Peci Akar Jangang

 - (Ditulis tanggal 25 April 2023) - 


Peci atau kopiah ini saya beli di Martapura. Di pasar batu intan itu. Tujuh tahun yang lalu. Saat saya masih bertugas di Pelaihari.
Saya suka memakai peci ini. Isis. Kepala tidak panas. Karena banyak lubang anginnya.
Jika di Pontianak ada ungkapan bahwa yang sudah minum air Sungai Kapuas akan balik lagi ke Pontianak, maka apakah dengan kerap memakai peci akar jangang ini kemudian membuat saya balik lagi ke wilayah Kalimantan Selatan? Entahlah..
Tentu saja, ungkapan atau logika seperti itu bukan bermaksud untuk syirik atau menyekutukan Tuhan. Jadi, tidak perlu dianggap serius. Mungkin sekedar untuk bahan candaan. Atau sebagai materi guyonan untuk menertawai nasib.
Faktanya, sekarang saya balik lagi ke wilayah Kalsel. Dan tidak sedikit orang-orang atau teman-teman saya dulu waktu di Pontianak, ternyata mereka sebelumnya memang pernah bertugas di Pontianak. Dengan kata lain, mereka balik lagi ke Pontianak. Meski mungkin ini hanya sekedar cocoklogi, karena memang belum diteliti secara ilmiah.
Hanya saja, cerita kali ini bukan tentang itu semua. Bukan tentang mitos peci atau mitos air sungai Kapuas.
Begini.
Ketika sebagian orang sudah selesai bersilaturahmi di hari pertama lebaran, kami masih punya agenda silaturahmi di hari kedua, bahkan sampai hari ketiga.
Di pagi hari kedua itu, kami sudah bersiap. Bagi kaum nahdliyin, peci menjadi bagian dari drescode untuk bersilaturahmi.
Saya ingat betul, peci akar jangang itu tetap saya taruh di dalam mobil setelah seharian di hari pertama lebaran saya kenakan untuk menutupi kepala saya yang nampaknya sudah semakin menipis rambutnya.
Setelah duduk di kursi di depan setir, saya lingak linguk mencari peci itu. Tidak ada di dashboard atau di bagian depan mobil. Saya putar badan, saya lihat ke kursi belakang dan di seluruh bagian belakang: juga tidak ada. Kemudian saya minta tolong istri yang kebetulan belum masuk mobil untuk mengecek di kamar. Hasilnya: nihil.
Saya berpikir keras. Mengingat-ingat, dimana saya taruh peci itu, meski saya sangat yakin kalau peci itu memang saya taruh di mobil. Kenyataan peci itu belum saya temukan di mobil kemudian membuat saya menjadi ragu dengan ingatan saya: "jangan-jangan saya berhalusinasi?"
Lalu, timbullah pikiran-pikiran alternatif. Jangan-jangan tertinggal di tempat Pakpuh atau Paklek kemarin.
"Ya sudahlah..." menjadi obat pereda kecewa atas tidak ditemukannya peci itu.
Kami berangkat dan akan singgah di tempat orang tua saya untuk kemudian bersama keluarga kedua adik saya itu konvoi bareng-bareng menuju ke tempat sanak famili di suatu kampung yang berjarak kurang lebih setengah jam.
Sesampai di rumah orang tua, keinginan untuk mengenakan peci tetap bergemuruh. Saya kemudian turun dari mobil untuk meminjam peci adik atau bapak saya.
"Hahahaha....."
Terdengar tawa pecah dari dalam mobil. Istri dan anak-anak terpingkal-pingkal.
Mereka menemukan peci itu di kursi sopir. Artinya: selama saya kebingungan mencari peci itu, ternyata peci itu saya duduki. Hehehe... Bentuknya yang lentur membuat saya tak merasa menduduki peci itu. Hehehe...
Begitulah. Atas suatu masalah, kadangkala beralih dari satu posisi diperlukan untuk memperoleh perspektif baru, sehingga ditemukan solusi. Dengan kata lain, bisa jadi kunci atau solusi itu sebenarnya sudah sangat dekat dengan diri kita, hanya saja pandangan kita terhalang oleh posisi kita. Tentu, posisi bisa dimaknai literally tempat kita duduk atau berdiri, bisa pula diartikan jabatan, status sosial atau ego pribadi.
Mencoba memandang satu persoalan dari perspektif yang berbeda, ternyata mampu melahirkan kreasi atau inovasi yang benar-benar diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain, beranjak sejenak dari perspektif posisi kita saat ini acapkali membantu kita menemukan sesuatu yang lebih solutif.
Bagaimanapun pendekatan dari berbagai sudut pandang akan lebih menghasilkan rumusan solusi yang komprehensif.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi