Menilik Pengelolaan Hibah dalam Pelaksanaan APBN
Dimuat di Koran Pontianak Post, Senin 12 September 2022
------------------------------------------------------------------------
Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 22 menjelaskan bahwa pemerintah pusat dapat memberikan
pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah atau sebaliknya. Hal ini
berarti pemerintah pusat juga diperkenankan untuk menerima hibah dari
pemerintah daerah. Bahkan dalam peraturan lebih lanjut, yaitu Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah, menegaskan bahwa hibah dalam negeri dapat berasal
dari lembaga keuangan dalam negeri, lembaga non keuangan dalam negeri, pemerintah
daerah, perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di Indonesia,
lembaga lainnya, dan perorangan.
Dengan amanat di atas, maka kemudian dalam
struktur APBN terdapat salah satu komponen pendapatan negara, yaitu penerimaan
hibah. Selain itu dalam pelaksanaan belanja telah pula diatur klasifikasi
sumber pendanaan dari hibah yang melengkapi sumber pendanaan lainnya seperti
rupiah murni, PNBP, BLU dan SBSN.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI),
definisi hibah adalah pemberian
(dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Sedangkan dalam KUHP dijelaskan bahwa hibah adalah suatu perjanjian
dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak
dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima
hibah yang menerima penyerahan itu. Sementara itu, PP nomor 10 tahun 2011 menyebutkan
bahwa hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang
dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi
hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau
luar negeri.
Peraturan pemerintah di atas juga mengatur
bahwa menteri/pimpinan lembaga dapat menerima hibah langsung dari pemberi hibah
dengan memperhatikan prinsip dalam penerimaan hibah. Atas dasar klausul
tersebut memungkinkan setiap instansi pemerintah pusat menerima hibah secara
langsung, seperti hibah dari pemerintah daerah atau perorangan. Terminologi
yang digunakan adalah hibah langsung, yaitu hibah yang dilaksanakan tidak
melalui mekanisme perencanaan dan penarikannya dilakukan melalui kementerian/lembaga
(tidak
melalui Kuasa BUN).
Tentu, proses penerimaan hibah ini perlu
dicatat oleh Kementerian Keuangan melalui mekanisme yang dinamakan registrasi
hibah dan pengesahan. Dalam hal ini, Kanwil DJPb memiliki kewenangan untuk
menerbitkan register hibah yang berasal dari dalam negeri. Proses penerbitan
register hibah dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan atau serah terima barang
atas perolehan hibah pada instansi pemerintah pusat. Sementara itu, untuk
proses pengesahan atas realisasi belanja dari hibah langsung dilakukan oleh
KPPN. Melalui proses registrasi dan pengesahan tersebut, hibah langsung dicatat
dalam sistem pelaporan APBN.
Bagi instansi pemerintah pusat yang akan
menerima hibah, perlu memperhatikan beberapa persyaratan terkait hibah.
Setidaknya ada empat syarat suatu hibah boleh diterima oleh instansi pemerintah
pusat, yaitu tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali kepada pemberi hibah,
tidak disertai ikatan politik, serta tidak memiliki muatan yang dapat
mengganggu stabilitas keamanan negara, dan hibah digunakan untuk mendukung
pencapaian sasaran keluaran kegiatan satuan kerja (satker) penerima hibah, atau
digunakan untuk mendukung penanggulangan keadaan darurat.
Dalam prakteknya secara umum hibah
langsung dapat berupa uang atau barang. Contoh hibah langsung berwujud barang,
antara lain seperti tanah, kendaraan, atau peralatan/mesin lainnya. Sedangkan
hibah langsung berupa uang atau kas, antara lain hibah uang dalam rangka penyelenggaraan
pilkada.
Realisasi
Hibah Langsung di Kalbar
Berdasarkan data OMSPAN Kanwil DJPb
Kalbar, realisasi belanja dari sumber dana hibah langsung dalam negeri di
Kalbar selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka berfluktuasi. Realisasi
belanja dari hibah tertinggi terjadi pada tahun 2018 sebesar Rp481,10 miliar,
meningkat dari tahun sebelumnya yang nilainya Rp73,32 miliar. Pada tahun 2019,
realisasi belanja dari hibah turun signifikan dari tahun sebelumnya menjadi
Rp49 miliar. Justru kemudian pada saat pandemi tahun 2020, realisasi belanja
dari hibah mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp349,13
miliar. Pada tahun 2021 realisasi belanja dari hibah kembali turun menjadi
Rp66,82 miliar.
Dibandingkan dengan total realisasi
anggaran kementerian/lembaga di Kalimantan Barat, realisasi anggaran hibah
langsung memiliki komposisi tertinggi pada tahun 2018 yaitu 4,63%, naik dari
tahun sebelumnya yang sebesar 0,84%. Pada tahun 2019 komposisinya turun menjadi
0,51% dan kembali meningkat pada tahun 2020 menjadi 3,97% serta kemudian
menurun pada tahun 2021, yaitu sebesar 0,63%. Peningkatan belanja dari hibah
langsung pada tahun 2018 dan 2020 lebih banyak dipengaruhi oleh pelaksanaan
pilkada, dimana pemda memberikan hibah kepada beberapa satker pemerintah pusat
dalam rangka mendukung penyelenggaraan pilkada pada waktu itu.
Dilihat dari kontribusinya, pada periode 2017
– 2021 realisasi belanja dari hibah di Kalbar memberikan sumbangan pada belanja
yang sama untuk lingkup Kalimantan rata-rata sebesar 28,43%. Kontribusi
tertinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar 41,10%, yang kemudian menurun hingga
tahun 2021 menjadi sebesar 17,84%. Sedangkan kontribusi Kalbar pada lingkup
nasional untuk realisasi belanja dari hibah rata-rata sebesar 2,01% setiap
tahunnya.
Pengelolaan
Hibah yang Transparan dan Akuntabel
Mengingat
hibah merupakan salah satu komponen dalam APBN, maka menjadi kewajiban
pemerintah untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan realisasi hibah
tersebut. Keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pengelolaan hibah yang
transparan dan akuntabel ini, terlihat dari upaya Kementerian Keuangan yang menciptakan
berbagai terobosan baik melalui penyempurnaan SOP maupun pengembangan sistem. Saat
ini Kementerian Keuangan telah menerapkan digitalisasi layanan hibah melalui
aplikasi “SEHATI”, yang merupakan sistem aplikasi pengelolaan hibah
terintegrasi berbasis web.
SEHATI
menyediakan fasilitas e-register, monitoring pengelolaan hibah, dan e-konfirmasi
penerimaan hibah. Melalui aplikasi SEHATI, permohonan registrasi, pemutakhiran
data, dan pembatalan hibah dapat dilakukan secara online dimanapun dan
dapat dipantau secara real time.
Sejatinya, kondisi
pengelolaan hibah langsung dapat dikatakan 80% berada pada satuan kerja penerima
hibah langsung, sedangkan selebihnya adalah proses pertanggungjawaban secara
administrasi ke Bendahara Umum Negara (Menteri Keuangan) melalui register,
persetujuan pembukaan rekening, revisi DIPA dan pengesahan hibah. Untuk itu,
pemerintah telah mengatur adanya sanksi dalam pengelolaan hibah. Apabila
kementerian/lembaga tidak melaporkan hibah yang diterimanya kepada Menteri
Keuangan sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaaan BPK selama dua tahun
berturut- turut, kementerian/lembaga tersebut dikenakan sanksi tidak
diperkenankan menerima hibah langsung pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Artinya, jika satu satker mendapat temuan terkait hibah dua tahun
berturut-turut, yang mendapat sanksi tidak hanya satker tersebut, tetapi
seluruh satker pada kementerian/lembaga berkenaan.
Sebagaimana
realisasi belanja APBN pada umumnya, realisasi belanja bersumber dari hibah
langsung perlu juga diketahui oleh masyarakat. Selain menjadi bagian dari upaya
transparansi atas pelaksanaan APBN, diharapkan pula menjadi sarana edukasi bagi
masyarakat mengenai hibah langsung. Disamping itu, hibah yang diterima oleh
instansi pemerintah telah menjadi salah satu sumber pembiayaan dalam mendukung
pencapaian output, yang baik secara langsung maupun tak langsung berdampak
ekonomi bagi masyarakat.
***