Menua Bahagia
Kelak, setiap orang akan sampai seperti mereka. Jika Tuhan menghendaki. Karena memang sebagian diantaranya lebih cepat kembali. Laksana buah kelapa. Ada yang masih bunga alias manggar, jatuh berguguran. Ada yang sudah jadi kelapa kecil alias bluluk, pun ada yang rontok. Beranjak jadi cengkir alias sudah ada airnya tapi belum berdaging, eh ikut kepetik sekelompok orang yang pengen minum degan sehabis gowes. Ada yang sudah jadi degan, yang justru jadi sasaran empuk dan sering diambil orang untuk dijual di pinggir jalan. Dan ada pula yang sampai jadi kelapa tua, yang orang enggan memetiknya, yang tupai pun malas memakannya, hingga ia sendirian tak ada lagi yang seumuran.
Seperti itulah gambaran kehidupan manusia. Tak pernah ada yang tahu, kapan harus terhenti. Karenanya, manusia hanya bisa mengira-ngira, ia akan sampai pada usia seperti mereka. Yang antara kekuatan fisik dan semangatnya tak lagi sama. Yang keinginannya kerap dihadapkan pada kelemahan yang mulai menggerogotinya. Yang salah satu kesenangannya adalah bercerita suka duka masa lalu, bercerita tentang anak cucu, berkisah kejayaan masa lalu.
Mau tidak mau sebagian orang akan tiba disitu. Di satu masa dimana tak lagi ada kuasa, pangkat dan jabatan. Uang dan harta pun sudah untuk anak cucu. Karena sudah tak boleh lagi makan ini itu. Tak bisa dan atau tak pantas lagi ninu ninu.
Begitulah. Bagaimanapun setiap orang berharap tiba disana. Di masa tua yang bahagia. Yang nasihat dan pengalamannya menjadi pelajaran bagi yang muda. Yang menjadi pusaka bagi anak cucu mereka.