Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2023

Masjid Pusaka

Gambar
   - (Ditulis tanggal 24 September 2023) -   Masjid antik ini hampir 100% dibuat dari kayu ulin. Kayu yang sudah langka dan sekarang dilindungi itu. Kayu yang kokoh, yang bahkan jika terendam air pun tetap kuat. Pada jamannya, kayu ini menjadi bahan baku untuk rumah-rumah penduduk. Termasuk untuk bahan bangunan masjid ini, dari lantai hingga atapnya. Namanya Masjid Su'ada. Terletak di Desa Wasah Hilir, Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Yang ibukotanya bernama Kandangan itu, dengan kuliner khasnya: Ketupat Kandangan. Yang bagi seorang profesional, menyantapnya dengan cukup pakai tangan. Ini tentu menjadi salah satu Masjid Pusaka di Bumi Banua, yang terus dijaga kelestariannya. Yang tentu saja memiliki kisah keramat dan keyakinan akan keutamaan yang tetap terpelihara. Tak ada niat awal untuk mampir sholat di Masjid itu, tetapi rupanya Tuhan menuntun saya untuk bisa ruku' dan sujud di Masjid Pusaka ini. Semua itu bermula dari perjalanan kami pulang dari Banjarmasin.

Bekantan Kesepian?

Gambar
   - (Ditulis tanggal 23 September 2023) - Pagi itu, saya joging. Dari hotel ke arah Mall lalu belok kiri, terus menyusuri jalanan kemudian belok kiri lagi, dengan tetap terus lari menuju Siring Sungai Martapura. Saya tetap lanjut lari menyusuri jalanan Taman Siring itu dan terus memutar hingga balik ke tempat saya tiba di Siring tadi. Masih terlihat sepi saat saya tiba di Siring, dan dari menit ke menit terlihat orang mulai berdatangan untuk jalan-jalan pagi atau berwisata di sepanjang Siring itu. Ada perahu wisata yang bersandar dan siap mengantarkan wisatawan menuju lokasi-lokasi wisata lainnya. Rupanya, wisata sungai menjadi salah satu andalan sekaligus daya tarik. Sebenarnya di Siring ada lokasi pasar apung, tapi pagi itu belum terlihat ibu-ibu yang berjualan di perahu. Saya mungkin agak kepagian, atau memang bukan jadwalnya pasar apung. Ketika saya berhenti joging, saya lihat jam di HP. Dihitung dari waktu saya berangkat tadi, saya berhasil menempuh waktu 30 menit nonstop. Cukupl

Kedok-an

  - (Ditulis tanggal 13 Agustus 2023) - Kedok an. Saya tak tahu persis arti sebenarnya. Saya memaknai kedokan sebagai areal sawah yang siap untuk ditanami. Terutama padi. "Weh, melu (ikut) nyemplung kedokan" Kalimat ini masih terngiang di telinga. Padahal sudah lama sekali. Kala masih beranjak remaja. Itu adalah kalimat pujian bapak pada anaknya yang mau ikut membantu menyiapkan benih padi di kedokan untuk siap ditandur. Dengan jalan mundur itu. Padahal tentu pakaian dan badan akan menjadi kotor. Terkena lumpur dan air kotor. Entahlah, apa yang dipikirkan bapak ketika melihat anaknya berlumpur-lumpur. Pastinya senang, karena dibantu. Tapi, barangkali pikirannya langsung menerawang, bagaimana masa depan anaknya ini. Apakah juga akan mengikuti jejak bapaknya? Bercocok tanam? Di sawah secuil itu? Ataukah akan punya penghidupan yang lebih baik. Time so flies... Baru-baru ini kabar dari dusun berkata: sekarang sedang bagus-bagusnya harga gabah. Tentu saja, dampak kemarau. Dan elni

Kera Putih Sengon

   - (Ditulis tanggal 12 Agustus 2023) - Dahulu. Ada pohon sengon di belakang rumah. Katanya ada penunggunya. Entah siapa yang pertama kali bilang begitu. Saya lupa. Katanya, di atas pohon itu ada kera putih. Saat ada orang menatap pohon sengon itu, kera putih itu akan bersembunyi. Ia akan muncul saat tak ada lagi orang yang melihatnya. Maka, saya pun penasaran. Setiap saya berada di belakang rumah, saya berusaha mengintip pohon itu. Tak ada kera putih disana. Saya balikkan badan membelakangi pohon itu. Lalu secepat kilat balik kanan melihat ke pohon sengon. Saya kalah cepat. Kera putih itu sudah bersembunyi. Dan hingga kini, saya tak pernah bisa melihatnya. Sampai akhirnya, pohon sengon itu ditebang. Yang kemudian saya tak lagi penasaran. Begitulah cerita masa kecil itu. Yang masih saja saya ingat. Apalagi ketika bertemu pohon sengon. Jangan-jangan ada kera putihnya juga. Tentu, banyak orang yang akan bilang, kalau kabar atau cerita kera putih di pohon sengon itu, sebagai berita hoax.

Beradaptasi AI

   - (Ditulis tanggal 23 Juli 2023) - Kenyataannya, Dewan Keamanan PBB menggelar sidang membahas pembatasan penggunaan AI pada senjata otonom. Ini adalah untuk pertama kalinya DK PBB memberikan respon atas perkembangan AI. Salah satunya dipicu adanya kekhawatiran, AI sulit membedakan obyek serangan, sehingga berakibat seperti anak kecil pun menjadi korban. Dan kekhawatiran atas kehancuran dahsyat lainnya. Bagaimana kelanjutannya? Bisa kita saksikan di hari-hari mendatang, yang tentu saja upaya DK PBB ini ada yang mencurigai sebagai upaya negara maju untuk menghambat negara-negara lain dalam pengembangan senjata, sementara negara maju tersebut diam-diam membuatnya. Bagaimana pun perkembangan AI telah menarik perhatian. Tidak lama lagi, AI akan mendisrupsi berbagai profesi, bahkan sebagiannya sudah terjadi. Pekerjaan-pekerjaan berbasis pikiran yang dulu dianggap sebagai yang aman dari disrupsi teknologi, sekarang sudah bisa digantikan oleh AI. Malah mungkin lebih bagus outputnya. Membuat

Patin Pengubah Mindset

   - (Ditulis tanggal 19 Juli  2023) - Kenyataannya, hingga akhir 2014, saya tidak suka dengan ikan patin. Apakah itu digoreng, dipepes atau dibakar. Sama saja. Lidah saya tidak cocok. Ketidaksukaan ini terjadi karena pengalaman ketika makan ikan patin di kota saya, yang rasanya seperti ada rasa lumpur. Pengalaman rasa lumpur ini terus melekat. Yang kemudian ketika melihat ikan patin bakar di Banua, pikiran saya langsung berkesimpulan: paling rasanya sama saja: rasa lumpur. Maka, pada waktu itu pilihan saya adalah haruan atau ikan laut. Sampailah pada peristiwa yang mampu mengubah segalanya. Akhir 2014, keluarga berlibur di Banua. Pada satu kesempatan, kami pergi ke Pantai Takisung. Hari sudah siang, waktunya makan siang. Masuklah kami ke satu warung. Kami kemudian memesan makanan menu bakar-bakar. Seperti biasa saya memesan haruan. Istri dan anak-anak memilih menu ikan lainnya, yang diantaranya patin bakar. Memang, kami biasa seperti itu. Memesan makanan dan minuman yang beragam. Sehi

Lari dari Algoritma?

   - (Ditulis tanggal 28 Juni 2023) - Membayangkan bagaimana lari nanti, rasanya sudah berat. Maka, ketika berangkat ke lokasi favorit pagi itu, hanya dengan niat jalan saja, tanpa lari. Setelah jalan kira-kira 20-30 menit, lanjut senam, peregangan dan push up. Alur itu sudah tergambar di benak saya, ketika sedang siap-siap. Memang, mensimulasikan rangkaian acara atau urutan apa yang akan disampaikan saat public speaking, menjadi hal penting. Setidaknya itu membuat kita merasa siap dan tahu medan. Meski simulasi itu hanya dilakukan di benak kita saja. Karena adakalanya, waktu yang sempit tak memberikan kesempatan pada kita untuk menulisnya. Setibanya di lokasi, rasa gengsi itu mencuat. Masak sudah rutin berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lari, lantas kali ini menjadi lemah, hanya jalan saja. Rupanya semangat muda itu mampu mengalahkan jiwa pemalas. Lalu, lari menjadi pilihan. Nonstop. 30 menit. Dengan hanya melihat jam di HP. Tanpa aplikasi lagi. Karena semuanya sudah saya uninsta

Preferensi

     - (Ditulis tanggal 4 Juni 2023) - Bagaimanapun pilihan kita sangat tergantung pada narasi yang telah terbangun dalam pikiran kita. Dan kemudian yang kita lakukan adalah terus mencari pembenaran atas sesuatu yang telah kita pilih itu. Pilihan itu lalu menetap dan kokoh tak tergoyahkan oleh apapun yang meski selalu datang menyerang. Bahkan, kebenaran fakta dan data pun tak akan sanggup mengubahnya. Apalagi, jika preferensi itu dilandasi oleh ketidaksukaan pada pilihan lainnya. Seperti preferensi saya tentang kursi di pesawat. Pilihan pertama saya adalah kursi lorong. Narasi yang terbangun atas pilihan lorong ini tentu saja didasarkan pertimbangan dan pengalaman. Kursi lorong memudahkan saya untuk ke toilet tanpa mengganggu orang lain. Berada di kursi lorong juga membuat saya lebih cepat turun dari pesawat, apalagi jika posisinya di depan. Pengalaman juga kerap mengajarkan kelemahan atau kesulitan ketika saya duduk di kursi jendela. Memang, sebagian orang memilih kursi jendela agar b

Butterfly Effect

     - (Ditulis tanggal 20 Mei 2023) - Faktanya, ada hal-hal kecil yang membawa dampak luar biasa. Ada yang bilang, perang dunia I berawal dari sopir Pangeran Austria yang salah belok atau salah jalan. Yang kemudian, tidak dinyana seorang Serbia yang tanpa sengaja bangun lebih awal itu menembak pangeran dan istrinya hingga tewas. Austria lalu menuntut Serbia dan berlanjut ketegangan yang menyeret para sekutu masing-masing, hingga terjadilah perang dunia I. Yang jutaan orang menjadi korban dan menderita. Pun kebisingan tempo hari, yang membawa dampak bagi orang-orang satu kementerian itu juga berawal dari ulah bocil-bocil. Itulah contoh-contoh, yang lantas disebut "butterfly effect". Jika diatas adalah contoh hal kecil yang berdampak negatif, tentu ada kebalikannya. Ada hal kecil pula yang berdampak positif bagi kehidupan. Setidaknya bagi individu yang menjalani kehidupannya. Sebuah kesuksesan yang tak dinyana berawal dari hal yang nampak sepele. Kerap kita mendengar cerita, b

Halaman Rumput

   - (Ditulis tanggal 17 Mei 2023) - Bagi orang yang berusaha mengamalkan 7-kebiasaan-efektif-nya Steven Covey, memperkaya pengetahuan dan perspektif adalah hal yang mutlak. Ini juga menjadi bagian dari kebiasaan yang ketujuh: mengasah gergaji. Yang gergaji itu bisa berarti kompetensi, kemampuan, pengetahuan, skill baik hard maupun soft. Cara yang paling gampang adalah membaca buku. Meski bagi sebagian orang, ternyata bukan hal mudah. Tidak hobi. Itu alasannya. Cara yang lain adalah belajar dari youtube. Ada banyak video-video seminar, diskusi, dialog dan juga resume buku. Malah ada juga yang membacakan buku. Dari membaca buku, kerap kita menemukan hal-hal baru dan menarik, baik itu informasi, pengetahuan, sejarah, sudut pandang. Dan sudah barang tentu meluaskan cakrawala. Atas segala sesuatu. Seperti tentang halaman rumput. Yang saya dapati dari buku Homodeus-nya Harari. Sebelumnya, entah berapa kali saya mendapati tulisan: "Jangan injak rumput". Biasanya itu di taman-taman,

1001 Cara Bahagia

   - (Ditulis tanggal 7 Mei 2023) - Pernahkah Anda ketika berjamaah sholat di mesjid, tiba-tiba hujan dan terus hujan sampai sholat selesai, lalu hujan itu berhenti saat Anda menyelesaikan wirid dan doa. Anda kemudian bergegas pulang, dan sesampainya di rumah (baru saja masuk rumah), hujan itu datang lagi. Bressss... Nah, disaat itu, kita merasa gembira, bahagia, mengucap syukur dan GR, betapa Tuhan sayang sekali sama kita. Karena telah diberikan kesempatan, jeda waktu, untuk tidak kehujanan. Tentu, ada momen lain yang membuat kita seperti itu. Tidak sekali. Bisa beberapa kali. Bahkan sering. Setelah mendengarkan kisah seorang teman yang beberapa waktu lalu mendapatkan promosi, dimana kini nasibnya harus berpisah dengan para anggota keluarganya, yang pasangannya dimana, anaknya dimana, lantas si Fulanah berkata: "Untuung... saya ga mau promosi. Kasihan teman saya itu...." Si Fulanah bersyukur dan gembira. Setahun lalu, ia kecewa, kenapa ditugaskan di tempat itu. Kini, sesudah

ChatGPT Mengancam?

   - (Ditulis tanggal 6 Mei 2023) - Menarik membaca tajuk rencana Koran Kompas, 4 Mei lalu. Tentang korban kecerdasan buatan (AI). Yang kini sudah mulai berjatuhan. Tulis tajuk itu: "Setidaknya 11.500 penulis naskah film dan pertunjukan Amerika Serikat memutuskan mogok mulai Selasa (2 Mei 2023). Upah dan penggunaan kecerdasan buatan menjadi sebagian alasan pemogokan itu." Kalau dulu disebutkan pekerjaan klerikal yang akan tergantikan dengan teknologi, nyatanya itu tidak berhenti disitu. Pekerjaan yang menggunakan kemampuan seni, olah pikir dan teknis juga sudah mulai terdisrupsi. Yang tadinya kita merasa pekerjaan itu akan sulit tergantikan, seperti: analis saham, konsultan psikologi, ilustrator, analis politik, juga sudah mulai terancam akan tergusur. "Kita akan makin terkaget-kaget karena pekerjaan berbasis kerja otak akan tergantikan dalam waktu dekat," satu kalimat dalam tajuk itu. Faktanya, hadirnya ChatGPT juga telah membikin risau. Sekolah dan universitas di

Tulisan Propaganda

   - (Ditulis tanggal 29 April 2023) - Saya selalu iri dengan Pak Dahlan Iskan. Yang konsisten menulis setiap hari. Saya? Hmmm... Bulan maret lalu nihil. Tak ada tulisan saya nongol di media. Padahal empat bulan sebelumnya selalu ada satu tulisan yang dimuat di koran regional setiap bulannya. Penyebabnya tak lain karena saya tidak menulis di bulan Maret. Bulan April ini? Sama saja. Mengapa tidak menulis? Inilah yang saya coba pikir-pikir lagi saat ini. Apakah karena kehabisan ide? Barangkali. Atau karena situasi yang membuat saya untuk menahan diri. Bisa jadi. Kenapa tidak menulis mengenai itu? Saya tak mampu. Khawatir malah keliru. Toh, sekarang pemberitaan itu sudah mereda. Berganti dengan berita lainnya. Mungkin sudah bosan atau media bingung mau menulis apa lagi tentang itu. Semuanya telah dijelaskan secara terang benderang. Balik ke soal menulis. Ada yang bilang, menjelang tahun politik kemampuan menulis dengan metode storytelling sangat dibutuhkan untuk mengkampanyekan para calon

Melamun RPD

 - (Ditulis tanggal 19 April 2023) - Sebuah perjalanan itu kerap memberikan inspirasi. Tepatnya, karena harus beberapa kali menunggu, lalu menempuh waktu yang lama, maka dibutuhkan distraksi agar tidak jenuh atau agar waktu terasa lebih cepat. Tentu setiap orang punya caranya sendiri. Ada yang asyik skrol medsos, dengerin musik, ngobrol atau aktivitas lainnya. Saya memilih melamun, yang kemudian lamunan itu mendorong tangan saya bergerak untuk menulis. Berikut ini. Betapa lemahnya perencanaan itu setidaknya terlihat dari nilai indikator deviasi halaman 3. Bagaimana tidak? Ini satu-satunya indikator yang nilainya masih dibawah target, bahkan masih banyak yang berada dibawah angka 70. Dan itu merata secara nasional. Berbagai upaya telah dilakukan. Mulai dari bentuk sosialisasi, FGD, one on one atau istilah lainnya yang tujuannya adalah: memberikan pemahaman satker, memberikan resep dan menumbuhkan komitmen. Bahkan telah ditambah upaya "memaksa" melalui surat pernyataan komitmen

Memaknai Situasi

 - (Ditulis tanggal 18 Maret 2023) -  Suatu waktu kami makan di satu rumah makan, dimana ketika kami masuk warung itu nampak sepi. Tak berapa lama kemudian, mulai berdatangan orang-orang untuk makan di warung itu. "Lihat, gara-gara kita, warung ini jadi ramai," kata saya ke istri dan anak-anak. Tentu kalimat itu saya ucapkan dengan nada guyonan, meski faktanya kami pioner di saat itu dan orang-orang mengikuti kami. "Bapak sombong," celetuk Kakak. Lalu biasanya saya akan bilang: "Bukan sombong, nih buktinya setelah kita disini, jadi banyak orang yang datang." Yang ketika saya ngomong begitu, batin saya sebenarnya membenarkan bahwa saya sedang sombong, tapi saya enggan mengakui. Dan yang model begini, sepertinya banyak kita dapati di masyarakat. "Kesombongan" seperti itu bukan hanya terjadi sekali dua kali, tapi memang kerap terjadi. Karena itulah, ketika kami berada di tengah situasi yang sama, anak-anak akan bilang: "Pasti Bapak akan bilang,