Revisi Anggaran untuk Optimalisasi Belanja
Dimuat di Koran Pontianak Post, Selasa 27 September 2022
-------------------------------------------------------------------------
Tak bisa dipungkiri, APBN memiliki peranan
yang sangat penting. Dalam acara puncak Rakernas Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Tahun 2022 tanggal 22 September 2022 lalu, Menteri Keuangan
mengatakan bahwa APBN harus tetap berfungsi sebagai penjaga negara dan bangsa
yang memiliki fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Bahwa pemerintah
menggunakan APBN sebagai shock absorber yang berkeadilan.
APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal
mempunyai siklus yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban. Pada tahapan perencanaan, setiap kementerian/lembaga (K/L)
melakukan penyusunan rencana kerja anggaran kementerian/lembaga atau RKAKL,
yang merupakan dokumen rencana keuangan tahunan kementerian/lembaga. Mengingat
pentingnya dokumen RKAKL sebagai bagian dari dokumen perencanaan, pemerintah
terus memberikan perhatian dan berupaya meningkatkan kualitas perencanaan
anggaran. Dari RKAKL tersebut kemudian disusunlah Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) dan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) bagi satuan kerja
(satker).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak lama
lagi, yaitu sekitar akhir bulan November sampai dengan awal Desember akan
dilaksanakan penyerahan DIPA tahun 2023 oleh Presiden kepada pimpinan kementerian/lembaga.
Setelah prosesi penyerahan tersebut, Kanwil DJPb Kementerian Keuangan di setiap
provinsi akan menyelenggarakan kegiatan penyerahan DIPA oleh Gubernur kepada
para pimpinan satuan kerja. DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran tersebut
selanjutnya menjadi acuan K/L atau satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Secara umum dokumen pelaksanaan anggaran berisi
mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan
perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam
pelaksanaan kegiatan satuan kerja. Oleh karena DIPA menjadi dasar pelaksanaan
anggaran, maka setiap belanja yang dilakukan oleh kementerian/lembaga atau
satuan kerja harus berpatokan pada DIPA tersebut.
Namun demikian, karena adanya faktor
eksternal seperti perubahan ekonomi global atau munculnya kebutuhan baru atau
sebab lainnya (seperti kondisi force majeur, pandemi) kerap mendorong
pemerintah untuk melakukan penyesuaian atau revisi anggaran. Untuk itu, karena
satu sebab atau kebutuhan dan sesuai ketentuan yang berlaku, telah memungkinkan
bagi K/L atau satuan kerja untuk melakukan revisi DIPA pada tahun anggaran
berjalan.
Revisi Anggaran adalah perubahan rincian
anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang mengenai APBN dan
disahkan dalam DIPA tahun anggaran berkenaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, menyebutkan bahwa
DIPA dapat direvisi karena alasan administratif, alasan alokatif, adanya perubahan
rencana penarikan dana, dan/atau terjadi perubahan rencana penerimaan dana.
Terkait proses revisi anggaran, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Revisi Anggaran,
yang berlaku mulai tahun 2022 dan diharapkan bersifat long lasting. Hal
ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana PMK tentang tata cara revisi ditetapkan
setiap tahun, menyesuaikan pengaturan dalam UU APBN dan Perpres Rincian APBN.
Dalam proses revisi anggaran diperlukan
penetapan atau pengesahan sebelum dokumen hasil revisi anggaran tersebut
menjadi acuan pelaksanaan belanja selanjutnya. Artinya, sebelum adanya
penetapan atau pengesahan, satuan kerja tidak dapat melaksanakan belanja atau
kegiatan atas kebutuhan yang baru tersebut. Berdasarkan PMK di atas, penetapan
revisi anggaran merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal Anggaran,
Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPb, Kanwil DJPb dan pimpinan satker selaku
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Bentuk atau revisi apa saja yang menjadi
kewenangan masing-masing pihak tersebut telah diatur dalam PMK.
Sebagai contoh, KPA berwenang menetapkan
revisi Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) antara lain berupa pergeseran
anggaran dalam satu klasifikasi rincian output, dalam satu kegiatan, dan satu satker,
sepanjang tidak mengakibatkan perubahan volume rincian output, jenis belanja,
dan sumber dana. Sedangkan Kanwil DJPb memiliki kewenangan revisi, antara lain
revisi antar jenis belanja yang tidak mengakibatkan penurunan volume rincian output
dan revisi antar kegiatan dalam satu program. Untuk revisi yang menjadi
kewenangan Kanwil DJPb tersebut, satker harus mengajukan usulan revisi ke
Kanwil DJPb terlebih dahulu.
Memang, satker diberikan kesempatan untuk
melakukan revisi anggaran. Hanya saja, untuk meningkatkan kualitas perencanaan
anggaran, Kementerian Keuangan melakukan pengendalian revisi DIPA secara
triwulanan, melalui penilaian indikator revisi yang merupakan bagian dari delapan
indikator kinerja pelaksanaan anggaran (IKPA) satker. IKPA adalah semacam raport
bagi satker atau K/L dalam pelaksanaan anggaran. Pada formula indikator revisi
berlaku ketentuan bahwa semakin kecil frekuensi revisi, semakin bagus nilai
indikator revisi.
Revisi
Anggaran di Kalimantan Barat
Berdasarkan data OMSPAN Kanwil DJPb
Kalbar, dalam 5 tahun terakhir diketahui jumlah penyelesaian revisi anggaran
baik yang dilakukan di level kewenangan KPA maupun Kanwil DJPb, setiap tahunnya
mengalami kenaikan. Pada tahun 2017, penyelesaian revisi anggaran sebanyak 1.999
dan tahun 2018 sebanyak 2.114. Pada tahun 2019 meningkat menjadi 2.817, tahun
2020 sebanyak 2.881 dan tahun 2021 meningkat menjadi 3.492. Sedangkan pada
tahun 2022, diprediksi jumlahnya akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini dimungkinkan sebagai dampak dari kebijakan pengendalian revisi melalui
reformulasi indikator revisi pada IKPA.
Dilihat dari jumlah satker yang melakukan
revisi dan frekuensi revisi yang dilakukan oleh satker, dalam 5 tahun terakhir dapat
diketahui beberapa informasi. Pertama, persentase jumlah satker yang tidak
melakukan revisi semakin kecil. Data ini menunjukan bahwa hampir semua satker
di Kalbar melakukan revisi anggaran. Kedua, dari tahun ke tahun persentase
satker yang melakukan revisi 1-4 kali, angkanya berfluktuatif. Pada kelompok
ini, persentase yang semakin naik menunjukan kualitas perencanaan pada satker semakin
baik. Ketiga, persentase satker yang melakukan revisi lebih dari 4 kali, memperlihatkan
angka yang relatif tinggi. Sejak tahun 2019, jumlahnya lebih dari 50%. Bahkan
pada tahun 2021, satker yang melakukan revisi lebih dari 8 kali sebanyak 22%.
Pada tahun 2017 terdapat satker yang melakukan revisi anggaran terbanyak yaitu 11
kali. Tahun 2018 dan 2019 terdapat satker yang merevisi DIPA-nya hingga 14
kali. Sedangkan pada tahun 2020 dan 2021, terdapat satker yang melakukan revisi
revisi terbanyak yaitu 13 kali dan 16 kali. Kondisi ini menunjukan kualitas
perencanaan anggaran pada satker berkenaan masih perlu ditingkatkan.
Mengingat kebijakan yang memberikan peluang
atau kesempatan bagi satker untuk melakukan revisi anggaran dan memperhatikan data-data
di atas, dapat disampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, revisi anggaran agar
dimanfaatkan oleh satker untuk melakukan optimalisasi belanja sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka mengejar target penyerapan anggaran. Tentu, dalam
pelaksanaannya agar memperhatikan koridor dan ketentuan yang berlaku. Pergeseran
pagu atau alokasi anggaran agar dilakukan berdasarkan pertimbangan dan sesuai
dengan kebutuhan.
Kedua, meski sebagian bentuk revisi
anggaran merupakan kewenangan pimpinan satker selaku KPA, namun perlu adanya
kontrol atau pengawasan dari aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk
menghindari pelaksanaan revisi yang bertentangan dengan asas efektivitas dan
efisiensi anggaran.
Ketiga, kualitas perencanaan
anggaran pada satker agar terus ditingkatkan. Khususnya kesesuaian antara
rencana penarikan dana dan eksekusi belanja pada setiap bulannya agar semakin
menjadi fokus perhatian.
***