Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Reaktif

--- (Ditulis tanggal 8 Agustus 2020) --- Reaktif. Kata ini populer semenjak pandemi. Anehnya, pilihan antonimnya: non-reaktif. Mirip saat dulu SMP kita belajar antonim. Ketika kita bingung dengan kata yang tepat, jawabannya ditambah "tidak" di depan kata itu. Seperti "maju" lawannya "tidak maju", "naik" lawannya "tidak naik". Padahal yang tepat adalah mundur dan turun. Proaktif. Sejatinya, inilah kata yang tepat sebagai antonim dari "reaktif". Saya mengenal kata Proaktif pertama kalinya di buku Seven Habitsnya Steven R Covey. Satu buku dan nama penulis yang mungkin akan terus melekat di pikiran. Saya membaca buku itu sekitar tahun 1996/1997. Semasa masih kuliah gratis dulu. Proaktif adalah satu diantara 7 kebiasan yang efektif dan sangat bagus untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam bekerja. Dengan proaktif, kita menjadi merdeka memilih respon terhadap stimulus yang kita terima. Kata Covey: "ada jarak a

Angka

  --- (Ditulis tanggal 12 Juli 2020) --- Setiap hari kita bergumul dengan bilangan. Yang dilambangkan dengan angka. Dan angka sudah menjadi bagian hidup manusia. Kapan itu bermula? Tak begitu jelas siapa yang pertama menemukan angka. Ada yang bilang: untuk pertama kalinya catatan angka ditemukan pada selembaran tanah liat. Yang dibuat oleh bangsa Sumeria di wilayah Mesopotamia. Sekitar tahun 3.000 SM. Sejarah angka adalah sejarah peradaban manusia. Di setiap kebudayaan memiliki cara dan bentuk penulisannya. Bangsa Mesir kuno menulis angka dengan apa yang disebut hieroglif. Orang Romawi menggunakan tujuh tanda: I, V, X, L, C, D, dan M. Di tempat lain, bangsa India telah menggunakan bentuk angka yang kemudian dikembangkan oleh orang Arab dan terus dilengkapi manusia lainnya hingga menjadi angka modern yang kita kenal saat ini. 0 hingga 9. Yang dengan angka-angka itu telah memudahkan kita memahami tentang jumlah, kenaikan, penurunan dan segala yang terkait dengan perhitungan. Dari angka p

Merebut Kembali Kursi Host

  --- (Ditulis tanggal 5 Juli 2020) --- Kadang. Atau malah sering. Sesuatu yang baru, yang kita belum tahu detilnya acapkali menimbulkan hal yang lucu. Walau kelucuan itu baru hadir setelah semuanya berakhir. Ketika peristiwa itu berlangsung memang bukan hal yang kocak. Atau belum bisa membuat kita terbahak. Justru yang timbul saat itu adalah rasa jengkel, bersalah, menyesal, malu dan bercampur bingung tak tahu apa yang mesti dilakukan. Dan itu terjadi karena ketidaktahuan kita akan barang baru itu. Suatu hari kami punya hajatan webinar dengan peserta dari berbagai daerah di provinsi ini. Seperti yang sedang tren, kami menggunakan media zoom meeting. Layaknya aplikasi lain, zoom memiliki pengaturan beserta rule khas yang dijalankan. Termasuk apa yang diistilahkan "host". Pagi itu petugas admin zoom yang sehari-hari sebagai host dalam setiap meeting, menelepon dan memberitahukan bahwa ia terlambat tiba di kantor. Karenanya, ia menyerahkan jabatan host dalam webinar yang akan k

Supeltas

  --- (Ditulis tanggal 20 Juni 2020) --- Pernahkah Anda menghitung jumlah persimpangan jalan tanpa lampu merah yang Anda lewati dari rumah ke tempat kerja? Lalu apa yang Anda lihat di persimpangan jalan itu? Saya iseng melakukan ini. Mencoba menghitung jumlah persimpangan jalan di kota ini yang tanpa lampu pengatur lalu lintas. Tetapi bukan semua persimpangan. Lebih khusus pada persimpangan jalan yang di situ ada saudara-saudara kita yang secara sukarela mengatur lalu lintas kendaraan. Ada sebagian orang menjuluki mereka: supeltas atau sukarelawan pengatur lalu lintas. Yang kemudian karena jasa mereka ini, mendorong pengemudi kendaraan untuk mengulurkan beberapa receh atau selembar uang kepada mereka. Di beberapa tempat saya perhatikan: pada jam yang sama dengan orang yang sama. Pada jam yang lain, dengan orang yang berbeda. Artinya ada sistem shift disana. Ada juga persimpangan yang tidak bertuan, sehingga siapa pun bisa mendedikasikan diri untuk mengatur arus lalu lintas. Saya berpik

Transformasi Digital

--- (Ditulis tanggal 8 Juni 2020) --- Minggu malam tanggal 7 Juni 2020, saya mengikuti webinar tentang pengalaman Jerman dalam menghadapi transformasi digital di pendidikan, kesehatan dan instansi pemerintah. Di bagian instansi pemerintah inilah yang membuat saya tertarik mendaftar dan mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia Jerman ini. Pembicaranya pasti keren-keren. Ada professor, kandidat doktor dan konsultan IT. Mereka berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang transformasi digital di Jerman. Hadir pula Duta Besar Indonesia untuk Jerman yang memberikan insight dan mengantarkan narasumber lainnya. Ini yang menarik. Ternyata, Jerman memiliki satu kementerian khusus urusan digitalisasi. Sehingga sebenarnya transformasi digital sudah berjalan selama ini, tetapi belum maksimal. Justru pandemi covid menjadi pemicu percepatan transformasi tersebut. Dan ini membuktikan ucapan Dorothea Bar, Menteri Urusan Digitalisasi yang tahun 2018, mengatakan: "

Webinar & Zoom Meeting

  --- (Ditulis tanggal 6 Juni 2020) --- Tentu. Yang online lebih efisien. Dibandingkan offline atau on the spot. Apakah efektif? Sebelum pandemi, untuk ikut suatu seminar nasional perlu dua hal: uang dan waktu. Punya uang tapi tak ada waktu karena harus ngantor dan tidak mungkin mendapatkan penugasan pada seminar yang minim kaitannya dengan organisasi, meskipun sejatinya topik apapun pasti bermanfaat bagi pengembangan diri pegawai. Setidaknya menambah wawasan pegawai itu. Sebaliknya, punya waktu tapi butuh biaya yang tidak sedikit, karena harus berangkat ke lokasi seminar. Yang soal uang ini kadang kita masih mikir prioritas mana yang lebih penting. Kendala-kendala itu rasanya tak lagi kita hadapi dengan mekanisme baru seminar yang secara online, alias webinar. Karena semuanya cukup dari gadget yang ada di tangan kita. Yang penting punya kuota data. Atau wifi gratisan. Dari sisi waktu, saya kira webinar kecenderungannya lebih on time dalam pelaksanaannya. Tidak ada narasumber yang terj

Kenormalan Baru

 --- (Ditulis tanggal 27 Mei 2020) ---  Barangkali semua kebiasaan yang kita lakukan pada masa pandemi ini akan menjadi new normal. Apa yang kita lakukan sekarang, bukan lagi bersifat temporer. Berharap semuanya kembali seperti dulu, sepertinya akan berakhir dengan kekecewaan. Kecuali, sekali lagi, kita mampu menciptakan mesin waktu Avengers dan mengisolasi corona pada saat kemunculannya. Entahlah, ternyata membuat vaksin juga tidak mudah. Butuh waktu lama. Padahal di film-film itu, ketika ada virus yang disebar, selalu sudah siap dengan antivirusnya. Yang antivirus itu diperebutkan. Ada yang ingin menjadikan komoditi, ada pula untuk menyembuhkan orang tersayang yang terkena virus. Namun, covid ini tidak seperti itu. Mungkin ini benar, bahwa virus itu datang dari planet lain, yang ingin menginvasi bumi untuk dikuasai dan mereka huni. Karena barangkali planet mereka sudah diambang kemusnahan seperti planet tempat hunian transformers atau planet krypton yang hancur itu. Atau makhluk peng

Sebab Terakhir

  --- (Ditulis tanggal 26 April 2020) --- Dari membaca novel "Dunia Sophie", saya sudah melewati bagian yang membahas tentang pemikiran Aristoteles. Ia adalah murid Plato, dimana Plato adalah murid Socrates. Pada bab Aristoteles, ada bagian yang menarik minat saya. Untuk membacanya beberapa kali dan mencernanya. Benar, acapkali bertambahnya umur mempengaruhi kecepatan kita untuk memahami teks dan konteks. Meski, tidak sedikit diantara kita yang belum bisa menerima kenyataan bahwa manusia itu terus menua. Lalu, kita pandai menutupi fakta itu dengan terus memantrai diri dengan kata-kata: selalu berjiwa muda. Hingga kemudian, terjerembab sendiri pada situasi: kemauan tinggi, kemampuan ngos-ngosan. Mengapa hujan turun? Itulah bagian yang saya baca berulang-ulang itu. Dan sekarang saya menulisnya. Hujan turun karena uap di awan mendingin dan memadat menjadi titik-titik air hujan yang berjatuhan ke bumi karena adanya daya tarik bumi. Dari jawaban itu, terungkap adanya 3 sebab. Pert

Hope is a good thing

  --- (Ditulis tanggal 25 April 2020) --- Pada akhirnya semua menjadi tahanan. Setidaknya tahanan kota. Lalu, hidup seolah terus menunggu. Sesuatu yang tidak tentu. Apa yang bisa dilakukan? Setiap orang punya cara masing-masing untuk terus bertahan melawan kebosanan. Beribadah, mengaji, sudah pasti. Tapi, tidak baik juga bila berlebihan sampai 24 jam. Perlu ada selingan. Tentu, kita tak bisa lagi menganjurkan orang untuk piknik. Ungkapan: "ah, dasar kalian kurang piknik", tak lagi tepat diucapkan sekarang ini. Karena semuanya sedang mengalami hal yang sama. Tidak ada tamasya. Ada banyak selingan hidup. Meski kalau itu dilakukan setiap hari dan di tempat yang sama, bukan lagi menjadi hiburan. Lambat laun juga menjadi sesuatu yang menjemukan. Mungkin menjelajah atau memposting sesuatu di media sosial. Masalahnya: apa pula yang ingin diposting? Sebelum corona, kita bisa setiap hari memamerkan aktivitas kita di luar. Acara meeting, gathering, piknik, jelajah kota, kuliner kemana-

Days of Future Past

--- (Ditulis tanggal 24 April 2020) --- Baru-baru ini saya menonton kembali film ini. X-Men: Days of Future Past. Ceritanya, para mutan dan manusia kewalahan menghadapi robot sintinels yang berusaha menghancurkan umat manusia. Pada mulanya robot ini diciptakan dan dikembangkan manusia untuk menghadapi para mutan, terutama setelah peristiwa pembunuhan tokoh intelektual pembuat robot itu. Namun, karena kecerdasan yang dimiliki para robot, justru kemudian berbalik ingin menguasai semuanya dan membasmi manusia termasuk X-Men. Di saat ambang kehancuran, X-Men mengirim Wolverine ke masa lalu pada tahun 1973 untuk mengubah sejarah. Bersama dengan para X-Men muda, Wolverine berusaha mati-matian untuk mencegah Raven membunuh tokoh intelektual pencipta robot. Dengan gagalnya pembunuhan tokoh tersebut, pemerintah memutuskan untuk membatalkan proyek robot sintinels. Saat ini nyaris seluruh negara berperang melawan wabah corona, yang belum juga ketemu vaksin atau obatnya. Dunia benar-benar kewalaha

Pasca Corona

--- (Ditulis tanggal 29 April 2020) --- Siapa yang pernah menduga di jaman modern begini ada pageblug? Jaman yang kita bangga-banggakan sebagai era industri 4.0. Yang kadang banyak orang juga tidak terlalu paham kenapa tiba-tiba sudah sampai ke nomor 4. Kemana itu angka 3, 2 dan 1. Bahwa sejatinya, inilah yang waktu itu sudah ada dalam visi banyak orang dan diidam-idamkan. Masa ketika tak ada lagi pengguna layanan datang ke kantor. Tidak ada layanan tatap muka. Diganti dengan daring atau melalui aplikasi. Bahkan, kantor cukup dijalankan dengan 1, 2 atau sampai 5 orang saja. Dan sekarang, itu sudah nyata terjadi. Saya ingat, sudah ada sebelum jaman corona ini satu edaran agar untuk kegiatan monitoring cukup menggunakan TI dalam rangka efisiensi. Dan itu terbukti, sekarang benar-benar dilakukan bahkan semua kegiatan meeting, sosialisasi dilakukan melalui vidcon. Dulu, kita memimpikan bisa bekerja cukup dari rumah. Karena di era 4.0 semuanya sudah sangat memungkinkan. Dan itu juga terjad

Membaca

Gambar
Saya selalu tertarik dengan buku-buku. Karenanya, di setiap kota saya berusaha mencari lokasi perpustakaan daerah dan mendaftar menjadi anggota. Termasuk dulu di perpustakaan nasional, saya sudah memiliki kartu anggota disana. Selain untuk menambah wawasan, membuka cakrawala baru, membaca buku dapat menambah perbendaharaan kata. Sehingga, ketika kita menulis akan lebih kaya kosa katanya. Tidak setiap paragraf diawali kata "terkait" atau "dalam rangka" atau "sehubungan" atau "berkenaan". Karena ada pilihan kata lainnya. Membaca buku juga menjadi sarana hiburan. Misalnya membaca novel atau cerpen, dimana kadang kita ikut terbawa dalam cerita dan berimajinasi tentang para tokoh dan latar cerita. "Ini jenis buku yang bikin candu! Saya tak mampu berhenti membalik halaman sampai tamat," tulis A. Fuadi pada cover novel Sepatu Dahlan. Yang itu berarti membaca novel mampu memberikan hiburan dan membuat ketagihan untuk segera mengkhatamkan. Adaka

Kesadaran

Gambar
Ada yang bilang pikiran manusia itu seperti tingkah monyet. Maksudnya, dia suka loncat kesana kemari, tidak pernah bisa diam. Sekarang memikirkan tentang pekerjaan, semenit kemudian beralih pada keluarga. Tiba-tiba ingat tagihan, sejurus berikutnya mikirin tentang status medsos teman yang piknik atau kumpul bersama komunitas, yang membuat kita menjadi FOMO. Lantas, beralih lagi pada keinginan bisa ini, bisa itu. Nanti begini, besok begitu. Atau menyeruak memori silam, coba dulu begini, tidak begitu dan seterusnya, dimana bisa banyak hal memenuhi otak manusia. Seperti itulah cara kerja pikiran. Silakan dibuktikan. Sudah berapa hal yang Anda pikirkan hari ini? Dalam 24 jam, akan banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran manusia. Mungkin akan berhenti saat manusia itu tidur. Kadang tidak juga, karena apa yang dipikirkan terbawa dalam mimpinya. Jadi, andai misalnya pikiran itu muncul dalam bentuk suara, akan terdengar sangat berisik. Tidak bisa tenang. Yang karena tidak tenang itu, membuat

Pemakan Segala

Gambar
Ada sebagian orang yang tidak suka makan durian. Bagi yang suka, akan merasa aneh dengan orang-orang ini. Sebaliknya, yang tidak suka juga merasa heran dengan mereka yang maniak durian. Termasuk pada beberapa jenis makanan lainnya. Ada orang yang tidak suka makan sayuran. Di piringnya hanya ada nasi dan lauk. Nasi plus ati ampela, nasi dan ayam goreng, nasi dan telur ceplok, tempe, tahu atau lauk lainnya. Bahkan ada juga orang yang tidak suka minum air putih. Baginya yang namanya minum itu harus manis. Teh manis, air sirup, susu, softdrink, dll. Ada pula orang yang perbendaharaan makanannya terbatas. Dia hanya bisa makan masakan etnis tertentu, hanya masakan Jawa, misalnya. Sudah sampai Sulawesi, Sumatera atau Kalimantan, yang dicari tetap saja masakan Jawa. Atau hanya bisa makan dengan tempe, tahu, telur, ayam dan daging. Ketika ketemu ikan, apalagi ikan laut, dia tidak tahan dengan bau amisnya dan karenanya menjadi tidak suka. Apalagi ketemu ikan yang disayur tanpa digoreng. Menyentu

Masa Bodoh

Gambar
Pernahkah Anda resah dengan anggapan atau omongan orang lain terhadap diri Anda? Yang orang lain itu bisa atasan, bawahan, saudara, teman, tetangga atau komunitas kita. Yang keresahan itu membuat kita overthinking dan stres. Yang karena kuatir dengan persepsi orang itu, lalu membuat kita berusaha meyakinkan mereka atas sesuatu. Yang kegelisahan atas persepsi orang itu, membuat kita menjadi tidak nyaman dan tidak bahagia. Dan seterusnya. Hampir semua orang mengalaminya. Apalagi bagi mereka yang berambisi karir, dimana ingin selalu dianggap positif dan perform oleh pimpinan. Apalagi juga bagi mereka yang pengen selalu dianggap baik oleh teman-temannya. Termasuk mereka yang takut dibulli, takut dibilang kuno, ndeso, takut distigmakan dengan sebutan-sebutan negatif lainnya. Itulah yang sebagian besar terjadi pada diri kita. Dimana ketakutan akan persepsi orang, anggapan buruk pada kita, telah membebani pikiran dan membuat kita tidak nyaman. Jika hal itu tidak menjadi soal dan terus meneru