Tiga mazhab & Berebut Roti



 Kesimpulan saya, setidaknya ada 3 mazhab: konservatif, TIK dan diantara keduanya. Konservatif cenderung filosofis sesuai dengan UU yang sudah mereka buat pada jaman sebelumnya. Mereka berusaha bertahan bahwa pembagian kewenangan itu sudah diatur dalam UU dan itulah yang harus mereka pertahankan. Mereka sangat berhati-hati. Hukum menjadi rujukan utama. Semuanya harus sesuai dengan koridor hukum.
Kelompok TIK bisa dibilang liberal, mengikuti perkembangan teknologi dan aplikasi yang mereka kembangkan. Slogannya selalu sama bahwa perubahan adalah keniscayaan. Yang tidak mau berubah akan punah seperti Dinosaurus. Bisa dibilang agak abai dengan UU. Atau setidaknya tafsir atas UU itu mereka kembangkan sendiri tanpa harus berpegangan pada filosofi lahirnya UU itu. Dalam perkembangannya mereka cenderung memaksa peraturan untuk menyesuaikan dengan TI yang mereka bangun.
Karena itu kemudian, yang sebenarnya sudah mereka sadari, beberapa kewenangan sedikit demi sedikit bergeser mereka pretheli sendiri dengan mengatasnamakan perubahan, inovasi dan kebutuhan stakeholders. Tapi, pembelaannya luar biasa. Mereka tidak mau disebut mengkerdilkan fungsi, karena semuanya sudah otomasi. Yang dulu manual, sekarang sudah aplikasi. Itulah cara untuk naik kelas. Bukan lagi klerikal tetapi analitik.
Mazhab ketiga cenderung pragmatis. Posisinya ada ditengah-tengah dan berusaha mencari titik temu. Mereka melihat, nasi sudah jadi bubur. Tak mungkin kembali, tapi juga tak mudah untuk menabrak UU. Kompromi jadi solusi. Tapi tentu juga tak gampang. Bagaimana mengubah habit klerikal ke analitik juga tidak secepat membalikkan tangan. Ada banyak pihak yang mesti dipikirkan. Analitik pun tidak sekedar analisis tanpa guna. Mesti ada produk analisis yang bermanfaat bagi masyarakat. Mengerjakan tugas analisis juga harus tengok kiri kanan. Jangan-jangan sudah ada yang melakukan. Atau jangan sampai pula ditanya, “kamu ngerjain analisis yang nyuruh siapa?”
Maka, legalitas atau payung hukum harus digapai. Untuk mencapainya butuh waktu dan perjuangan. Karena, meminta rumput pada tetangga yang sapinya masih butuh rumput, bukan usaha yang gampang. Akan ditawar-tawar. Paling-paling dikasih rumput yang sapinya tidak doyan.
Untuk itu, dibutuhkan seorang ibu yang arif. Saat dia melihat anak-anaknya mulai berebut roti, ia yang harus menengahi. Ia mesti bertanya, mengapa si sulung berusaha merebut dan mengapa di bungsu menolak. Kalau ternyata si bungsu sudah terlalu kenyang hingga sebenarnya tak begitu peduli dengan sisa roti, mengapa tidak dikasihkan saja ke si sulung. Si sulung juga harus pandai membujuk, sabar meminta dan mencari pihak yang bisa menekan si bungsu.
Tanpa dinyana, pihak itu datang dan membuat si bungsu dan si sulung bertemu. Kini, mereka sepakat untuk berembug.

Populer

The Last Kasi Bank dan Manajemen Stakeholder

DAK Fisik dan Dana Desa, Mengapa Dialihkan Penyalurannya?

Menggagas Jabatan AR di KPPN

Setelah Full MPN G2, What Next KPPN?

Perbendaharaan Go Green

Everything you can imagine is real - Pablo Picasso

"Penajaman" Treasury Pada KPPN

Pengembangan Organisasi