Urgensi Dana Desa untuk Penanganan COVID-19
Dimuat di https://jateng.idntimes.com/ pada link : https://jateng.idntimes.com/opinion/social/dhana-kencana-1/urgensi-dana-desa-untuk-penanganan-covid/5 (16 Agustus 2021)
---------------------------------------------------------------------------
Pemerintah mengatur penggunaan dana desa untuk dukungan penanganan COVID-19 di tingkat desa dengan besaran minimal adalah 8 persen dari pagu dana desa. Pengalokasian tersebut bersifat wajib atau sebagai dana desa yang ditentukan penggunaannya (earmarked). Melalui beberapa peraturan disebutkan bahwa besaran paling sedikit 8 persen dari pagu dana desa tersebut, penggunaannya diluar dan tidak termasuk untuk kebutuhan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa.
Seperti halnya penyaluran dana desa
untuk BLT Desa, dana desa untuk penanganan virus corona disalurkan oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke rekening kas desa. Setelah ada
permintaan penyaluran dari pemerintah daerah (pemda), pada dasarnya penyaluran
dana desa untuk penanganan COVID-19 termasuk biaya pemberlakuan pembatasan
kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro merupakan bagian dari penyaluran dana
desa tahap I diluar kebutuhan untuk BLT desa. Atau dana
tersebut disalurkan secara terpisah apabila desa belum salur dana desa tahap I.
Hal tersebut mempertimbangkan urgensi
dari dana COVID-19 desa untuk segera digunakan, sementara bila harus menunggu
penyaluran tahap I, terdapat desa-desa yang belum bisa memenuhi seluruh
persyaratan, khususnya pemenuhan Peraturan Desa tentang APBDesa. Artinya,
meskipun APBDes belum ditetapkan, dana COVID-19 desa sudah bisa disalurkan ke
rekening kas desa. Hanya saja, dalam pelaksanaan di lapangan, terdapat pemda
yang memberikan pengaturan bahwa selama APBDes belum ditetapkan, dana COVID-19
desa yang sudah masuk ke rekening desa belum bisa dibelanjakan. Kebijakan itu
berlandaskan argumen bahwa dasar pelaksanaan belanja desa adalah APBDes.
Realisasi
Berdasarkan data Ditjen Perbendaharaan
Kemenkeu secara nasional, penyaluran dana desa untuk penanganan COVID-19 per 26
Juli 2021 mencapai Rp4,04 triliun atau 70,11 persen dari target yaitu Rp5,76
triliun. Angka target merupakan perhitungan 8 persen dari total alokasi dana
desa sebesar Rp72 triliun. Hal itu menunjukkan masih terdapat desa-desa yang
belum menyalurkan dana desa untuk penanganan COVID-19.
Adapun di Jawa Tengah, seluruh desa
telah menyalurkan dana untuk penanganan virus corona dengan earmark 8
persen. Yaitu dari pagu dana desa sebesar Rp8,2 triliun, ditargetkan dana
COVID-19 desa mencapai Rp653 miliar. Dari target itu, sebanyak Rp283 miliar
disalurkan terpisah dari penyaluran dana desa tahap I. Selebihnya, menjadi
bagian dari penyaluran dana desa tahap I. Dari dana COVID-19 desa yang telah
disalurkan melalui rekening desa masing-masing--berdasarkan data yang dihimpun
Tenaga Pendamping Desa Jateng per 21 Juli 2021—penggunaannya sudah 86 persen.
Penggunaan
dana desa untuk COVID-19
Dari enam bidang penggunaan dana desa,
pemanfaatan dana desa untuk penanganan COVID-19 tersebar dalam beberapa bidang,
yaitu bidang pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
pemberdayaan masyarakat desa dan penanggulangan bencana, keadaan darurat dan
mendesak desa. Adapun keluaran (output) yang diharapkan dalam penggunan
dana COVID-19 desa ini dikelompokkan sesuai bidangnya. Pertama, output pada
bidang pelaksanaan pembangunan desa yang meliputi edukasi dan sosialisasi
pencegahan dan penanganan COVID-19, bantuan dan dukungan untuk kelancaran testing/tracing/treatment,
penyiapan tempat cuci tangan dan/atau hand sanitizer dan
penyemprotan disinfektan, juga penyiapan dan/atau perawatan ruang isolasi desa.
Kedua, untuk bidang pembinaan kemasyarakatan
desa, output penggunaan dana untuk pengadaan/pembangunan pos
keamanan desa dan penyelenggaraan pos keamanan desa. Ketiga, pada bidang
pemberdayaan masyarakat desa, output-nya antara lain pembangunan
lumbung desa, dan pengelolaan lumbung desa. Sedangkan untuk bidang
penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak desa, dana COVID-19
digunakan untuk menghasilkan output berupa sarana prasarana
(sarpras) tanggap darurat bencana, perlengkapan kesehatan tanggap darurat
bencana, penyelenggaraan pelayanan tanggap darurat bencana, dan bantuan
pangan/sembako dan bantuan pengobatan.
Dengan banyaknya pos penggunaan dana
COVID-19 desa tersebut, harapannya bisa memberikan keleluasaan bagi desa dan
mampu mendorong terwujudnya desa aman dari virus corona, yaitu kondisi
kehidupan desa yang tetap produktif di tengah pandemi dengan kedisiplinan warga
menerapkan protokol kesehatan.
Kebutuhan
pendanaan
Kondisi meningkatnya penularan COVID-19
belakangan ini tentu mendorong upaya yang lebih keras dari pemerintah--termasuk
desa--untuk melakukan kegiatan pencegahan dan penanganan wabah. Dengan
realisasi pengunaan dana virus corona desa di Jawa Tengah yang sudah mencapai
lebih dari 80 persen, diprediksi dana yang dibutuhkan akan melebihi target.
Pemerintah telah mengantisipasi hal tersebut.
Apabila kebutuhan dana penanganan
COVID-19 melebihi dari 8 persen dari pagu dana
desa setiap desa, pemenuhan kebutuhan
dana dapat menggunakan anggaran dana desa tahap I yang telah disalurkan
diluar kebutuhan dana desa untuk BLT desa. Jika ternyata kebutuhan dana dari
penyaluran dana desa tahap I tidak mencukupi, pemenuhan kebutuhan pendanaan
bisa menggunakan anggaran dana desa tahap II. Tentu, desa perlu melakukan
penyesuaian APBDesa sesuai mekanisme yang berlaku.
Monitoring
penggunaan dana COVID-19 desa
Sesuai ketentuan, pemerintah desa
melaporkan penggunaan dana desa untuk mendukung penanganan pandemi
COVID-19 kepada KPPN, berbentuk laporan realisasi penyerapan dan capaian
keluaran Dana Desa melalui aplikasi Online Monitoring Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OMSPAN). Laporan tersebut mencakup seluruh
penggunaan dana desa yang telah ditransfer ke rekening desa.
Mengacu interpretasi data OMSPAN Kanwil
DJPb Jateng per 26 Juli 2021, diketahui penggunaan dana desa di Jateng untuk
penanganan virus corona yang sudah dilaporkan mencapai sekitar Rp170 miliar.
Artinya, masih ditemukan penggunaan dana desa untuk COVID-19 yang belum diinput
pada OMSPAN. Untuk itu, semua pihak perlu mendorong pelaporan penggunaan dana
desa, selain memang menjadi syarat bagi penyaluran dana desa tahap berikutnya.
Pelaporan realisasi penyerapan yang lebih cepat merupakan salah satu upaya yang
harus dilakukan guna mempercepat penyaluran dana desa.
Sinergi
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa yang pertama--pada awal tahun 2021--pemerintah telah
mengantisipasi penyebaran virus corona di desa dengan kebijakan penggunaan dana
desa untuk penanganan COVID-19. Kedua, tidak beralasan jika terdapat desa yang
tidak mengalokasikan dana desa untuk penanganan COVID-19, setidaknya untuk
kegiatan pencegahan penularan bagi daerah berzona hijau.
Ketiga, perlu adanya sinkronisasi
kebijakan penggunaan dana COVID-19 desa antara pusat dan daerah. Misalnya
pemerintah tidak mensyaratkan Peraturan Desa untuk penggunaan dan penyaluran
APBDesa. Namun, ada pemda yang melarang penggunaan dana COVID-19 desa yang
sudah ada di rekening desa, selama APBDesa belum ditetapkan. Keempat, alokasi
penggunaan dana desa untuk penanganan virus corona, diluar dan tidak termasuk
kebutuhan dana untuk BLT desa. Kebutuhan pendanaan yang lebih dari 8 persen
pagu desa dapat diambil dari alokasi dana desa non BLT. Kelima, mengantisipasi
kebutuhan dana penanganan virus corona desa yang melebihi target, percepatan penyaluran
dana desa tahap II dan tahap III agar menjadi perhatian. Untuk itu, baik desa
maupun pemda agar bersinergi mempercepat pemenuhan persyaratan penyaluran dana
desa.
***