Lari dari Algoritma?

  - (Ditulis tanggal 28 Juni 2023) -


Membayangkan bagaimana lari nanti, rasanya sudah berat. Maka, ketika berangkat ke lokasi favorit pagi itu, hanya dengan niat jalan saja, tanpa lari. Setelah jalan kira-kira 20-30 menit, lanjut senam, peregangan dan push up. Alur itu sudah tergambar di benak saya, ketika sedang siap-siap.
Memang, mensimulasikan rangkaian acara atau urutan apa yang akan disampaikan saat public speaking, menjadi hal penting. Setidaknya itu membuat kita merasa siap dan tahu medan. Meski simulasi itu hanya dilakukan di benak kita saja. Karena adakalanya, waktu yang sempit tak memberikan kesempatan pada kita untuk menulisnya.
Setibanya di lokasi, rasa gengsi itu mencuat. Masak sudah rutin berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lari, lantas kali ini menjadi lemah, hanya jalan saja. Rupanya semangat muda itu mampu mengalahkan jiwa pemalas. Lalu, lari menjadi pilihan. Nonstop. 30 menit. Dengan hanya melihat jam di HP. Tanpa aplikasi lagi.
Karena semuanya sudah saya uninstall. Awalnya str**a. Stop. Lantas, sams**g hea**h. Juga stop. Ada keinginan mencoba meminimalisasi bergaul dengan aplikasi.
Memang benar. Bagaimanapun saat ini rasanya sulit terbebas dari sergapan aplikasi dan algoritmanya.
Lihat saja. Kita absen kerja sudah dengan aplikasi, dengan geotagging dan wajah kita. Ketika pengen makan, kita pesan makanan by aplikasi. Yang artinya si aplikasi mencatat apa yang kita makan dan dimana belinya. Begitu pula saat sedang bepergian. Kita perlu bantuan aplikasi untuk pesan kendaraan. Atau setidaknya kita pakai aplikasi map. Karena terus menerus kita setor data diri kita, si aplikasi dan algoritmanya makin hari makin paham dengan diri kita.
Tentu saja selama ini algoritma-algoritma itu telah membantu kita. Yang juga telah mengubah budaya dan peradaban kita. Dan itu tak berhenti pada kondisi saat ini. Data-data yang tanpa sengaja kita setor tiap hari diyakini mampu menciptakan sebuah kecerdasan buatan alias AI. Gambaran AI dalam film-film fiksi ilmiah itu kelak bukan lagi sekedar fiksi. Kabarnya, film-film itu didasarkan pada teori-teori sains. Yang mana, para saintis itu terus maju meninggalkan kalangan lainnya.
Seperti saya berhasil meninggalkan rasa berat akan lari itu. Setelah lari beberapa menit, endorphin itu keluar dan mampu membawa kegembiraan. Rasanya, kaki ini tak mau berhenti lari (dari kenyataan) hehehe...
Dan begitulah, seringkali yang terasa berat itu hanya saat memulai. Setelah dijalani, semuanya baik-baik saja. Kecuali, yang tidak baik.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi