Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2025

Penikmat profesional

-(Kamis, 31 Juli 2025)- Saya memberikan kode tangan kepada Acil itu. Dia langsung mengerti, meski dengan sedikit kaget. Seolah dia tak percaya dengan apa yang akan saya lakukan. “Kobokan?!” kata Acil. Saya mengangguk. Momen itu terjadi setelah hidangan ketupat Kandangan berada di depan saya. Saya masih menunggu semua perangkat dan pelengkap makan tersedia. Soal makan, barangkali saya adalah tipikal McCall dalam film The Equalizer—semuanya harus nampak sempurna di depan saya sebelum saya mulai makan. Sebagai penikmat ketupat Kandangan, saya tidak ingin setengah-setengah. Sebagaimana anjuran untuk kaffah dalam beragama, maka saya pun demikian dalam soal makan ketupat Kandangan. Cara kerja menikmati hidangan ini pada dasarnya adalah dengan menyantapnya langsung menggunakan tangan. Tidak memakai bantuan sendok atau alat makan lainnya. Bagi Anda yang baru tahu, mungkin memang terlihat aneh. Tapi selalu begitu respon manusia atas sesuatu yang baru ia ketahui. Hanya dengan pikiran terbuka, ki...

Halusinasi digital

-(Rabu, 30 Juli 2025)- Semoga Anda tahu film A Beautiful Mind. Film ini diangkat dari kisah nyata kehidupan John Nash, seorang ahli matematika jenius dan peraih Nobel Ekonomi. Nash mengalami skizofrenia akut. Ia mengalami halusinasi berat, hingga merasa dirinya adalah agen rahasia. Dalam film tersebut, ia digambarkan sering bertemu dan berkomunikasi dengan seorang atasan dari lembaga intelijen, serta memiliki teman sekamar yang akrab dengannya. Teman sekamar ini bahkan memiliki seorang keponakan perempuan yang kerap muncul di sekitar Nash. Detail cerita dan gambaran halusinasinya bisa Anda temukan dengan mudah di YouTube. Barangkali ada dua hal utama yang membuat Nash mampu bertahan dan pada akhirnya bisa kembali menjalani kehidupan, meski halusinasi itu terus muncul dalam pikiran dan penglihatannya. Pertama, adalah kesetiaan dan ketabahan sang istri. Ia begitu sabar dan penuh cinta dalam mendampingi Nash, bahkan di masa-masa tersulit sekalipun. Sang istri menjadi penopang utama, suppo...

Berani berubah

-(Selasa, 29 Juli 2025)- Ada banyak cerita film yang mengisahkan tentang seseorang yang ingin memperbaiki hidupnya dengan cara memisahkan diri dari lingkungan dan teman-teman lamanya. Ia mulai menyadari bahwa selama ia masih bergaul atau berada dalam satu kelompok dengan mereka, selama itu pula ia akan terus terjebak dalam perbuatan-perbuatan tercela yang sudah menjadi kebiasaan. Maka, ia pun memutuskan untuk berhenti, keluar dari kelompok tersebut, dan memulai kehidupan yang baru. Hanya saja, pilihan ini tentu tidak mudah. Bisa jadi, teman-temannya merasa tidak terima dengan keputusan itu. Mungkin mereka merasa dikhianati, atau bahkan terancam. Mereka bisa saja khawatir kalau orang yang keluar itu akan membuka rahasia, berbicara dengan orang lain, atau menyampaikan sesuatu yang selama ini ditutupi. Atau mungkin juga, ada rasa iri—karena ia berani mengambil langkah yang tidak semua orang sanggup ambil. Bahkan bisa jadi, keputusan satu orang untuk pergi membuat keuntungan kelompok berku...

Siapa kita?

-(Senin, 28 Juli 2025)- Dalam film The Equalizer 3, terdapat sebuah dialog antara seorang dokter dan tokoh utama yang diperankan oleh Denzel Washington, Robert McCall. Dalam percakapan itu, sang dokter bertanya: “Apakah Anda orang baik atau orang jahat?” McCall menjawab: “Aku tidak tahu.” Beberapa waktu kemudian, mereka kembali membahas pertanyaan tersebut. Kali ini, McCall yang balik bertanya. Sang dokter pun menjawab bahwa hanya orang baik yang menjawab dengan keraguan seperti itu. Kenyataannya, masa lalu manusia hampir selalu tersusun oleh dua hal yang bertolak belakang: perbuatan baik dan buruk, sifat terpuji dan tercela. Kita kerap menilai diri sendiri dengan cara membandingkan kedua sisi itu—seolah-olah kebaikan dan keburukan bisa dihitung secara proporsional. Kita bertanya dalam hati: lebih banyak mana, kebaikan atau keburukan yang telah kita lakukan? Namun, bagi orang yang sadar akan dirinya—yang paham betul tentang dorongan nafsu, ego, serta upaya menegakkan kebaikan dalam dir...

Jejak sunyi

-(Minggu, 27 Juli 2025)- Jalan setapak. Namun kenyataannya, bukan hanya tapak kaki yang menelusuri jalur sempit itu. Ada pula roda-roda sepeda motor yang melintas tergesa—barangkali ingin menyingkat waktu, menembus jeda, menuju suatu tujuan yang entah seberapa gentingnya. Jalan setapak selepas hujan lebat semalam tak lagi terkurung dalam keheningan. Ada suara kodok bersahutan dari balik semak, seolah merayakan limpahan air sebagai berkah yang turun dari langit. Alam pun tahu bagaimana cara mensyukuri, bahkan dalam kebisingan yang sederhana. Jalan setapak yang kiri-kanannya dilingkupi tumbuhan hijau itu terasa semakin sejuk selepas hujan. Air menempel di ujung daun, aroma tanah basah naik perlahan dari sela kerikil. Di sisi kiri dan kanan, air tergenang di bawah rimbunnya semak belukar. Mungkin aliran itu tertahan oleh dedaunan gugur. Atau barangkali karena tanah yang cekung dan tak lagi menyediakan jalan bagi air untuk mengalir. Seperti hidup yang kadang tersendat karena hal-hal kecil ...

Paradoks manusia

-(Sabtu, 26 Juli 2025)- Bagaimanapun, musuh sejati manusia itu ya dirinya sendiri. Ada bagian dalam diri manusia yang selalu berkeinginan untuk melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan norma. Atau bisa jadi, dulu aturan atau norma itu dibuat setelah melihat sifat dasar manusia yang, jika dibiarkan, akan membuat manusia tak ada bedanya dengan binatang. Namun di balik itu, manusia juga punya kelebihan berupa rasa empati yang ia miliki. Besar kecilnya bergantung pada lingkungan, serta bagaimana empati itu dilatih dan berkembang. Karena apa pun, karakter manusia pada dasarnya adalah soal kebiasaan. Jauh melampaui norma dan etika, barangkali rasa empati adalah satu-satunya ukuran yang menunjukkan kesungguhan dan keikhlasan seseorang dalam merespons orang lain. Ketika seseorang berusaha memberikan informasi kepada kita, padahal kita sebenarnya sudah tahu dan paham tentang informasi itu, respon apa yang akan kita lakukan atau ucapkan? Apakah kita akan berkata, “Ya, saya sudah tahu,” ya...

Tema abadi

-(Jumat, 25 Juli 2025)- Kenyataannya, saya mulai kehabisan ide untuk menulis. Tentu, menulis setiap hari itu butuh bahan bakar yang melimpah. Ada banyak hal yang terbersit ingin saya tuliskan, tetapi rasanya tak mungkin diwujudkan, mengingat asas kepatutan dan kepantasan yang melekat pada diri saya saat ini. Kehabisan ide ini barangkali mirip dengan apa yang terjadi pada pemberitaan belakangan ini—yang itu-itu saja. Anda sudah tahu maksud saya: topik yang terus diulang-ulang. Saya punya dugaan mengapa begitu. Yang ternyata dugaan saya itu sama dengan informasi yang disampaikan oleh seorang tokoh dalam satu podcast. Tokoh ini bilang bahwa para konten kreator, kini mulai kebingungan mau mengangkat topik baru apa. Nampaknya masyarakat sudah mulai bosan dengan topik-topik lain, dan yang masih tetap menarik serta membuat penonton bertahan adalah ya… soal itu terus. Anda tentu paham maksud saya. Artinya, alasan kenapa berita atau topik itu terus diangkat salah satunya adalah dorongan untuk m...

Kota atau pedalaman?

-(Kamis, 24 Juli 2025)- Mari kita membayangkan dua orang yang sama—pekerjaan, jabatan, penghasilan—tetapi berada di dua tempat yang berbeda. Pertama, orang yang tinggal dan bekerja di kota besar. Ia tentu mesti menghadapi problematika khas kota besar. Mulai dari kemacetan, jarak tempat tinggal yang jauh dari lokasi kerja, polusi, kepadatan rumah dan penduduk, hingga ritme bekerja yang dituntut serba cepat. Maka, sudah barang tentu ia menghadapi banyak tekanan dari lingkungan sekitar, yang bisa menimbulkan stres.  Namun di balik tekanan itu, ada sisi positif. Ia berada di pusat ekonomi, pusat perhatian, dan pusat kekuasaan. Barangkali ia akan memiliki karier yang lebih cepat karena dikenal oleh pimpinan yang punya kuasa untuk menentukan jabatan. Selain itu, kesempatan membangun relasi dan mengembangkan diri pun terbuka luas di tengah pusat pertumbuhan ini. Kedua, orang yang tinggal dan bekerja di kota kecil. Bisa jadi di kota pedalaman di satu pulau besar, dengan transportasi darat ...

Jam terbang

-(Rabu, 23 Juli 2025)- Pada akhirnya, semua tentang jam terbang. Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidangnya dapat memiliki keahlian tersebut karena jam terbang dalam menangani banyak pasien dengan berbagai kasus penyakit. Seorang pilot yang memiliki kemampuan menerbangkan pesawat dengan tenang dan andal, memiliki kemampuan itu karena jam terbang yang terus menambah pengalamannya, apalagi ditambah dengan jalur penerbangan yang berbeda dan semakin banyak. Begitu juga seorang penulis, ia mahir dalam menulis karena jam terbang atau seringnya ia menulis. Bisa jadi tidak hanya menulis setiap hari tetapi juga menyelesaikan banyak tulisan dalam satu hari itu. Hal ini tentu juga dilengkapi dengan banyaknya membaca. Pun dalam segala profesi, seseorang mahir di bidangnya karena banyaknya pengalaman yang ia alami, dan itu terus menambah pengetahuan serta kompetensinya. Karenanya, banyak latihan menjadi cara utama untuk membentuk seorang atlet, petinj...

Fokus sholat

-(Selasa, 22 Juli 2025)- Hari-hari kita akan terasa berbeda manakala kita mengubah fokus hidup kita. Di Makkah dan Madinah, para jamaah haji memiliki satu fokus utama: menjaga sholat lima waktu berjamaah di masjid—baik Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Karena fokus pada sholat berjamaah, para jamaah berupaya hadir di masjid jauh sebelum adzan berkumandang. Tujuannya jelas: agar bisa mendapatkan tempat yang utama—di pelataran Ka’bah atau di dekat Raudah—dan supaya tidak ketinggalan takbir pertama bersama imam. Lalu, apa yang terjadi? Masjidil Haram dan Masjid Nabawi selalu dipenuhi jamaah, bahkan sejak lama sebelum waktu sholat tiba. Ribuan orang duduk sabar menanti adzan, mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an, berzikir, atau bermunajat. Waktu menunggu tidak terasa sia-sia, justru itulah saat-saat paling tenang dan bermakna. Pertanyaannya, bisakah kita seperti itu, meski di luar Makkah dan Madinah? Jawabannya kembali pada diri kita sendiri. Bagi siapa pun yang meyakini bahwa tujuan ...

Sabar menanti

-(Senin, 21 Juli 2025)- Dalam film The Jackal, diceritakan bagaimana seorang sniper bayaran begitu sabar menunggu target sasarannya. Ia bisa berdiam diri di satu tempat berjam-jam, bahkan berhari-hari, demi memastikan rencananya berjalan sempurna. Dalam banyak kesempatan, justru kesabaran itulah yang membuatnya berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, tanpa cela. Ia tidak gegabah, tidak tergesa-gesa, dan tidak membiarkan emosi menguasainya. Kisah berbeda muncul dalam sebuah film lain berjudul Sew Torn, tentang seorang penjahit wanita. Suatu hari, karena tidak sabar menahan emosi dan egonya ketika menghadapi pelanggan yang cerewet, ia sengaja menjatuhkan kancing baju ke dalam lubang ventilasi. Akibatnya, ia terpaksa pulang untuk mengambil kancing pengganti. Di perjalanan pulang itulah nasib buruk menunggunya: ia bertemu dua orang yang memperebutkan koper berisi uang, yang pada akhirnya membuat hidupnya berakhir tragis. Namun, film itu juga menampilkan alur cerita alternatif. Dalam s...

Pagi kompetisi

-(Minggu, 20 Juli 2025)- Ketika saya jalan pagi, setelah dua bulan absen, saya kembali melewati jalur itu. Ada beberapa sudut dengan pemandangan baru. Terutama di pinggir jalan, saya melihat beberapa UMKM menjajakan makanan. Sepertinya menu sarapan dengan harga yang relatif terjangkau, sepuluh ribu rupiah per porsi. Menariknya, bukan hanya satu tempat. Ada beberapa. Saya sempat melihat spanduk bertuliskan nasi uduk khas (nama kota) dengan harga sepuluh ribu. Tidak jauh dari situ, ada pula yang menjual nasi bento, dengan harga yang sama. Beberapa meter kemudian ada nasi kepal, harganya malah hanya lima ribu rupiah. Ini tentu menjadi pilihan warga, terutama yang ingin sarapan cepat sebelum beraktivitas. Di sisi lain, saya membayangkan bagaimana dengan warung-warung lama yang menjual nasi kuning, lontong sayur, atau menu sarapan lain dengan harga sedikit lebih tinggi.  Semoga saja kehadiran penjual baru ini tidak menggeser rezeki mereka. Saya percaya masih ada pelanggan yang setia den...

Mengantar Maba

-(Sabtu, 19 Juli 2025)- Sekitar pukul delapan pagi, kami baru berangkat menuju Kota Gudeg. Kota yang juga dikenal sebagai Kota Pelajar, Kota Istimewa. Katanya kota ini selalu menghadirkan nostalgia, seperti dalam lirik lagunya KLa Project. Berangkat jam segitu tentu agak mepet, sebab kami harus tiba sebelum pukul dua belas siang. Bisa sampai tepat waktu? Itulah gunanya pembangunan infrastruktur yang semakin maju. Kini, akses ke Jogja makin mudah berkat jalan tol Solo–Jogja yang kebetulan awal Juli lalu sudah dibuka. Dari kota kami, kami bisa langsung masuk jalur tol, menempuh perjalanan yang jauh lebih cepat dibandingkan jalur biasa. Jalur tol ini berakhir di pintu sebelum Prambanan, karena nampaknya ruas Prambanan–Jogja masih dalam tahap penyelesaian. Meski begitu, jalur ini sudah memangkas banyak waktu perjalanan. Alhamdulillah, perjalanan kami lancar tanpa hambatan berarti. Begitu tiba di Jogja, kami langsung menuju rumah sakit untuk tes bebas napza dan mengambil hasilnya. Selesai u...

Di mana menua

-(Jumat, 18 Juli 2025)- Penuaan bukan hanya soal gen, tetapi juga soal lingkungan. Itulah yang kira-kira saya tangkap dari sebuah hasil penelitian yang saya baca di koran beberapa hari lalu.  Penelitian ini menegaskan apa yang sebenarnya sudah lama kita pahami secara naluriah: lingkungan, tempat kita hidup, dan cara kita hidup, punya andil besar pada bagaimana tubuh kita menua. Kita tentu sering melihat buktinya. Seseorang yang hidupnya susah, penuh tekanan, pada usia yang sama sering tampak jauh lebih tua dibanding mereka yang hidupnya terasa lebih ringan. Susah di sini tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memaknai hidupnya. Ada orang yang segalanya tercukupi, tetapi pikirannya sendiri membuat hari-harinya sempit dan gelisah. Dari sana, kita bisa menarik satu dugaan: tinggal di kota kecil, atau desa dengan sawah, ladang, kebun, dan pepohonan yang masih luas, serta ritme hidup yang lambat, barangkali lebih mendukung untuk memperlambat penuaan dibandingk...

Redupnya imajinasi

-(Kamis, 17 Juli 2025)- Menikmati kembali alur cerita film The Lord of the Rings dan Harry Potter beberapa waktu yang lalu, membuat saya berpikir. Betapa cemerlang imajinasi pengarangnya. Baik pengarang The Lord of the Rings maupun Harry Potter sama-sama berhasil menciptakan begitu banyak karakter, latar peristiwa, dan tentunya alur cerita yang luar biasa hebat dan asyik untuk dinikmati lintas generasi. Pertanyaannya: bagaimana mungkin mereka bisa menjadi sehebat itu? Apa yang mereka “makan” sehingga imajinasi mereka bisa begitu liar dan hidup? Saya hanya menduga-duga begini. Barangkali mereka memang sudah terlatih sejak kecil untuk berimajinasi, dengan khayalan yang bebas dan liar. Barangkali pula sejak dini mereka sudah dibiasakan membaca, baik fiksi maupun nonfiksi. Membaca bagi mereka bukan sekadar kewajiban, tetapi kebutuhan. Tolkien, misalnya, bukan hanya penulis fiksi, tetapi juga profesor bahasa dan sastra di Oxford yang mendalami mitologi Nordik dan bahasa kuno. Rowling pun me...

Ulah manusia

-(Rabu, 16 Juli 2025)- Pada akhirnya, saya mengambil satu kesimpulan: sakit itu, pada banyak kasus, lebih sering disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Gaya hidup yang buruk, enggan bergerak, malas berolahraga, makan sembarangan, pikiran yang selalu dipenuhi overthinking dan negative thinking, kurang waspada, ceroboh, tidak fokus, serta tidak hidup di saat ini karena terlalu larut membayangkan masa lalu dan sibuk memikirkan masa depan. Ditambah lagi kebiasaan tidur terlalu larut malam — semua itu menjadi pintu masuk bagi berbagai penyakit. Sudah banyak contoh orang yang mengalaminya. Sebutkan saja siapa, lalu silakan periksa latar belakang atau penyebabnya. Pasti salah satunya berkaitan dengan faktor-faktor di atas. Atau, kalau mau, mari saya interogasi orangnya — nanti juga akan ketahuan, faktor penyebabnya ya tidak jauh-jauh dari itu semua. Saya sendiri mengalaminya tempo hari, saat di Makkah. Saya kena batuk parah, yang hingga kini pun belum pulih benar. Kalau saya pikir-pikir, semua...

Kredit macet

-(Selasa, 15 Juli 2025)- Saya merasa penasaran dengan banyaknya iklan di koran regional yang berisi pengumuman lelang eksekusi hak tanggungan dari satu bank. Ada pengumuman lelang pertama, ada pula lelang kedua. Bahkan setiap kali membuka koran regional itu, saya selalu menemukannya. Ini tentu terkait dengan kredit macet. Ketika cicilan tak lagi terbayar, maka agunan yang dulu dijaminkan akhirnya harus dilelang oleh pihak bank untuk menutup kerugian. Pertanyaannya, kenapa pinjaman bisa macet? Tentu jawabannya tidak tunggal. Ada banyak faktor yang membuat satu pinjaman tidak bisa dilunasi. Bisa jadi usaha yang dibiayai gagal, pendapatan menurun, kondisi ekonomi berubah, atau karena pengelolaan keuangan pribadi yang kurang hati-hati. Apakah hal ini juga mencerminkan kondisi ekonomi secara umum? Saya tidak ingin buru-buru berspekulasi. Namun, barisan iklan lelang yang muncul hampir setiap edisi setidaknya menunjukkan bahwa persoalan kredit macet masih terus ada, berulang dari waktu ke wak...

Ikhlas menunggu

-(Senin, 14 Juli 2025)- Kenyataannya, kita seringkali tak punya banyak pilihan selain menghela napas panjang—atau kalau mau, menggerutu pelan dalam hati—ketika mendapati maskapai tiba-tiba mengubah jadwal penerbangan. Mundur dua jam dari jadwal semula, lalu tiba-tiba ditambah dua jam lagi, persis saat kita sudah duduk manis di ruang tunggu bandara.  Saya kadang bertanya-tanya—dan saya yakin saya tidak sendirian—apakah ini memang murni soal alasan operasional yang misterius itu, atau sebenarnya ada akal-akalan agar maskapai tak perlu membayar kompensasi keterlambatan di atas tiga jam. Apa memang bannya bocor? Pilotnya ketiduran? Burung nyasar ke mesin pesawat? Atau ada “operasional lain” yang entah siapa yang benar-benar paham maksudnya. Tapi mau bagaimana lagi? Tak ada pilihan lain. Tak bisa pindah maskapai mendadak, tak bisa juga protes terlalu kencang, apalagi berharap semua penumpang demo bersama—paling banter saling tatap penuh pengertian sambil senyum kecut di kursi ruang tung...

Kenangan & harapan

-(Minggu, 13 Juli 2025)- Apa yang membedakan antara kenangan dan harapan? Jawabannya sederhana, tetapi dalam: keduanya sama-sama berkaitan dengan waktu, namun cara kita merasakannya sungguh bertolak belakang. Kenangan sering kali terasa cepat. Ketika kita sudah menjalaninya, melewatinya, lalu suatu sore hujan kita duduk termenung mengingatnya, batin kita sering berkata, “Ah, waktu begitu cepatnya berlalu.” Dua bulan, dua tahun, tiga tahun—rasanya seperti kedipan mata. Tiba-tiba saja, kita sudah kembali ke tempat yang sama, menjejak di tanah yang sama, tetapi kita bukan lagi orang yang sama. Lucunya, entah pengalaman itu pahit atau manis, semua perlahan membaur menjadi satu: kenangan. Dan entah bagaimana, semuanya mendadak terasa indah pada waktunya. Begitulah kenangan—ia selalu berjalan cepat di benak, meski dulu mungkin terasa berat dijalani. Berbeda sekali dengan harapan. Harapan adalah detak waktu yang melambat. Sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu, sesuatu yang bikin jantung berdeba...

Kota hemat

-(Sabtu, 12 Juli 2025)- Hidup di sebuah kota dengan banyak warung nasi, di mana lauknya bisa dipilih dan dicustom sendiri sesuai isi kantong, adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Kenikmatan ini tidak hanya bisa dirasakan saat sarapan, tetapi juga ketika makan siang atau makan malam. Maksud saya begini. Misalnya, suatu malam kita hanya ingin makan tumpang trancam atau pecel dengan lauk tempe goreng. Di kota ini, ada banyak warung yang menyediakan pilihan menu sederhana semacam itu. Kita tidak perlu repot-repot memasak sendiri di rumah, atau terpaksa membeli paket menu yang sebenarnya tidak kita suka, dengan porsi yang terlalu besar. Padahal kadang kita hanya ingin makan sedikit saja, sekadar mengisi perut agar tidak lapar. Hidup di kota seperti ini — yang biaya hidupnya relatif murah — sejatinya memberi kesempatan bagi warganya untuk menyisihkan sebagian penghasilan untuk ditabung atau dialokasikan untuk kebutuhan jangka panjang. Terlebih bagi para ASN atau pegawai tetap dengan penghasi...

Frodo birokrasi

-(Jumat, 11 Juli 2025)- Dalam film The Lord of The Rings, diceritakan tentang Frodo, seorang hobbit kecil yang ditakdirkan untuk menyelamatkan semua makhluk dari berbagai ras dari kekuatan jahat Sauron. Caranya adalah dengan membawa cincin ke kawah gunung untuk dihancurkan. Sebuah perjalanan dan perjuangan yang tentu tidak mudah. Frodo harus menghadapi musuh yang ganas, godaan cincin yang terus membisikkan kekuasaan, serta jalan terjal pegunungan yang sulit dilalui. Namun berkat kesungguhan, tekad yang kokoh dalam menghadapi godaan, serta kerja sama saling bahu-membahu dengan sahabat-sahabatnya, akhirnya Frodo berhasil menghancurkan cincin itu. Hancurnya cincin tersebut sekaligus memusnahkan Sauron beserta seluruh pasukannya yang menebar kegelapan. Cerita lebih detil tentu dapat Anda temukan dengan mudah di internet, bahkan ada banyak rangkuman alur cerita di YouTube yang bisa ditonton. Meski hanya sebuah kisah rekaan, cerita ini sesungguhnya mewakili banyak hal yang terjadi di dunia n...

Sarapan botok

-(Kamis, 10 Juli 2025)- Pagi-pagi sarapan botok. Sesuatu yang tak lazim bagi saya. Namun sebenarnya, semua kembali pada apa yang tersaji di depan kita. Pada banyak tempat di Indonesia, pilihan menu sarapan sangat bergantung pada para UMKM—warung-warung kecil yang menyediakan makanan rumahan untuk masyarakat sekitar. Kalau di suatu daerah hanya ada pecel, ya akhirnya orang sarapan pecel. Kalau yang banyak tersedia nasi kuning, ya mau tak mau orang pun sarapan nasi kuning. Di beberapa daerah, variasi menu sarapan memang terbatas. Namun di tempat lain, terutama di kota atau pusat keramaian, warung makan kerap menawarkan ragam menu yang lebih luas. Di sinilah pilihan kita menjadi lebih bervariasi. Sarapan pun tidak melulu hanya satu menu berulang. Tidak terus-menerus nasi pecel, soto, atau nasi kuning. Seperti pagi ini: sarapan saya terasa lebih mirip makan siang, karena warung yang saya datangi menyediakan beragam pilihan menu. Salah satunya: botok. Ada beberapa jenis botok di warung itu—...

Tasyakuran haji

-(Rabu, 9 Juli 2025)- Entahlah, barangkali memang sudah menjadi kebiasaan umum bahwa jam yang tertera di undangan itu bukan waktu yang sebenarnya. Seringkali acara masih molor hingga satu sampai dua jam. Karena kami sudah tahu bahwa acara akan molor, maka kami pun sengaja datang melebihi waktu yang tertera di undangan, kira-kira kami telat setengah jam. Ini sebenarnya salah, dan tidak perlu ditiru. Kenyataannya, setengah jam setelah kami duduk, acara juga belum dimulai. Tapi, mungkin karena tempaan selama ibadah haji — di mana para jamaah telah dilatih untuk bersabar, baik dalam antrean toilet maupun menanti waktu salat — sepertinya sebagian peserta tetap happy-happy saja. Apalagi ini adalah pertemuan besar pertama sejak kami tiba di tanah air. Maka, suasana menjadi hangat dan ramai oleh pertemuan kembali para jamaah haji di tingkat kabupaten. Meski ada juga beberapa orang di belakang saya yang mengeluhkan molornya acara. Pagi itu kami mengenakan kembali batik haji nasional bercorak wa...

