Memaknai Keterlemparan

    - (Ditulis tanggal 15 Oktober 2023) - 


Bermula dari sebuah pdf, beberapa manusia kemudian terlempar di suatu tempat. Yang jauh dari asal-usulnya. Jauh dari latar kehidupannya.
Lantas, bisa dibayangkan apa yang berkecamuk dalam dirinya. Beragam pertanyaan eksistensialis, lalu-lalang mencari jawaban.
What is life?
Who am I?
Why am I here?
What am I living for?
Pada saat demikian, sebuah pencarian makna hidup menemukan awalan. Yaitu berawal dari kesadaran akan keberadaannya di tempat itu, dan dilanjutkan dengan menemukan jawaban mengapa dia ada disana. Inilah kondisi yang disebut eksistensi mendahului esensi.
Berbeda dengan hewan, tumbuhan dan binatang, pencarian makna ini sudah menjadi kebutuhan dasar manusia. Yang ketika belum terpenuhi, membuat hidup manusia itu akan terasa hampa dan sunyi. Apalagi ketika dia harus menjalani satu episode rutinitas harian, bak cerita Sisifus yang bolak-balik mendorong batu ke atas bukit, yang juga bolak-balik menggelinding itu.
Disitulah kemudian Agama membantu manusia menemukan maknanya. Selain tentu saja, manusia sendiri bisa mencari makna subyektif dari kehidupan yang ia jalani.
Victor Frankl menjelaskan ada tiga cara manusia bisa menemukan makna hidupnya.
Pertama, berkreasi. Dengan menciptakan sesuatu, berkarya, pada umumnya seorang manusia akan merasa bahagia. Adakalanya pada saat proses penciptaan atau berkarya itu, seorang manusia sejenak terlupakan akan keberadaannya.
Dan ketika karya itu mewujud sehingga bermanfaat bagi manusia lainnya, apalagi mendapatkan feedback penghargaan, dia akan berkata: oh, ini ternyata, mengapa saya terlempar disini. Kenyataannya, berkarya telah menjadi kebutuhan tertinggi manusia. Karena menjadi bagian dari apa yang disebut Abraham Maslow sebagai kebutuhan akan aktualisasi diri. Yang tak lain adalah bagaimana manusia eksis dalam lingkungannya.
Kedua, menghayati aktivitas kehidupan. Menjalani sebuah hobi, disebut mampu membuat seseorang menemukan arti hidup. Menikmati musik, berwisata, berolah raga, sudah terbukti bisa menghasilkan kesenangan.
Apalagi jika hobi itu bersifat komunal, yang di dalamnya ada interaksi sosial. Jalinan kebersamaan dan keakraban adalah salah satu obat mujarab disaat manusia dilanda kegabutan.
Ketiga, bagaimana bersikap. Ini adalah cara terakhir ketika dua cara sebelumnya tak lagi bisa dilakukan. Pada kondisi dan situasi yang ekstrem, dimana tak ada kebebasan untuk melakukan kreasi dan penghayatan, jalan terakhir yang dianjurkan adalah meluruskan sikap dan mindset. Berpikir positif, tetap semangat, selalu berdoa dan bersyukur, mampu mengaliri jiwa manusia dengan suatu harapan dan optimisme akan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Dalam praktiknya, ketiga cara di atas dapat dilakukan secara simultan. Dan bagaimanapun perpaduan ketiganya menjadi lebih ampuh menghadirkan makna dalam kehidupan manusia. Apalagi, ketika kita mampu selalu menghadirkan Tuhan dalam seluruh aktivitas. Yang dengan begitu, segalanya bermakna ibadah. Adakah makna hidup tertinggi melampaui ibadah?
"Kurasa sekarang pilihannya sederhana. Sibuk untuk terus hidup......atau sibuk untuk sekarat." (Andy Dufresne, Film The Shawshank Redemption).

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi