita akan berkata, “Ya, saya sudah tahu,” ya...

Tema abadi

-(Jumat, 25 Juli 2025)- Kenyataannya, saya mulai kehabisan ide untuk menulis. Tentu, menulis setiap hari itu butuh bahan bakar yang melimpah. Ada banyak hal yang terbersit ingin saya tuliskan, tetapi rasanya tak mungkin diwujudkan, mengingat asas kepatutan dan kepantasan yang melekat pada diri saya saat ini. Kehabisan ide ini barangkali mirip dengan apa yang terjadi pada pemberitaan belakangan ini—yang itu-itu saja. Anda sudah tahu maksud saya: topik yang terus diulang-ulang. Saya punya dugaan mengapa begitu. Yang ternyata dugaan saya itu sama dengan informasi yang disampaikan oleh seorang tokoh dalam satu podcast. Tokoh ini bilang bahwa para konten kreator, kini mulai kebingungan mau mengangkat topik baru apa. Nampaknya masyarakat sudah mulai bosan dengan topik-topik lain, dan yang masih tetap menarik serta membuat penonton bertahan adalah ya… soal itu terus. Anda tentu paham maksud saya. Artinya, alasan kenapa berita atau topik itu terus diangkat salah satunya adalah dorongan untuk m...

Kota atau pedalaman?

-(Kamis, 24 Juli 2025)- Mari kita membayangkan dua orang yang sama—pekerjaan, jabatan, penghasilan—tetapi berada di dua tempat yang berbeda. Pertama, orang yang tinggal dan bekerja di kota besar. Ia tentu mesti menghadapi problematika khas kota besar. Mulai dari kemacetan, jarak tempat tinggal yang jauh dari lokasi kerja, polusi, kepadatan rumah dan penduduk, hingga ritme bekerja yang dituntut serba cepat. Maka, sudah barang tentu ia menghadapi banyak tekanan dari lingkungan sekitar, yang bisa menimbulkan stres.  Namun di balik tekanan itu, ada sisi positif. Ia berada di pusat ekonomi, pusat perhatian, dan pusat kekuasaan. Barangkali ia akan memiliki karier yang lebih cepat karena dikenal oleh pimpinan yang punya kuasa untuk menentukan jabatan. Selain itu, kesempatan membangun relasi dan mengembangkan diri pun terbuka luas di tengah pusat pertumbuhan ini. Kedua, orang yang tinggal dan bekerja di kota kecil. Bisa jadi di kota pedalaman di satu pulau besar, dengan transportasi darat ...

Jam terbang

-(Rabu, 23 Juli 2025)- Pada akhirnya, semua tentang jam terbang. Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidangnya dapat memiliki keahlian tersebut karena jam terbang dalam menangani banyak pasien dengan berbagai kasus penyakit. Seorang pilot yang memiliki kemampuan menerbangkan pesawat dengan tenang dan andal, memiliki kemampuan itu karena jam terbang yang terus menambah pengalamannya, apalagi ditambah dengan jalur penerbangan yang berbeda dan semakin banyak. Begitu juga seorang penulis, ia mahir dalam menulis karena jam terbang atau seringnya ia menulis. Bisa jadi tidak hanya menulis setiap hari tetapi juga menyelesaikan banyak tulisan dalam satu hari itu. Hal ini tentu juga dilengkapi dengan banyaknya membaca. Pun dalam segala profesi, seseorang mahir di bidangnya karena banyaknya pengalaman yang ia alami, dan itu terus menambah pengetahuan serta kompetensinya. Karenanya, banyak latihan menjadi cara utama untuk membentuk seorang atlet, petinj...

Fokus sholat

-(Selasa, 22 Juli 2025)- Hari-hari kita akan terasa berbeda manakala kita mengubah fokus hidup kita. Di Makkah dan Madinah, para jamaah haji memiliki satu fokus utama: menjaga sholat lima waktu berjamaah di masjid—baik Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Karena fokus pada sholat berjamaah, para jamaah berupaya hadir di masjid jauh sebelum adzan berkumandang. Tujuannya jelas: agar bisa mendapatkan tempat yang utama—di pelataran Ka’bah atau di dekat Raudah—dan supaya tidak ketinggalan takbir pertama bersama imam. Lalu, apa yang terjadi? Masjidil Haram dan Masjid Nabawi selalu dipenuhi jamaah, bahkan sejak lama sebelum waktu sholat tiba. Ribuan orang duduk sabar menanti adzan, mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an, berzikir, atau bermunajat. Waktu menunggu tidak terasa sia-sia, justru itulah saat-saat paling tenang dan bermakna. Pertanyaannya, bisakah kita seperti itu, meski di luar Makkah dan Madinah? Jawabannya kembali pada diri kita sendiri. Bagi siapa pun yang meyakini bahwa tujuan ...

Sabar menanti

-(Senin, 21 Juli 2025)- Dalam film The Jackal, diceritakan bagaimana seorang sniper bayaran begitu sabar menunggu target sasarannya. Ia bisa berdiam diri di satu tempat berjam-jam, bahkan berhari-hari, demi memastikan rencananya berjalan sempurna. Dalam banyak kesempatan, justru kesabaran itulah yang membuatnya berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, tanpa cela. Ia tidak gegabah, tidak tergesa-gesa, dan tidak membiarkan emosi menguasainya. Kisah berbeda muncul dalam sebuah film lain berjudul Sew Torn, tentang seorang penjahit wanita. Suatu hari, karena tidak sabar menahan emosi dan egonya ketika menghadapi pelanggan yang cerewet, ia sengaja menjatuhkan kancing baju ke dalam lubang ventilasi. Akibatnya, ia terpaksa pulang untuk mengambil kancing pengganti. Di perjalanan pulang itulah nasib buruk menunggunya: ia bertemu dua orang yang memperebutkan koper berisi uang, yang pada akhirnya membuat hidupnya berakhir tragis. Namun, film itu juga menampilkan alur cerita alternatif. Dalam s...

Pagi kompetisi

-(Minggu, 20 Juli 2025)- Ketika saya jalan pagi, setelah dua bulan absen, saya kembali melewati jalur itu. Ada beberapa sudut dengan pemandangan baru. Terutama di pinggir jalan, saya melihat beberapa UMKM menjajakan makanan. Sepertinya menu sarapan dengan harga yang relatif terjangkau, sepuluh ribu rupiah per porsi. Menariknya, bukan hanya satu tempat. Ada beberapa. Saya sempat melihat spanduk bertuliskan nasi uduk khas (nama kota) dengan harga sepuluh ribu. Tidak jauh dari situ, ada pula yang menjual nasi bento, dengan harga yang sama. Beberapa meter kemudian ada nasi kepal, harganya malah hanya lima ribu rupiah. Ini tentu menjadi pilihan warga, terutama yang ingin sarapan cepat sebelum beraktivitas. Di sisi lain, saya membayangkan bagaimana dengan warung-warung lama yang menjual nasi kuning, lontong sayur, atau menu sarapan lain dengan harga sedikit lebih tinggi.  Semoga saja kehadiran penjual baru ini tidak menggeser rezeki mereka. Saya percaya masih ada pelanggan yang setia den...

Mengantar Maba

-(Sabtu, 19 Juli 2025)- Sekitar pukul delapan pagi, kami baru berangkat menuju Kota Gudeg. Kota yang juga dikenal sebagai Kota Pelajar, Kota Istimewa. Katanya kota ini selalu menghadirkan nostalgia, seperti dalam lirik lagunya KLa Project. Berangkat jam segitu tentu agak mepet, sebab kami harus tiba sebelum pukul dua belas siang. Bisa sampai tepat waktu? Itulah gunanya pembangunan infrastruktur yang semakin maju. Kini, akses ke Jogja makin mudah berkat jalan tol Solo–Jogja yang kebetulan awal Juli lalu sudah dibuka. Dari kota kami, kami bisa langsung masuk jalur tol, menempuh perjalanan yang jauh lebih cepat dibandingkan jalur biasa. Jalur tol ini berakhir di pintu sebelum Prambanan, karena nampaknya ruas Prambanan–Jogja masih dalam tahap penyelesaian. Meski begitu, jalur ini sudah memangkas banyak waktu perjalanan. Alhamdulillah, perjalanan kami lancar tanpa hambatan berarti. Begitu tiba di Jogja, kami langsung menuju rumah sakit untuk tes bebas napza dan mengambil hasilnya. Selesai u...

Di mana menua

-(Jumat, 18 Juli 2025)- Penuaan bukan hanya soal gen, tetapi juga soal lingkungan. Itulah yang kira-kira saya tangkap dari sebuah hasil penelitian yang saya baca di koran beberapa hari lalu.  Penelitian ini menegaskan apa yang sebenarnya sudah lama kita pahami secara naluriah: lingkungan, tempat kita hidup, dan cara kita hidup, punya andil besar pada bagaimana tubuh kita menua. Kita tentu sering melihat buktinya. Seseorang yang hidupnya susah, penuh tekanan, pada usia yang sama sering tampak jauh lebih tua dibanding mereka yang hidupnya terasa lebih ringan. Susah di sini tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memaknai hidupnya. Ada orang yang segalanya tercukupi, tetapi pikirannya sendiri membuat hari-harinya sempit dan gelisah. Dari sana, kita bisa menarik satu dugaan: tinggal di kota kecil, atau desa dengan sawah, ladang, kebun, dan pepohonan yang masih luas, serta ritme hidup yang lambat, barangkali lebih mendukung untuk memperlambat penuaan dibandingk...

Redupnya imajinasi

-(Kamis, 17 Juli 2025)- Menikmati kembali alur cerita film The Lord of the Rings dan Harry Potter beberapa waktu yang lalu, membuat saya berpikir. Betapa cemerlang imajinasi pengarangnya. Baik pengarang The Lord of the Rings maupun Harry Potter sama-sama berhasil menciptakan begitu banyak karakter, latar peristiwa, dan tentunya alur cerita yang luar biasa hebat dan asyik untuk dinikmati lintas generasi. Pertanyaannya: bagaimana mungkin mereka bisa menjadi sehebat itu? Apa yang mereka “makan” sehingga imajinasi mereka bisa begitu liar dan hidup? Saya hanya menduga-duga begini. Barangkali mereka memang sudah terlatih sejak kecil untuk berimajinasi, dengan khayalan yang bebas dan liar. Barangkali pula sejak dini mereka sudah dibiasakan membaca, baik fiksi maupun nonfiksi. Membaca bagi mereka bukan sekadar kewajiban, tetapi kebutuhan. Tolkien, misalnya, bukan hanya penulis fiksi, tetapi juga profesor bahasa dan sastra di Oxford yang mendalami mitologi Nordik dan bahasa kuno. Rowling pun me...

Ulah manusia

-(Rabu, 16 Juli 2025)- Pada akhirnya, saya mengambil satu kesimpulan: sakit itu, pada banyak kasus, lebih sering disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Gaya hidup yang buruk, enggan bergerak, malas berolahraga, makan sembarangan, pikiran yang selalu dipenuhi overthinking dan negative thinking, kurang waspada, ceroboh, tidak fokus, serta tidak hidup di saat ini karena terlalu larut membayangkan masa lalu dan sibuk memikirkan masa depan. Ditambah lagi kebiasaan tidur terlalu larut malam — semua itu menjadi pintu masuk bagi berbagai penyakit. Sudah banyak contoh orang yang mengalaminya. Sebutkan saja siapa, lalu silakan periksa latar belakang atau penyebabnya. Pasti salah satunya berkaitan dengan faktor-faktor di atas. Atau, kalau mau, mari saya interogasi orangnya — nanti juga akan ketahuan, faktor penyebabnya ya tidak jauh-jauh dari itu semua. Saya sendiri mengalaminya tempo hari, saat di Makkah. Saya kena batuk parah, yang hingga kini pun belum pulih benar. Kalau saya pikir-pikir, semua...

Kredit macet

-(Selasa, 15 Juli 2025)- Saya merasa penasaran dengan banyaknya iklan di koran regional yang berisi pengumuman lelang eksekusi hak tanggungan dari satu bank. Ada pengumuman lelang pertama, ada pula lelang kedua. Bahkan setiap kali membuka koran regional itu, saya selalu menemukannya. Ini tentu terkait dengan kredit macet. Ketika cicilan tak lagi terbayar, maka agunan yang dulu dijaminkan akhirnya harus dilelang oleh pihak bank untuk menutup kerugian. Pertanyaannya, kenapa pinjaman bisa macet? Tentu jawabannya tidak tunggal. Ada banyak faktor yang membuat satu pinjaman tidak bisa dilunasi. Bisa jadi usaha yang dibiayai gagal, pendapatan menurun, kondisi ekonomi berubah, atau karena pengelolaan keuangan pribadi yang kurang hati-hati. Apakah hal ini juga mencerminkan kondisi ekonomi secara umum? Saya tidak ingin buru-buru berspekulasi. Namun, barisan iklan lelang yang muncul hampir setiap edisi setidaknya menunjukkan bahwa persoalan kredit macet masih terus ada, berulang dari waktu ke wak...

Ikhlas menunggu

-(Senin, 14 Juli 2025)- Kenyataannya, kita seringkali tak punya banyak pilihan selain menghela napas panjang—atau kalau mau, menggerutu pelan dalam hati—ketika mendapati maskapai tiba-tiba mengubah jadwal penerbangan. Mundur dua jam dari jadwal semula, lalu tiba-tiba ditambah dua jam lagi, persis saat kita sudah duduk manis di ruang tunggu bandara.  Saya kadang bertanya-tanya—dan saya yakin saya tidak sendirian—apakah ini memang murni soal alasan operasional yang misterius itu, atau sebenarnya ada akal-akalan agar maskapai tak perlu membayar kompensasi keterlambatan di atas tiga jam. Apa memang bannya bocor? Pilotnya ketiduran? Burung nyasar ke mesin pesawat? Atau ada “operasional lain” yang entah siapa yang benar-benar paham maksudnya. Tapi mau bagaimana lagi? Tak ada pilihan lain. Tak bisa pindah maskapai mendadak, tak bisa juga protes terlalu kencang, apalagi berharap semua penumpang demo bersama—paling banter saling tatap penuh pengertian sambil senyum kecut di kursi ruang tung...

Kenangan & harapan

-(Minggu, 13 Juli 2025)- Apa yang membedakan antara kenangan dan harapan? Jawabannya sederhana, tetapi dalam: keduanya sama-sama berkaitan dengan waktu, namun cara kita merasakannya sungguh bertolak belakang. Kenangan sering kali terasa cepat. Ketika kita sudah menjalaninya, melewatinya, lalu suatu sore hujan kita duduk termenung mengingatnya, batin kita sering berkata, “Ah, waktu begitu cepatnya berlalu.” Dua bulan, dua tahun, tiga tahun—rasanya seperti kedipan mata. Tiba-tiba saja, kita sudah kembali ke tempat yang sama, menjejak di tanah yang sama, tetapi kita bukan lagi orang yang sama. Lucunya, entah pengalaman itu pahit atau manis, semua perlahan membaur menjadi satu: kenangan. Dan entah bagaimana, semuanya mendadak terasa indah pada waktunya. Begitulah kenangan—ia selalu berjalan cepat di benak, meski dulu mungkin terasa berat dijalani. Berbeda sekali dengan harapan. Harapan adalah detak waktu yang melambat. Sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu, sesuatu yang bikin jantung berdeba...