Kelas kosong

-(Selasa, 8 Juli 2025)- Setelah mengantar Ibu kami ke stasiun dan melepas beliau sampai naik kereta api, kami kemudian berencana untuk bersilaturahmi dengan seorang teman kami yang satu regu dalam perjalanan ibadah haji. Dalam perjalanan itu, ia menunjukkan kepada saya beberapa SD yang sudah kehabisan murid. Setidaknya ada tiga SD dalam perjalanan sekitar 30 menit itu. Ini tentu menjadi fenomena menarik untuk diperhatikan dan dipikirkan lebih dalam. Mengapa bisa terjadi? Lalu apa yang sebaiknya dilakukan? Pertanyaan ini barangkali terdengar sederhana—bahkan mungkin muncul dari seseorang yang “kurang kerjaan” atau seolah sengaja mencari-cari masalah. Karena saya yakin, persoalan semacam ini sudah menjadi perhatian pemerintah daerah setempat. Namun, rasanya tidak ada salahnya kita ikut memikirkannya. Salah satu dugaan yang masuk akal adalah semakin ketatnya persaingan dengan sekolah lain. Di banyak tempat, SD negeri yang berdekatan dengan madrasah ibtidaiyah atau SD Islam swasta perlahan...

Ziarah haji

-(Senin, 7 Juli 2025)- Sungguh sebuah kehormatan dan kebahagiaan bagi kami ketika sanak keluarga dan tetangga datang berkunjung. Sejak kepulangan kami ke rumah sepulang menunaikan ibadah haji, hampir setiap hari selalu ada yang datang bersilaturahmi. Bahkan beberapa di antara mereka datang dari luar kota, dari kampung halaman asal-usul kami sebelum menetap di sini. Di daerah asal kami, tradisi ini dikenal sebagai ziarah haji atau, dalam lidah orang Jawa, sering disebut sejarah kaji. Ada keyakinan bahwa doa orang yang baru pulang haji itu mustajab dan membawa berkah. Keyakinan inilah yang kemudian mendorong sebagian orang datang berombongan bersilaturahmi ke rumah orang-orang yang baru pulang haji, terutama mereka yang sudah dikenal dekat. Terlepas dari keyakinan tersebut, barangkali kunjungan ini juga menjadi sarana untuk mencari motivasi. Sebagian orang datang dengan harapan bisa meniru apa yang telah dilakukan oleh mereka yang sudah berhaji. Selain itu, mereka juga ingin mendengarkan...

Egois

-(Minggu, 6 Juli 2025)- Pada suatu ketika saya akan naik kereta api. Dari Jakarta. Langkah saya bergegas, berjalan cepat, setelah saya sambar karcis titipan motor di loket parkir. Jadwal keberangkatan sudah dekat, dan saya tidak ingin ketinggalan. Suasana sekitar stasiun malam itu ramai, orang-orang berlalu-lalang dengan ransel di punggung, koper diseret, sebagian tampak terburu-buru seperti saya. Ternyata saya kemudian melewati satu keributan. Seorang ibu marah dan memaki kurang ajar pada beberapa pria muda yang baru masuk ke dalam mobil. Rupanya ibu itu kesal karena sudah menunggu satu jam. Mobil ibu itu terhalang mobil anak-anak muda itu yang ternyata di-rem tangan. Parkir paralel mestinya jangan di-rem tangan, kata si ibu. Saya memaklumi ibu itu yang sebel dan marah, karena saya pun pernah mengalaminya tempo hari. Rasanya pria hijau dalam tubuh saya mau keluar dan ingin mengangkat mobil itu untuk dilempar ke laut. Situasi semacam itu membuat orang yang sabar sekalipun bisa kehilang...

Langkah pagi

-(Sabtu, 5 Juli 2025)- Pagi datang seperti hari-hari kemarin. Suhu terasa agak dingin, barangkali karena musim kemarau, yang beberapa hari terakhir ini memang tak ada lagi hujan yang turun. Saya berjalan menyusuri jalanan yang mulai ramai dengan para pengendara. Nampak di depan ada asap dari pembakaran sampah. Terlihat seorang laki-laki sedang menjaga perapian sampah itu. Duh, mengapa pagi-pagi ia sudah membakar sampah yang asapnya mencemari udara pagi yang mestinya masih segar. Pikiran saya, yang terus saya paksa berhenti membuat penilaian, akhirnya tak sanggup saya tahan. Ini kejengkelan lama, sebagaimana ketika melihat orang merokok saat berkendara atau di tempat yang tidak semestinya. Bagaimanapun, asap sampah dan asap rokok tak pernah sehat bagi siapa pun. Padahal dalam Islam, menjaga kebersihan adalah bagian dari iman. Rasulullah SAW bersabda, “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim). Allah pun berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah)...

Jamaah mandiri

-(Jumat, 4 Juli 2025)- Pada awalnya, kami memang berniat untuk bergabung dengan satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Kebetulan pada KBIH itu masih tersisa slot dua orang. Setelah mendaftarkan diri, kami diundang masuk ke dalam grup WhatsApp besar KBIH. Selain itu, kami juga dimasukkan ke grup WhatsApp khusus rombongan. Perlu diketahui, dalam satu kloter, jamaah haji biasanya dibagi menjadi beberapa rombongan, lalu dipecah lagi menjadi beberapa regu. Dari pihak KBIH, kami bahkan sudah mendapat kiriman kaos seragam. Artinya, pada titik itu kami benar-benar sudah mantap bergabung dengan KBIH tersebut. Sebagai jamaah haji cadangan, kami memang sadar waktu persiapan kami tidak sepanjang jamaah haji reguler yang jadwalnya sudah pasti sejak lama. Meski begitu, kami berusaha sebaik mungkin. Urusan administrasi seperti paspor, pelunasan biaya haji, dan tes kesehatan segera kami selesaikan secepat mungkin agar siap berangkat. Awalnya kami yakin penggabungan kami dalam KBIH tersebut sudah...

Pulang tanah air

-(Kamis, 3 Juli 2025)- Setelah kurang lebih 40 hari beribadah di Makkah dan Madinah, akhirnya kami tiba kembali di tanah air tercinta. Alhamdulillah, seluruh anggota kloter kami pulang dalam keadaan lengkap dan selamat. Ini adalah nikmat besar yang patut kami syukuri bersama. Dari Bandara Madinah, pesawat kami lepas landas sekitar pukul 7 malam waktu setempat. Dalam perjalanan pulang, pesawat transit di India untuk mengisi bahan bakar. Kami tetap berada di dalam kabin, menanti dengan sabar hingga siap terbang kembali ke Indonesia. Sebelum terbang dari Madinah, pihak maskapai kembali mengingatkan kami terkait barang bawaan. Ada beberapa barang yang tidak diperbolehkan naik pesawat, meski bagi sebagian jamaah barang-barang itu terasa berharga. Mau tidak mau, sebagian barang akhirnya kami tinggal di bandara. Topik soal barang bawaan ini memang menjadi diskusi hangat di antara para jamaah di hari-hari menjelang kepulangan. Pertanyaan-pertanyaan seputar apa saja yang boleh dibawa, apa yang ...

Haji mabrur

-(Rabu, 2 Juli 2025)- Selama berada di Makkah, para jamaah senantiasa melatih diri untuk fokus dalam beribadah. Terlebih lagi dengan nilai pahala sholat di Tanah Haram yang mencapai seratus ribu kali lipat dibandingkan sholat di tempat lain. Nilai pahala yang begitu besar ini menjadi pendorong kuat bagi setiap jamaah untuk meraih keutamaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Daya tarik utama Makkah, yang memberikan rasa haru dan menyentuh hati, tentu saja adalah keberadaan Ka’bah. Selain kesempatan untuk sholat di dekat Ka’bah, ibadah istimewa yang hanya dapat dilakukan di tempat ini adalah tawaf. Inilah yang membuat para jamaah selalu memanfaatkan keberadaannya di Makkah untuk bertawaf, baik dalam rangkaian umroh maupun sekadar tawaf sunnah. Tak heran, pelataran Ka’bah tak pernah sepi dari lautan manusia yang rindu beribadah. Saya sendiri pernah membayangkan, bagaimana rasanya seandainya kami berdua bisa bertawaf mengelilingi Ka’bah tanpa ada orang lain di sekitarnya. Betapa itu akan menj...

Petugas Masjid

-(Selasa, 1 Juli 2025)- Pernahkah Anda menjadi panitia sebuah rapat koordinasi (rakor) atau acara penting lainnya? Jika pernah, Anda pasti paham bahwa menjadi panitia berarti bersedia memberikan pelayanan sepenuh hati kepada peserta. Sebagai panitia, kita rela mengutamakan kebutuhan peserta daripada keinginan pribadi. Saya ingat betul, dahulu ketika menjadi panitia, kami terbiasa makan belakangan. Bagi kami, memastikan peserta merasa nyaman, terlayani, dan acara berjalan lancar adalah prioritas utama. Kami juga sigap mengarahkan peserta ke ruang acara, membantu mereka yang kebingungan, bahkan dengan sabar meminta mereka untuk menempati kursi bagian depan terlebih dahulu. Semua itu kami lakukan agar acara dapat berlangsung tertib dan sukses. Pengalaman sederhana ini mengajarkan saya bahwa panitia identik dengan pelayanan — sebuah sikap rela berkorban demi kepentingan orang lain. Kenyataannya, semangat pelayanan semacam ini juga saya lihat pada para petugas di Masjidil Haram di Makkah da...