Pemakan Segala

Ada sebagian orang yang tidak suka makan durian. Bagi yang suka, akan merasa aneh dengan orang-orang ini. Sebaliknya, yang tidak suka juga merasa heran dengan mereka yang maniak durian.


Termasuk pada beberapa jenis makanan lainnya. Ada orang yang tidak suka makan sayuran. Di piringnya hanya ada nasi dan lauk. Nasi plus ati ampela, nasi dan ayam goreng, nasi dan telur ceplok, tempe, tahu atau lauk lainnya.

Bahkan ada juga orang yang tidak suka minum air putih. Baginya yang namanya minum itu harus manis. Teh manis, air sirup, susu, softdrink, dll.

Ada pula orang yang perbendaharaan makanannya terbatas. Dia hanya bisa makan masakan etnis tertentu, hanya masakan Jawa, misalnya. Sudah sampai Sulawesi, Sumatera atau Kalimantan, yang dicari tetap saja masakan Jawa.

Atau hanya bisa makan dengan tempe, tahu, telur, ayam dan daging. Ketika ketemu ikan, apalagi ikan laut, dia tidak tahan dengan bau amisnya dan karenanya menjadi tidak suka.

Apalagi ketemu ikan yang disayur tanpa digoreng. Menyentuh pun tidak. Sebaliknya, ada sebagian lagi, harus makan ikan. Kalau makan tahu tempe badannya menjadi loyo.

Begitulah ragam kehidupan. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi tidak suka pada suatu makanan. Bisa jadi karena sejak kecil tidak dibiasakan oleh orang tuanya untuk makan sayuran atau ikan. Atau karena alergi makanan. Atau karena masa lalunya sudah "blenger" dengan makanan itu. Seperti orang tua saya, yang tidak mau makan tiwul, karena masa kecilnya hanya bisa makan tiwul.

Artinya: ternyata tidak semua orang menyukai berbagai macam kuliner. Padahal, negeri ini kaya dengan variasi kuliner. Belum yang kuliner bangsa atau negara lainnya. Artinya: di satu sisi ada orang yang bercita-cita ingin merasakan berbagai macam kuliner, ternyata disisi lain ada yang setia pada beberapa rasa saja.

Tentu, kita tetap menghormati pilihan itu. Toh, kadang hal itu diluar kontrol orang tersebut. Pikirannya mau tapi jasmaninya menolak. Memaksa orang itu makan sesuatu yang tak disukainya, bisa membuatnya sakit.

Lantas, sebenarnya manakah yang lebih baik? Apakah memakan segala atau tertentu saja? Tergantung apa kepentingannya.

Untuk keperluan cepat beradaptasi di lingkungan baru, menjadi pemakan segala adalah salah satu modal. Mau di daerah pecel, oke. Mau di wilayah yang masakannya manis-manis, ga masalah. Mau di kawasan banyak ikan lautnya, bukan menjadi problem.

Menjadi pemakan segala, juga tidak merepotkan orang lain. Ketika ada kenduri dengan sajian sate gulai kambing, sikat saja. Bayangkan, kalau ada yang anti kambing, tentu tuan rumah perlu menyiapkan alternatif nasi telur atau nasi dengan tahu tempe.

Menjadi pemakan segala bagi pimpinan juga penting. Agar tidak merepotkan. Ketika berkunjung ke satu daerah, dengan sajian menu-menu baru malah senang. Berbeda kalau sudah ada pantangan. Pihak yang dikunjungi akan kerepotan.


Jadi, adakalanya lebih bagus menjadi pemakan segala. Yang halal tentunya. Hanya saja, seiring usia dan menurunnya kemampuan badaniah, banyak orang yang mulai dilarang dokter untuk memangsa makanan tertentu. Yang karbo, yang kolesterol, yang manis, yang asin, yang kecut. Stop. Kalau nekat, kadang nyawa taruhannya.

Oleh karena itu, bagi kita yang belum ada pantangan, patut untuk bersyukur. Tak hanya dengan memuji Tuhan, pun dengan tetap menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Dengan olah raga, dengan berpikir positif, dan berdoa. Juga dengan menggunakan indera perasa secara baik.


Sebagaimana manusia dianugerahi akal untuk berpikir, maka kita diberi lidah agar digunakan untuk mengecap berbagai rasa yang enak dan nikmat. Yang diantara rasa nikmat itu ada di Mie Aceh varian Mie Basah ini. 
 

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi