ChatGPT Mengancam?

  - (Ditulis tanggal 6 Mei 2023) -


Menarik membaca tajuk rencana Koran Kompas, 4 Mei lalu. Tentang korban kecerdasan buatan (AI). Yang kini sudah mulai berjatuhan.
Tulis tajuk itu: "Setidaknya 11.500 penulis naskah film dan pertunjukan Amerika Serikat memutuskan mogok mulai Selasa (2 Mei 2023). Upah dan penggunaan kecerdasan buatan menjadi sebagian alasan pemogokan itu."
Kalau dulu disebutkan pekerjaan klerikal yang akan tergantikan dengan teknologi, nyatanya itu tidak berhenti disitu. Pekerjaan yang menggunakan kemampuan seni, olah pikir dan teknis juga sudah mulai terdisrupsi.
Yang tadinya kita merasa pekerjaan itu akan sulit tergantikan, seperti: analis saham, konsultan psikologi, ilustrator, analis politik, juga sudah mulai terancam akan tergusur.
"Kita akan makin terkaget-kaget karena pekerjaan berbasis kerja otak akan tergantikan dalam waktu dekat," satu kalimat dalam tajuk itu.
Faktanya, hadirnya ChatGPT juga telah membikin risau. Sekolah dan universitas di AS melarang siswanya menggunakan itu. Karena membuat siswa malas berpikir. Jika ada tugas, tinggal ketik perintah di chatGPT, langsung selesai. Tak perlu waktu lama. Dan tak menguras energi.
Dalam sebuah video youtube, saya melihat bagaimana ChatGPT mampu membuat satu bab pendahuluan untuk satu karya tulis.
Di grup WA yang saya ikuti, pada lebaran lalu ada anggota yang memposting puisi idul fitri. Yang katanya dibuat oleh chatGPT dengan hanya menuliskan kalimat perintah.
Bahkan hasil tulisan chatGPT setelah dicek juga bebas dari plagiarisme. Luar biasa bukan?
Artinya: dengan menggunakan alat ini, target saya menulis setiap hari seperti Pak Dahlan Iskan menemukan caranya. Hehehe... Atau keinginan saya untuk membuat novel, mungkin akan lekas terbantu dengan alat ini. Andaikan tugas literasi masih diwajibkan tahun ini, maka banyak yang akan santai. Bahkan misalnya tugas literasi itu dibikin triwulanan, juga akan tenang-tenang saja. Sudah ada chatGPT.
Tapi masak begitu?
Kita lantas bisa berpikir dan membayangkan, apa yang akan terjadi dengan tugas dan pekerjaan kita. Yang dulu dari klerikal ke analitik, yang analitik itu ternyata sekarang juga mulai ada ancaman. Tapi, benarkah itu ancaman atau dengan mesin itu justru semakin memudahkan?
KFR. Misalnya. Coba kasih perintah di ChatGPT untuk membuatkan analisisnya. Atau yang bab pendahuluan. Atau yang analisis tematiknya. Atau tugas RCE lainnya, seperti apa rekomendasi Alco yang bisa disampaikan ke pemda.
Memang saya belum mencobanya. Tapi itu bisa dikerjakan oleh chatGPT. Karena sudah banyak file-file KFR, kajian-kajian ekonomi, data-data ekonomi, yang diunggah di internet, yang dalam waktu singkat bisa dibaca mesin chatGPT, lalu si mesin mampu menulisnya kembali dengan kalimatnya sendiri.
Alhasil, barangkali analisis dan rekomendasi yang mesti dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, atau sektor apa yang perlu ditingkatkan, potensi apa yang perlu dikembangkan, bisa ditulis dengan cepat oleh chatGPT. Dan tinggal copas.
Misalnya lagi begini. Saat ini, ada lomba karya tulis. Dengan tema tertentu. Daripada susah-susah, atau karena males berpikir, sebab mungkin waktunya juga terbatas, apalagi lombanya dibikin mandatori, maka chatGPT bisa menjadi solusi.
Tapi masak begitu?
Maka, hal ini perlu menjadi pemikiran bersama, bagaimana selanjutnya. Apakah akan dilarang menggunakan AI, atau justru malah dianjurkan karena semakin membantu dan memudahkan kita.
Hanya saja, kalau tetap bisa digunakan, bukankah stakeholder juga bisa langsung menggunakan dan bisa langsung bertanya dan bisa segera mendapatkan jawabannya. Lantas, yang dari kita bagaimana?
Bagaimanapun ini adalah tantangan. Bagi masa depan dan keberlangsungan.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi